Sore itu Fauzi kembali silaturahmi ke rumah Pakdhe Jarkoni. Keponakan Pakdhe Jarkoni tersebut menemukan Pakdhenya sedang membaca koran. Dan terjadilah diskusi hangat di antara keduanya.
Fauzi: Pakdhe, kasihan ya, 21 wanita tewas dalam berebut zakat sebesar Rp.30.000 di Pasuruan. Apa komentar Pakdhe?
Pakdhe Jarkoni: Semua orang mengomentari pada bidangnya masing-masing: Yang prihatin dengan kemiskinan rakyat mengatakan inilah potret kemiskinan masa kini; Yang profesional dalam bidang keamanan mengatakan dengan berkumpulnya ribuan orang pada satu titik, sudah seharusnya melibatkan aparat keamanan; Yang mengerti ilmu agama mengetengahkan kalau bersedekah jangan ria, pamer; Yang membelanya mengatakan berbuat kebaikan harus dengan terang-terangan agar memberi contoh orang kaya lainnya untuk tergerak ikut berderma; Yang setuju dengan badan amil zakat mengatakan bahwa dalam kitab suci ada penjelasan tentang amil zakat, mengapa tidak menyerahkan ke badan amil zakat saja; Sebagian yang lain berpendapat bahwa saat ini belum dapat mempercayai badan amil zakat tersebut.
Fauzi: Iya, saya melihat dari sudut pandang psychologi: harga-harga naik selama puasa; orang berbuka puasa dengan makan yang lebih enak dari biasanya; minyak tanah menghilang, gas naik, harga kebutuhan pokok membubung. Begitu ada yang akan membagi zakat ya mereka berpikir, ada kesempatan ya dimanfaatkan, hanya lupa resikonya. Kalau Pakdhe pribadi akan menyoroti soal apa?
Pakdhe Jarkoni: Biarlah para pakar ramai bicara di koran-koran membuat koran laku. Biarlah yang hapal ayat-ayat suci menggali ayat-ayat yang sesuai. Pakdhe melihat godaan keduniawian itu begitu berat. Materalisme sudah begitu merasuk masyarakat. Materi seakan sudah di’Tuhan’kan.
Fauzi: Masyarakat tidak mampu berlomba-lomba mendapatkan zakat dengan saling dorong, pengin mendapat duluan dan keluar dengan bangga, tidak peduli mereka yang masih antri berdesak-desakan. Pakdhe melihat hal tersebut sebagai tanda bahwa materialisme sudah merasuk masyarakat kita?
Pakdhe Jarkoni: Masyarakat yang tidak percaya badan amil zakat, mempunyai keyakinan bahwa bergelimang uang itu dapat menggoda. Mereka tahu bahwa masyarakat saat ini gampang tergoda dengan materi, jadi lebih baik ditangani sendiri. Si Pemberi Zakat telah mengabaikan para wanita yang berpuasa, kehausan karena sudah antri menunggu sejak subuh. Semua berebut lebih dahulu, karena mereka tahu siapa yang lebih dahulu akan selamat, misalnya kalau pada saat akhir zakatnya habis. Bukankah itu semua menunjukkan keinginan duniawi telah menghipnotis masyarakat kita untuk berlomba mendapatkannya. Mereka memandang bahwa mereka yang tenang tidak akan kebagian. Kepentingan duniawi sudah menjadi Tuhan mereka? Itulah yang terjadi mengapa begitu banyak yang tertangkap tangan oleh KPK.
Fauzi: Menurut Ronggowarsito, inilah zaman edan, yang tidak ngedan tidak kebagian.
Pakdhe Jarkoni: Manusia mempunyai naluri animal instinct, sifat kebinatangan, dan itu diperlukan untuk dapat bertahan hidup. Makan, minum, sex, dan kebutuhan istirahat termasuk dalam naluri tersebut. Dalam keadaan kepepet, manusia dapat mengabaikan cara-cara yang lebih manusiawi. Ini adalah kesalahan kita semua: kita telah memilih pimpinan dan wakil rakyat yang kurang mampu menyelesaikan masalah; gelombang konsumerisme lewat media tivi dan media masa begitu derasnya; para pemuka agama belum juga dapat memberikan solusi nyata; Sudahlah Fauzi, kita doakan mereka yang telah menghadap Yang Maha Kuasa, kita doakan pemimpin-pemimpin kita, kita doakan pemuka-pemuka agama kita, kita sendiri memberesi diri kita sendiri lebih dahulu sehingga dapat lepas dari belenggu dunia.
Triwidodo
Sepember 2008.