Semoga dan kebangkitan ruh Sutasoma tgl 14 Januari 2008 menjadi keniscayaan yg terwujud bersamaan dengan ulang tahun Anand Ashram ke 18, bertempat di anjungan Jawa Timur, TMII
KEBERANIAN : bukan keberanian untuk bertindak kekerasan dengan menyakiti orang ataupun mahkluk ciptaan Tuhan. Tapi suatu keberanian mengemukakan pendapat serta bertindak berlandaskan kebenaran. Dalam ini diterjemahkan dalam bertindak secara tepat. Keberanian bertindak berlandaskan kekerasan adalah manifestasi tindakan berbasis rasa takut. Bukan keberanian yg hakiki. Atau juga bukan keberanian berbasiskan pemahaman tentang kehidupan seutuhnya.
Keberanian yg dimaksudkan dalam pesan SUTASOMA adalah keberanian bertindak berbasiskan demi kemahslahatan orang banyak. Dalam konteks yang lebih tepat adalah untuk kepentingan bangsa dan negara. Bukan untuk kepentingan pribadi, kelompok, golongan yg berlandaskan suku ataupun agama tertentu.
Jika kita kaitkan dengan tahun pemilihan 2009, pilihlah caleg atau pemimpin yg mempunyai Visi dan Misi mengutamakan kepentingan negara dan bangsa di atas segala-galanya. Sampai ini pemimpin yg berkarakter demikian belum terlihat. Perjuangan mereka masih berbasis kepentingan kelompok dan takut tidak populer. Sudah terbukti ketika ramai-ramai berbicara tentang bahaya pembuatan peraturan yg mengancam integritas bangsa. Mereka masih saja dengan kepala tengadah menanda tangani peraturan yang jelas-jelas mengancam integrasi bangsa. Mungkin mereka beranggapan bahwa tindakan yg demikian adalah suatu keberanian. Menurut pemahaman saya tindakan yg demikian adalah suatu tindakan berbasis ketakutan. Takut tidak populer, tidak terpilih kembali sebagai apa…. begitu, tidak menyenangkan kelompok tertentu dan tidak…tidak lain yang tujuan akhirnya untuk kenikmatan atau kenyamanan diri. Bukan keberanian demikian yang dimaksud dalam pesan SUTASOMA. Keberanian di sini adalah BERANI demi kebaikan dengan tujuan yang lebih mulia, lebih luas serta masyarakat yang lebih besar dan terutama bukan untuk kepentingan diri pribadi.
KEBERANIAN, dilambangkan sebagai HARIMAU, ala SUTASOMA adalah keberanian bertindak berlandaskan KASIH –> ALTRUISME
KEKUATAN : konteks yang tepat pada saat ini adalah pengetahuan luas berlandaskan kebijakan. Kekuatan pada zaman dulu ketika hukum rimba berlaku adalah kekuatan otot. Namun saat ini konteksnya harus dirubah menjadi pengetahuan yang luas dan pemikiran yang bijak, selalu berbasis pengutamaan kepentingan bangsa dan negara. Dalam cerita SUTASOMA dilambangkan NAGA, Nagendra. Krisis moral yang terjadi sampai saat ini karena para pemimpinnya belum bertindak berlandaskan KEKUATAN yang dimaksud SUTASOMA. Memerintah tanpa kekuatan pengetahuan dan kebijakan akan melahirkan keadaan atau situasi yg labil. Sangat sulit rakyat menuntut keadilan. Memang dalam bertindak pemimpin yg demikian tidak bisa menyenangkan semua orang. Pemimpin yg bisa dan berusaha menyenangkan orang banyak cenderung jadi pembeo. Atau dengan kata lain, dia bertindak tanpa pengetahuan dan kebijakan (Kekuatan ala SUTASOMA). Apakah kita bangsa Indonesia menghendaki pemimpin yg demikian.
Jangan pula kita menunjuk orang lain, marilah kita bercermin diri. Sudahkan kita menjadi pemimpin bagi diri kita sendiri. Belum tentu juga kita mampu memimpin diri sendiri. Jangan keburu menuding orang lain. Ingatlah kita : pada saat kita menunjuk org lain salah, satu jari menunjuk lawan, empat jari lainnya menunjuk diri kita sendiri. Artinya : jelas, kita yang harus sadar dulu sebelum menyalahkan orang lain. Tidak mudah bukan??? Namun adalah suatu kepastian jika kita selalu bercermin diri, so.. pasti hilang orang tidak sadar satu..lumayan kan
KASIH : dalam sendratari atau buku SUTASOMA yg ditulis ulang oleh Bapak Anand Krishna, penemuan kasih atau jiwa ALTRUISME diperoleh SUTASOMA pada saat dirinya mengorbankan badannya sendiri untuk menebus 99 orang raja yang akan dipersembahkan sebagai kurban. Saat itulah ia terbebaskan dari lingkaran kelahiran dan kematian. Karena ia telah bertindak dengan BERANI berlandaskan KEKUATAN berlandaskan KASIH. Bukan sebagaimana yang diartikan dalam hari raya kurban. Pada saat ini sering kali kita mengurbankan hewan pada hari raya kurban. Pada hal yg dimaksud adalah pengurbanan nafsu hewaniah dalam diri kita sendiri.
Kerelaan SUTASOMA mengurbankan diri sendiri demi kebebasan orang lain harus menjadi pedoman perilaku para pemimpin. Atau lebih spesifik diri kita sendiri. Relakah kita meninggalkan kenyamanan duniawi untuk suatu tujuan yg lebih mulia???Relakah kita mengesampingkan kepentingan golongan atau kelompok kita tuk kepentingan yg lebih besar, bangsa dan negara??? Bertindak secara ALTRUISME atau tindakan tanpa pamrih adalah implikasi dari rasa KASIH. Kasih lebih mengutamakan kepentingan atau kemahslahatan org lebih banyak. Kasih adalah tindakan yg rahmattan lil alamin.
Marilah kita kita pikirkan : Semoga kita memperoleh anggota DPR/MPR, Presiden/Wapres, dan pemimpin daerah yg memiliki RUH SUTASOMA yang telah terbangkitkan untuk membersihkan TAMAN SARI NUSANTARA.
Sungguh luhur budaya kita. Marilah kita lestarikan dan lakoni ajaran leluhur kita. KEJAYAAN INDONESIA adalah suatu keniscayaan yg tak terbantahkan.
Pesan dari mpu Tantular bagi Gajah Mada masih sangat relevan untuk memepertahankan keutuhan bangsa Indonesia.