June 25, 2008

Surat Cinta untuk Habib Rizieq dan Munarman dari Korban Tragedi Monas

Salam damai.

Semoga damai selalu menyertai Bapak berdua.

Semoga saya tidak terlalu lancang mendoakan kedamaian untuk Bapak berdua. Karena saya tahu belum ada kedamaian di dalam hati Bapak berdua. Darimana saya tahu ? Dari tragedi Monas, 1 Juni 2008. Tragedi yang saya saksikan dengan mata kepala sendiri dan bahkan sempat menjadi salah satu korban yang memerlukan perawatan intensif. Penyerangan yang dipimpin langsung oleh Bapak Munarman dan ‘mungkin’ diketahui oleh Bapak Habib. Dari tragedi itulah saya mengetahui belum ada kedamaian dalam diri Bapak berdua.

Tragedi itu membuat saya dan beberapa saudara sebangsa kita terluka. Luka fisik kami dapat sembuh, trauma mental kami dapat kami atasi dengan berbagai macam terapi. Namun saya melihat Andalah yang paling terluka diantara kami semua. Saya belum pernah melihat kebencian dan amarah sehebat itu dalam diri seorang manusia. Dan saya tidak bisa membayangkan betapa beratnya Anda menanggung semua beban itu. Kebencian Anda, amarah Anda, dan kekerasan yang muncul karenanya dapat memakan anda hidup-hidup.

Terlepas dari semua yang telah Anda lakukan, kekerasan tanpa pandang bulu, pembenaran kekerasan tersebut atas nama agama, pengalihan isu kekerasan menjadi isu agama yang berpotensi memecah belah kesatuan kita sebagai sebuah bangsa, dan upaya-upaya penghinaan terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, saya tetap menghargai anda sebagai sebagai manusia Indonesia. Karena apapun konsep yang Anda gunakan untuk menafikan hal tersebut, Anda, para korban, kita semua tetap saudara sebangsa, bangsa Indonesia. Kita sama-sama hidup dari bumi pertiwi ini, kita sama-sama mempunyai kenangan, ikatan terhadap tanah air kita ini. Meski terlahir dari latar belakang yang berbeda, seperti Anda yang terlahir dari keluarga Muslim dan saya yang terlahir dari keluarga Hindu, seperti Anda lelaki dan saya perempuan, saya meyakini satu persamaan di antara kita yaitu, kita sama-sama orang Indonesia.

Perbedaan kita adalah sebuah kepastian. Tidak ada yang bisa Anda lakukan untuk menghapus kenyataan tersebut. Begitu juga dengan perbedaan yang lain, katakanlah perbedaan dengan aliran lain, yang berkat ancaman ‘kekanakan’ Bapak Munarman, kelompok minoritas tersebut sekarang terancam jiwanya. Saya tidak mendukung atau membenarkan aliran tersebut, karena jelas saya bukan orang yang tepat untuk memberikan pendapat mengenai hal tersebut. Namun keberadaan kelompok minoritas tersebut dengan kelompok Anda berdua adalah sama. Keduanya menuai pro dan kontra dari sejak lama. Namun selain kelompok Anda, tidak ada kelompok lain yang mengancam keberadaan kelompok lain dan bahkan sekarang kelompok Anda adalah satu-satunya kelompok yang terbukti telah sering kali mengganggu ketertiban dan keamanan umum serta melecehkan aparatur negara bahkan Presiden RI.

Pancasila dengan semboyan ‘Bhineka Tunggal Ika’ adalah pemersatu bangsa. Kondisi bangsa kita yang terdiri dari beribu pulau, beragam suku, ras dan agama, dapat dipersatukan selama puluhan tahun oleh kesaktian Pancasila. Lagi-lagi, kenyataan ini tidak dapat Anda nafikan karena keberadaan Indonesia saat ini ada bukti nyata. Apapun skenario yang Anda punya untuk menghapus perbedaan itu, mulai dari mengalihkan isu kekerasan menjadi isu pembubaran aliran agama tertentu sampai dengan menyebarkan isu penggantian landasan negara ini dengan landasan agama tertentu, sepertinya tidak akan berjalan mulus tanpa hambatan. Seperti pada tragedi Monas yang Anda coba alihkan menjadi isu agama, keberadaan Saya, perempuan yang beragama Hindu, yang sedang merayakan hari kelahiran Pancasila, yang tak luput dari serangan, mematahkan semua isu yang Anda coba munculkan. Begitu pula kalau Anda mencoba mengangkat isu penggantian landasan negara kita ini. Saya yakin, selain Saya sendiri, lebih banyak masyarakat yang mencintai perdamaian dan mampu melihat keindahan dalam perbedaan.

Yang menjadi pertanyaannya kemudian adalah, apa yang Anda takutkan dari perbedaan ? Dan mengapa Anda takut sekali akan perbedaan ? Perbedaan adalah rahmat dari Tuhan, jika saya tidak salah mengutip dari kitap suci Anda.

Maka dari itu, saya sarankan Anda berdua untuk mulai berdamai dengan diri Anda masing-masing. Olah kebencian dan amarah Anda dengan cara yang lebih sehat, misalnya dengan bernyanyi dan menari. Kemudian bernyanyi dan menari untuk ke-Indonesia-an kita. Niscaya, Anda akan temukan sesuatu yang lebih indah. Dan perbedaan yang selama ini selalu memicu jenggot Anda untuk terbakar, akan berubah menjadi sesuatu yang jauh lebih indah. Oh iya, setelah Anda selesai dengan diri Anda sendiri, jangan lupa untuk menyebarkan keindahan yang Anda temukan kepada seluruh laskar Anda. Indonesia akan menjadi jauh lebih indah tanpa kebencian dan kekerasan dari Anda dan seluruh laskar Anda.

Salam cinta dan damai untuk Anda berdua.

Nyoman Aisanya Wibhuti

Share on FacebookTweet about this on TwitterShare on Google+Email this to someone