Sepasang suami isteri bercengkerama di meja makan berduaan saja. Di depan mereka, menu daging sudah sedikit sekali, karena kesukaan mereka hanya tahu, tempe dan sayur-sayuran. Ternyata dalam nasi dan sayuran pun sudah ada pengaruh kekejaman dan kecemasan yang masuk ke dalam tubuh mereka. Mari kita dengarkan pembicaraan mereka.
Sang Suami: Tahukah Isteriku, nasi yang kita makan saat ini sudah jauh berbeda dari nasi yang kita makan sewaktu kita masih kecil?
Sang Isteri: Kalau dari rasa, aku kira hampir sama, padi rajalele tetap pulen dan bijinya besar-besar dan utuh. Maksud Suamiku, prosesnya produksinya yang berbeda?
Sang Suami: Coba simak uraianku ini. Perhatikan kecemasan petani masa kini. Mengolah tanah dengan traktor, menanam benih, membeli pupuk dan insektisida, semuanya membutuhkan modal cukup besar. Musim yang tak dapat diduga, sehingga tanaman sering kekeringan atau terendam banjir. Harga panen yang biasa merosot, Pupuk yang sering langka, kemudian apakah modal pinjaman bisa dikembalikan? Berbagai kecemasan petani sepanjang masa tanam akan mempengaruhi, memberi vibrasi kecemasan kepada tanaman padi yang ditanamnya. Selanjutnya, padinya kita makan, apakah padi penuh vibrasi kecemasan ini tidak membuat kita lebih mudah cemas? Bukankah padi ini yang akan menjadi otak jantung dan organ lain?
Sang Isteri: Akan tetapi, bukankah kita membayar harga beras dengan harga yang wajar, suamiku?
Sang Suami: Mungkin iya, tetapi siapa yang banyak menerima keuntungannya? Bukankah penyedia mesin traktor, perusahaan penyuplai benih dan sarana pertanian dan juga distributor produk pertanian? Apakah petani kita makmur? Tahun-tahun belakangan ini petani diming-imingi tanaman hibrida, hasilnya berkali lipat. Tetapi butir-butir padi ini dikebiri, sehingga petani tidak bisa membuat benih sendiri, harus tergantung pada benih buatan pabrik. Selanjutnya, tanaman ini memiliki sifat rakus unsur hara, sehingga harus dibantu pupuk kimia. Tanaman ini juga rentan hama, maka perlu pembasmi serangga yang juga dari bahan kimia. Bahan kimia ini tidak memberi ruang hidup bagi makhluk hidup dalam tanah. Sehingga tak ada unsur hara alami, dan petani semakin tergantung pada pupuk kimia.
Sang Isteri: Maksud Suamiku, ada pihak yang hanya berproduksi berdasar kalkulasi untung rugi dan melalaikan dampak lingkungan? Vibrasi ketidak hormatan terhadap lingkungan ini akan mempengaruhi lingkungan yang menjadi kurang bersahabat dengan manusia?
Sang Suami: Bukan hanya itu Isteriku, atmosfir materialistis membentuk petani menjadi kejam, semua hama harus ‘dibunuh’ dengan zat kimia yang tanpa disadari juga ‘membunuh’ makhluk di sekitarnya. Petani yang materialistis, tamak dan serakah terhadap produktivitas. Padahal kehidupannya sendiri semakin sulit karena harga produk pertanian selalu rendah. Kekejaman dan keserakahan ini mengubah karakter petani dan pada gilirannya mempengaruhi tanamannya dan akhirnya mempengaruhi masyarakat yang makan produknya. Aura kasih pada waktu kita kecil telah tergantikan dengan aura materialistis, kemajuan atau kemunduran?
Sang Isteri: Menurut dosen lingkungan hidup, seharusnya ularlah yang memangsa hama tikus, burung-burunglah yang memangsa ulat dan wereng, cacing-cacinglah yang membuat tanah menjadi subur. Keseimbangan rusak rusak akibat penggunaan kimia yang berlebihan.
Sang Suami: Lain kali aku ingin berbincang tentang aura kekerasan, keserakahan dan kecemasan pada daging binatang ternak. Yang jelas binatang ternak membutuhkan produksi tanaman lebih banyak. Seorang yang makan daging sama dengan makan produk tanaman minimal delapan kalinya. Bayangkan seseorang makan hamburger di Jakarta, dan banyak manusia yang kelaparan tanpa nasi di Afrika. Makan tanpa sadar sudah merupakan kekerasan terhadap anak manusia lainnya.
Sang Isteri: Terima kasih Suamiku, aku akan ingat setiap kali makan ada vibrasi kekejaman, keserakahan dan kecemasan dari produk pertanian yang aku makan. Kita perlu berdoa melembutkan makanan yang akan menjadi jantung, otak dan organ tubuh kita. Pengaruh kurang baik yang sudah masuk dalam bawah sadar tersebut, harus di-cleansing setiap saat. Terima kasih Guru yang telah mengajari latihan katarsis.
Sang Suami: Apabila kita membaca surat 17: 7 dengan kesadaran kita dapat melihat bahwa : “Apabila kamu melakukan kebajikan, maka akan berbuah kebajikan juga bagi dirimu sendiri. Dan apabila kamu melakukan kejahatan, maka kejahatan pula yang akan kamu terima”………………………
Dengan ‘menerima’, mendiamkan sistem yang menguntungkan perusahaan multinasional yang telah menguasai hampir semua produk sarana pertanian, tanpa sadar kita telah berbuat kejahatan kepada petani,. Keuntungan yang didapatkan perusahaan multi nasional pun penuh aura kekejaman, kekerasan, ketegaan, keserakahan, kecemasan, yang pada gilirannya tidak akan memberi ketenangan kepada lingkungannya. Terima kasih Guru yang selalu mengingatkan kita semua untuk selalu sadar.
http://www.anandkrishna.org/oneearthmedia/ind/
http://triwidodo.wordpress.com
Februari 2009.