Di atas tangga batu yang berada di depan Candi Dworowati di Pegunungan Dieng yang sejuk sepasang suami isteri sedang bercengkerama. Tidak seperti candi-candi lainnya yang banyak pengunjungnya, Candi Dworowati yang jalan masuknya melalui jalan perkampungan yang sempit, sangat sepi dari pengunjung. Hanya pohon jagung yang subur mengelilingi candi tersebut. Kali ini hanya sepasang manusia yang menengoknya. Tempat yang cocok untuk merenungkan hakikat kehidupan.
Sang Suami: Setiap kali kita menghirup napas, kita menghirup 1022 atom dari alam semesta. Sejumlah atom tersebut masuk ke tubuh kita menjadi sel-sel otak, jantung, paru-paru dan lainnya. Setiap kali kita menghembuskan napas, kita mengeluarkan atom 1022 yang terdiri dari kepingan otak, jantung, paru-paru dan lainnya. Secara teknis, kita mempertukarkan organ tubuh kita dengan organ tubuh orang lain, dengan orang yang pernah hidup, bahkan dengan semua makhluk, semua zat, yang pernah hidup. Berdasarkan perhitungan isotop-isotop radio aktif, tubuh kita memiliki jutaan atom yang pernah singgah di tubuh orang-orang suci dan orang-orang genius. Dalam waktu kurang dari 1 tahun, 98% dari semua atom dalam tubuh kita telah berganti secara total. Atom yang sama ada pada tubuhku dan ada pada tubuhmu. Bahan kita bahan alam yang sama. Selanjutnya, atom-atom terdiri dari partikel-partikel, partikel adalah fluktuasi dari energi. Segala-galanya di bumi ini sejatinya adalah energi. Hakekatnya kita semua adalah satu. Bhinneka Tunggal Ika.
Sang Isteri: Luar biasa Suamiku, aku tidak dapat buka internet, tetapi aku dapat ’me-’rasa’-kan. Bukankah sewaktu tubuh kita sehat, tidak ada keluhan, nyaman dan penuh vitalitas, kita merasa tubuh kita adalah satu. Baru setelah ada bagian tubuh yang sakit, misalnya gigi. Kita baru bilang gigi, bagian dari tubuhku sakit. Rasa keterpisahan terjadi ketika kita sedang tidak sehat. Keterpisahan kita dengan seluruh mahluk karena kita tidak sehat. Orang yang sehat merasa satu.
Sang Suami: Emosi bersifat langsung spontan, merasa dan bereaksi. Pikiran bekerja tidak langsung, selalu memeriksa arsip ingatan yang sangat kaya, dan membanding-bandingkan. Emosi memberikan gejolak perasaan, sedangkan pikiran ingin mengulangi yang menyenangkan dan cemas kalau tidak terulang. ’Mind’ dan ’emotion’ menjauhkan diri kita dengan kebersatuan. Pikiran dan emosi membuat kita merasa ada, membuat ego. Hanyalah dengan kesadaran, melampaui emosi dan pikiran, diri kita dapat ”pasrah” dan berbahagia.
Sang Isteri: Bukankah Guru berkata: Kata manusia berasal dari bahasa Sansekerta, manas dan isa. Manas, pikiran. Isa, esa, satu,Tuhan. Kalau manusia sudah mengalahkan pikiran, tinggal Isa, menjadi Esa, satu. Pikiran membangun ego yang membuat keterpisahan dengan yang lain. Semua bentuk apapun juga yang bergerak di Alam Semesta ini, hidup di dalam Yang Maha Esa. Bhinneka Tunggal Ika.
Sang Suami: Evolusi spiritual manusia akan meningkatkan kesadaran dari perilaku kebinatangan, ke perilaku kemanusiaan menuju ke perilaku keilahian. Mungkinkah ada hubungannya dengan pusat kesadaran dasar yang tempatnya paling bawah yang berhubungan dengan bumi. Meningkat ke kesadaran kasih yang sudah naik di dada, dimana diri masih ada dalam bentuk mental. Selanjutnya, naik ke tahap pembersihan menuju pusat kesadaran kebijaksanaan dan spiritual? Kesadaran kosmis, menyatu dengan alam yang melampaui kesadaran ego pribadi. Bhinneka Tunggal Ika, Yang Ada Hanya Ika, La Illaha Illallah, Yang Ada Hanya Allah.
Sang Isteri: Apakah juga ada hubungannya dengan getaran emosi yang diakibatkan membukanya mulut dengan suara”eeee” yang bervibrasi dengan tubuh bagian bawah. Kemudian mulut ditutup sedikit menimbulkan suara”uuu” yang bervibrasi dengan daerah dada. Selanjutnya mulut ditutup dengan suara”mmm” yang bervibrasi di kepala? Pada hakikatnya, semuanya bergerak menuju Yang Maha Esa.
Sang Suami: Sudahlah Isteriku, pikiran ada batasnya. Guru telah melampaui pikiran dan perasaan. Mari kita berdoa kepada Guru. Dan, mari kita berafirmasi pada Alam. ”Aku cinta Bumi cinta Langit. Aku mencintai Air, Api, Angin, Tanah dan Ruang Angkasa. Damailah semuanya. Damailah makhluk-makhluk se-Dunia dan se- Alam. Damailah Diriku”. Angin berhembus pelan, seakan membawa afirmasi tersebut ke seluruh pelosok Nusantara. Terima kasih Guru.
http://www.anandkrishna.org/oneearthmedia/ind/
http://triwidodo.wordpress.com
Februari 2009.