Percakapan dua orang sahabat peserta latihan meditasi kadang membuka pikiran tentang hal baru. Jika sebelumnya dua orang sahabat tersebut berbicara tentang Meditasi dan Seni Kematian, kini pembicaraan mereka tentang pembuangan pikiran bawah sadar.
Sahabat pertama: Sahabatku, ada yang membuat perumpamaan pikiran bawah sadar itu seperti ragi. Maksudnya apa Sahabatku?
Sahabat kedua: Oh, itu….. Ada sebuah sabda, “Buanglah ragi yang lama itu supaya kamu menjadi adonan yang baru, sebab kamu memang tidak beragi”. Yang sedang dibicarakan adalah “ragi alam bawah sadar” – Alam bawah sadar yang tidak perlu dibenahi, tidak perlu didandani. Subconscious mind yang harus dibuang. Bahkan tidak perlu memilah antara subconscious mind dan superconscious mind. Semuanya perlu dibuang!
Sahabat pertama: Maksud Sahabat, yang namanya mind itu superficial, dangkal dan dapat dibuang? Seperti yang dilakukan kita dengan latihan “katarsis”?
Sahabat kedua: Iya, mind sudah basi, sudah menjadi ragi. Pikiran memang dangkal, berada pada lapisan luar, yang bukan “jati diri” kita yang sebenarnya!
Sahabat pertama: Sahabat, bukankah seorang anak kecil, pikiran bawah sadarnya juga belum terisi banyak hal? Belum banyak “ragi”-nya? Apakah orang dewasa yang banyak tahu dalam banyak hal, malah harus bertindak seperti anak kecil lagi?
Sahabat kedua: “Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya”. Anak kecil di sini mewakili “ketulusan”, “keluguan” dan “kepolosan”. Seperti anak kecil berarti keadaan “no-mind” – dimana ego sudah tidak ada lagi. Rasa angkuh dan arogansi tidak ada lagi.
Sahabat pertama: Bukankah mereka yang suka mengembangkan tenaga dalam itu memperkuat mind, dan memperkukuh ego? Sulit untuk tulus, lugu dan polos seperti anak kecil lagi?
Sahabat kedua: Silahkan merenung sendiri sahabatku, ada juga sabda demikian, “………….Berhubung dengan kehidupan kamu yang dahulu, harus menanggalkan manusia lama, yang menemui kebinasaannya oleh nafsunya yang menyesatkan, supaya kamu dibarui di dalam roh dan pikiranmu, dan mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya?”
Sahabat pertama: Sahabat, yang dimaksud manusia yang lama dalam sabda tersebut terasa sekali artinya “no-mind”. Percuma mind didandani karena sudah jelek. Manusia baru berarti “roh dan pikiran baru”. Kesadaran yang selaras dengan Kehendak Allah. Kami sekarang dapat memahami sabda, “Sesungguhnya jika seseorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak akan dapat melihat Kerajaan Allah”.
Sahabat kedua: Iya Sahabatku, ayat itu tidak menjelaskan tentang reinkarnasi. Dilahirkan kembali seribu kali pun tidak menjadi jaminan bahwa ia akan dapat melihat Kerajaan Allah. Yang dimaksud adalah kematian “mind” dan kelahiran kembali “kesadaran”. Bangkitnya kesadaran diri – bangkitnya Kundalini.
(Dijiwai Buku Maranatha karya Bapak Anand Krishna)
Triwidodo
Januari 2009.