June 17, 2008

Hambatan di Dalam dan di Luar Diri Terhadap Mereka yang Berjalan Mengikuti “Guru”

Masyarakat katak di dalam sumur dan burung pembawa berita

Ada cerita spiritual yang patut dihayati. Sebuah Katak Kecil Cerdas lahir dan dibesarkan di dalam sebuah sumur. Bapak-ibu, kakek-nenek, pemuka, tokoh mayarakat katak menjelaskan bahwa dunia ini adalah sumur ini, mereka tidak dapat lepas dari sumur ini, usaha keluar sumur ini adalah sia-sia. Itulah batas kesadaran masyarakat katak, mind mereka terbatas. Sang Katak Kecil Cerdas paling suka mendengarkan cerita burung yang walaupun jarang, tetapi kadang ada juga yang mampir di atas sumur. Mendengarkan ocehan Burung Pembawa Berita, Sang Katak Kecil Cerdas merenung, mempertanyakan apakah dunia ini hanya terbatas dalam sumur? Tetapi pertanyaannya itu di simpan dalam hati, dia tidak mau bertentangan dengan masyarakat katak dalam sumur. Sampai pada suatu hari, seekor burung besar datang hinggap di atas sumur. Melihat perhatian Sang Katak Kecil Cerdas tentang dunia yang mungkin ada di luar sumur, Sang Burung mengajaknya naik ke punggungnya untuk melihat dunia luar. Sang Katak Kecil Cerdas melepaskan keragu-raguannya, mengikuti panggilan jiwanya, tubuhnya meloncat ke punggung Sang Burung Pemandu dan terjadilah loncatan kuantum, perubahan kesadaran. Dia akhirnya melihat Gunung dan Samudera luas di luar lingkungan sumurnya.

Mind membelenggu kesadaran manusia

Ilmu medis mengakui adanya kebiasaan-kebiasaan dan kecenderungan-kecenderungan khas atau karakter yang ada dalam diri manusia. Stimulus atau rangsangan yang dilakukan berulang kali membentuk synap-synap saraf baru dalam otak. Sesuatu hal yang dilakukan berulang kali menjadi sebuah kebiasaan. Kebiasaan yang dilakukan berulang kali menjadi perilaku dan bahkan karakter. Sesudah karakter terbentuk, maka setiap masalah yang dihadapi akan diselesaikan berdasarkan program dari karakter tersebut. Karakter tersebut sudah menjadi bagian dari Otak Bawah Sadar manusia. Sirkuit synap-synap saraf otak hasil conditioning oleh orang tua, masyarakat, pendidikan, adat-istiadat, agama, dan lain sebagainya telah menjadi lebih permanen, stabil dan sulit dihilangkan. Dalam bahasa meditasi, inilah yang disebut mind. Manusia diperbudak oleh belenggu conditioning tersebut dan tidak bebas lagi untuk mengekspresikan dirinya. Menghadapi segala sesuatu yang datang kepadanya, manusia langsung bereaksi bahkan sebelum mereka menyadarinya. Thoughts yang datang langsung dilempar secara terburu-buru dan mind yang terkondisi yang bereaksi.

Pikiran, tubuh dan jiwa yang belum terfokus

Selama ini manusia membiarkan pikiran, mind yang berkuasa. Tubuh, body juga dibiarkan menuruti panca indera dan pikiran yang kondisinya belum tentu sehat. Jiwa, soul, nurani, hati yang letaknya lebih dekat ke jantung, sering dipinggirkan oleh otak yang jumawa. Setiap hari saat melangsungkan kehidupan, pikiran menarik pada suatu arah, hati menarik ke arah lain. Ketika mencoba melakukan apa yang bersumber pada hati, pikiran merecoki dengan logika untuk tidak melakukan hal tersebut. Ini menimbulkan ketidaknyamanan tubuh dan ia ingin istirahat, melepaskan ketegangan, tidur, melupakan pertentangan antara pikiran dan hati. Hanya manusia yang bisa mengharmoniskan antara pikiran, hati dan tubuh yang dapat hidup selaras dan berbahagia. Latihan meditasi dapat membantu memfokuskan ketiga bagian tersebut. Belenggu conditioning mind tersebut harus didobrak oleh mereka yang berani, dengan dipandu oleh seseorang yang diyakini telah mendapatkan pengetahuan mengenai hal ini. Keyakinan terhadap Sang Pemandu tersebut harus melibatkan kefokusan antara pikiran, hati dan pikiran. Itulah yang dialami Katak Kecil Cerdas untuk mengikuti Sang Burung Pemandu keluar dari kungkungan sumur yang lama.

Masyarakat dan Lingkungan Yang Masih terbelenggu Kondisinya

Berbahagialah Sang Katak Kecil Cerdas yang keluar dari belenggu sumur. Dalam kehidupan nyata mereka yang cerdas dan mengikuti Guru Pemandu akan mendapatkan banyak tentangan dari masyarakat dan lingkungan. Masyarakat dengan belenggu mind-nya sulit menerima adanya seorang Guru Pemandu yang telah melampaui mind-nya, mereka selalu membuat perbandingan dengan diri mereka sendiri. Masyarakat akan menghalang-halangi baik karena rasa sayangnya pada seseorang agar jangan tersesat, atau pun agar seseorang tetap berpegang teguh pada keadaan seperti seseorang bertemu seorang Guru Pemandu. Kejadian ini selalu terjadi sejak zaman dahulu kepada pengikut Orang Suci.

Pertama kali perlu dipahami, bahwa manusia lahir dengan membawa sifat genetik dari warisan leluhurnya lewat kedua orang tuanya. Orang tua, lingkungan, pendidikan membentuk kerangka kebenaran bagi dirinya. Kalau seseorang lahir di lingkungan berbeda, orang tua yang berbeda, pendidikan yang berbeda maka kerangka kebenarannya akan berbeda. Sesorang yang lahir di pedalaman Kalimantan seandainya dia lahir di Tibet akan mempunyai kerangka kebenaran yang berbeda. Pemahaman akan kerangka kebenaran ini akan membuat keterbukaan, penghormatan terhadap kerangka kebenaran orang lain dan mulai meniti ke dalam diri untuk mencari kebenaran sejati.

Menaklukkan ego di dalam dan melepaskan belenggu keterikatan di luar

Jalan menuju Kebenaran adalah melalui hati. Melampaui hubungan pikiran-tubuh. Carilah dan anda akan menemukan, mintalah dan ia akan diberikan, ketuklah dan pintu akan dibukakan. Pikiran atau ego tidak bisa ditaklukkan dengan mudah. Ini karena ia menjadi bagian integral dari diri. Seseorang yang lemah dan mudah mengalah kepada ego, akan mengikuti pola-pola rutin yang telah membelenggunya. Peran Guru sangat penting. Hambatan di dalam diri adalah ego, sedang hambatan di luar adalah belenggu keterikatan di masyarakat. Ditengah masyarakat yang belum terbuka dan belum dapat menerima kebenaran pandangan pihak lain, selalu saja ada kelompok masyarakat yang merasa benar dan memaksakan pemahaman kebenarannya untuk diikuti yang lain. Keadaan akan semakin parah apabila beberapa pihak membiarkannya demi kepentingan politik atau kekuasaan. Tidak mudah melepaskan diri dari belenggu. Kembali peran Guru menjadi sangat penting.

Triwidodo. Juni 2008.

Share on FacebookTweet about this on TwitterShare on Google+Email this to someone