February 26, 2009

Membersihkan Raga, Membersihkan Jiwa Dan Bertemu Mitra Dunia

Sehabis mandi setelah pulang dari perjalanan jauh ke Candi Gedongsanga Kabupaten Semarang, seorang ibu berdiskusi dengan anak gadisnya,

 

Sang Gadis: Mi, rasanya segar ya Mi, setelah mandi keramas, tinggal nonton tivi dan santai sampai ketiduran.

 

Sang Ibu: Bepergian membuat badan kotor, berkeringat dan berdebu, mandi membuat tubuh segar kembali. Kita perlu bersyukur terhadap air, yang setelah membersihkan tubuh kita, dia terbuang ke selokan untuk akhirnya menuju sungai dan terbawa ke samudera luas dan  menguap ke langit lagi.

 

Sang Gadis: Betapa mulianya air ya Mi, rela melewati selokan dan akhirnya menjadi uap untuk menjadi awan dan turun sebagai air hujan dan setelah perjalanan panjang akhirnya masuk shower lagi.

 

Sang Ibu: Benar anakku, selanjutnya bukan hanya raga, jiwa yang kotor juga harus dibersihkan. Jiwa bersifat abstrak, tidak mewujud, maka pembersih jiwa juga tidak nampak. Dan membersihkan jiwa adalah  menjadi reseptif, membuka diri. Setelah jiwa bersih dari kerak dan karatan, maka hati akan bersih, kau tidak perlu mencari ‘Maitreya’, Ia akan menarik kamu. Ia bagaikan magnet.

 

Sang Gadis: Maksud Mimi, ‘Maitreya’, Mitra Dunia yang digambarkan dengan patung manusia yang badannya besar, perutnya buncit, tangannya yang satu memegang botol arak dan tangan yang satunya memegang tongkat dan bungkusan? Bukankah Papa dan Mimi di Solo meletakkan patung kayu ‘Maitreya’ di beranda?

 

Sang Ibu: Hampir sama tetapi ada perbedaan sedikit. Yang di Solo tersebut patung Buddha Ketawa. Perut buncit itu maknanya kalau tertawa sepenuhnya dari perut, tertawa yang tulus dan perut buncit juga menandakan kepuasan dan kelimpahan. Ia mabuk ‘kesadaran’ dan bungkusan dan tongkat bermakna kepemilikan dia sangat minim. Ia telah memilih untuk berada kembali ke pasar dunia. Ia tidak akan menjauhkan diri dari keramaian. Keberadaannya di dunia merupakan anugerah.

 

Sang Gadis: Mi, aku dengar siapa pun yang bertemu dengannya akan ikut memperoleh pencerahan. Ia menyebarkan virus kesadaran. Kehadiran dia dalam kehidupan kita akan membantu terjadinya peningkatan kesadaran.

 

Sang Ibu: Seorang ‘Maitreya’ adalah seorang ‘Avalokiteshvara’, Yang Mendengarkan Jeritan Kita. Ia menunda nirwana demi kita. Jika bertemu dengan ‘Maitreya’ bergembiralah, berbahagialah! Sentuhan kasih Dia, Senyuman Dia dapat mengantar ke Puncak Bukit Kesadaran Murni.

 

Sang Gadis: Terima kasih Mi, mengingatkan bukan hanya raga yang harus dibersihkan, jiwa pun harus dibersihkan juga. Mimi dan Papa banyak berubah setelah bertemu Guru.

 

Sang Ibu: Seorang murid hendaknya menerima seorang Guru sebagai Utusan dari Yang Maha Kuasa. Sesungguhnya Yang Maha Kuasa mengutus Guru untuk memandu murid. Semoga kita semua mendapat ‘blessing’ Guru. Bagiku Guruku adalah ‘Maitreya’.

 

Sang Gadis: Terima kasih Mimi, terima kasih Guru, terima kasih ‘Maitreya. Namaste’, aku menghormati Dia yang bersemayam dalam dirimu.

 

 

http://www.anandkrishna.org/oneearthmedia/ind/

http://triwidodo.wordpress.com

Februari 2009.

Share on FacebookTweet about this on TwitterShare on Google+Email this to someone