Manusia yang selalu menuruti keserakahan nafsunya dapat digambarkan sebagai Hiranyakasipu. Dia mempunyai obsesi menjadi penguasa abadi yang tidak bisa mati. Brahma, Kekuatan Mencipta mengatakan bahwa dia sendiri pun tidak abadi, dia tunduk kepada Dia yang tak terjelaskan yang merupakan awal dan akhir kehidupan. Dengan referensi yang ada dalam otaknya, Hiranyakasipu telah meminta bahwa tidak ada satu pun ciptaan yang menjadi penyebab kematiannya. Tidak ada senjata yang bisa membunuhnya. Sepanjang hari dan sepanjang malam dia tak bisa mati. Manusia tak bisa membunuhnya. Binatang juga tak bisa membunuhnya. Dia tak bisa mati di bumi maupun di langit. Bagi dia keadaan itu sama dengan hidup abadi. Dan, permintaan itu dikabulkan Brahma.
“Keberadaan” sebagai fasilitator atau katalisator penciptaan
Keberadaan tidak mencipta, tetapi Dia sebagai fasilitator dan katalisator penciptaan. Dia tak dapat disalahkan atas ketidakbaikan sifat ciptaan. Kesalahan itu sepenuhnya menjadi tanggung jawab yang membuatnya. Di dalam diri manusia juga ada keinginan mencipta. Tetapi ciptaan tersebut hanya dapat terjadi kalau prosesnya mengikuti hukum alam. Bapak dan ibu sebenarnya hanya mempertemukan sperma dengan telur. Proses dari satu sel telur yang telah dibuahi berkembang menjadi banyak sel yang menjadi organ tubuh seperti mata, otak dan lain-lain adalah proses alam. Yang membuat air ketuban dan placenta untuk memelihara janin adalah alam, bukan ibunya.
Bayi tabung bahkan kloning pun hanya memproses sebuah sel hidup, akan tetapi perkembangan menjadi hewan dan manusia mengikuti mekanisme alam. Konon pada zaman dulu teknologi sudah sangat maju. Sperma Pandu Dewanata termasuk lemah, akan tetapi tetapi Dewi Kunti telah mendapat ilmu dari Resi Durwasa, dia memproses unsur udara, “Vayu” dengan dirinya dan lahirlah Bhima. Sewaktu masih perawan, Dewi Kunti pernah mencoba menggunakan unsur matahari, “Surya” dan lahirlah Karna. Dewi Gendari melahirkan segumpal daging dan para “scientist” membuat nya menjadi kloning seratus manusia Korawa. Tak ada yang baru di atas langit, semuanya hanya pengulangan dengan perubahan “setting” panggung dan pemeran. Kelahiran Balarama, atau Baladewa dari Bunda Rohini adalah pemindahan sel telur hasil pembuahan Vasudewa dengan Dewaki yang dipindah ke rahim Rohini. Dan Kamsa yang pongah tak tahu bahwa para “scientist” pada zaman itu telah menemukan hal-hal yang di luar akalnya.
“Mind” bekerja menurut referensi yang pernah ada di otaknya. Memang ada proses asosiasi dan imaginasi, akan tetapi sulit membayangkan sesuatu yang tak ada dalam referensinya. Konon, ketika kapal Columbus mendarat di Amerika , penduduk setempat tidak mengenal kapal yang mendarat, karena belum ada referensi apa pun tentang kapal. Baru setelah ada manusia turun, mereka mencoba mengenalinya. Kaum agamawan zaman dulu pernah menentang habis-habisan pendapat Galileo yang mengatakan bahwa bumi berputar mengelilingi matahari. Karena referensi di otak mereka baru berdasar indera penglihatan yang melihat matahari muncul di timur dan bergerak ke barat.
Kesewenang-wenangan Hiranyakasipu
Kesewenang-wenangan adalah salah satu bentuk keserakahan dalam hal kekuasaan. Apabila seorang diktator hanya menguasai satu kerajaan, satu negara atau suatu perusahaan, maka Hiranyakasipu telah menjadi penguasa tiga dunia. Luar biasa. Hitler, Musolini, Gengish Khan, Aleksander Agung masih menguasai beberapa negara dan ingin menguasai satu dunia. Seorang konglomerat mungkin menguasai banyak perusahaan dan ingin menguasai jauh lebih banyak lagi, tapi belum menguasai satu dunia.
Property addict, drug addict, sexual addict intinya sama, dosisnya selalu minta nambah. Dan itu semua karena “mind” yang tak terpuaskan. “Mind” yang kenal puas itulah Hiranyakasipu, Raksasa dalam diri manusia. Sampai kapan puasnya? Dalam buku ATISHA Melampaui Meditasi untuk Hidup Meditatif, Anand Krishna, Gramedia Pustaka Utama, 2003 diuraikan tentang “Three Objects, three poisons, three seed of virtue”. Ibarat mobil, “mind” hanya punya tiga gigi, suka – tidak suka – dan cuwek. Selama ini yang dikerjakan “mind” hanya tiga pekerjaan itu. Dikuasai “mind” kita jadi budaknya. Bebaskan diri anda dari “mind” dengan membuat ketiga pekerjaannya sebagai tiga landasan kebijakan. Suka – sukailah kesadaran. Tidak suka – tidak sukailah ketidaksadaran. Cuwek – cuweklah terhadap yang menghujat anda.
Hiranyakasipu paling benci dengan Visnu, Sang Pemelihara. Dia telah membunuh saudaranya, Hiranyaksa yang mau menelan bumi, yang serakah dalam mengeksploitasi bumi. Dalam diri kita pun ada Sang Pemelihara kehidupan, yang tetap bekerja ketika kita tidur lelap dan “mind” berhenti. Proses pernapasan, proses pencernaan, proses denyutan jantung adalah kerja Sang Pemelihara.
Sang Prahlada
Kayadhu adalah istri Hiranyakasipu yang saleh. Dia memahami karakter yang tidak baik dari suaminya. Oleh karena itu dia betul-betul menjaga kesalehan ketika dia mulai hamil. Kayadhu hanya makan makanan baik, hanya berbuat baik, dan selalu berdoa dan memberi persembahan yang baik. Kayadhu punya “Power of the Will”, kemauan yang keras. Dia punya “Power of Knowingness”, pengetahuan bahwa bayi dalam kandungan akan terpengaruh tindakan ibunya. Bukan hanya jenis makanan yang dikonsumsi ibunya, akan tetapi pikiran, ucapan dan tindakan ibunya akan menjadi pelajaran awal yang akan mewarnai bayi yang dikandungnya. Dia tahu bahwa genetik sang putra adalah perpaduan antara genetik ibu dan bapaknya. Tetapi dia yakin ada Dia Yang Maha kuasa, tidak ada hal yang musykil bagi-Nya. Selanjutnya Kayadhu mempunyai “Power of Action”, segala kemauan keras dan pengetahuannya “dilaksanakan” sehari-hari. Dan bagi seseorang yang sudah menjalankan hal demikian, Alam akan membimbingnya.
Sewaktu Hiranyakasipu bertapa, Indra datang ke kerajaan para Asura tersebut dan membunuh semua anak-anak Asura. Lebih baik dibunuh dari pada setelah besar mengacaukan dunia. Melihat Kayadhu hamil, maka dia disandera ke kediaman para Dewa. Ditunggui kelahiran putranya, anaknya akan dibunuh dan ibunya dikembalikan ke kerajaan Asura. Kayadhu begitu yakin pada Gusti, dan tak ada kekhawwatiran pada dirinya. Dan, datanglah Narada menjelaskan kepada Indra bahwa sang calon putra adalah wujud Ilahi yang akan menyelesaikan urusan sang ayah. Indra menurut, dan Kayadhu diminta tinggal di tempat Narada sampai Hiranyakasipu selesai bertapa. Kedekatan dengan seorang Master, dan keterbukaan diri seorang ibu yang hamil, membuka pintu Rahmat. Dan, lahirlah Sang Prahlada yang bijak sejak masih kecil. “Blessing in disguise” Penyanderaan Indra justru membawa berkah.
Prahlada kecil berkata kepada Hiranyakasipu, Sang Ayah, bahwa dia sudah melihat semua orang terjerat jejaring duka cita, karena khayalan tentang adanya “aku” dan “milikku”. Apakah kita dapat memiliki angin? Apakah kita dapat menyimpan sinar matahari? Apakah kita dapat mengurung sinar bulan di dalam kamar kita? Nikmatilah udara segar dan angin sepoi-sepoi . Silakan berjemur di bawah sinar matahari atau menikmati cahaya purnama, tetapi janganlah sekali-kali berusaha untuk memiliki, lebih-lebih untuk memonopoli mereka. Kata-katanya menyinggung perasaan Hiranyakasipu yang ingin memiliki dan memonopoli segalanya.
“Aku akan meninggalkan semuanya sehingga aku bisa menemui Dia, “sangkan paraning dumadi”, asal dan tujuan hidup. Beban keterikatan pada dunia inilah yang menghalangiku menemui-Nya. Hiranyakasipu sangat marah dan selalu mencarikan guru baru bagi anaknya, akan tetapi dia tetap tidak berubah pendapatnya. Pada akhirnya muncul kemarahan Hiranyaksipu. Hiranyakasipu hanya mengasihi putranya kalau sang putra patuh kepadanya.
Ada pertimbangan matematika, masih memakai logika akal. Orang memukul dibalas memukul adalah berdasar logika matematika dari otak kiri. Bila dia memaafkan maka dia telah melampaui “mind”. Orang yang mempunyai sifat kasih melampaui “mind”. Seorang anak minta warisan dan mau hidup mandiri. Dia pulang dalam keadaan tangan kosong. Kalau berdasar logika, dia akan dibiarkan, sudah menjadi resiko dia. Tetapi tak ada orang tua seperti itu. Dia akan memaafkan. Seandainya orang bisa mengasihi semua makhluk dan menganggap semuanya “anakku”, semuanya “sahabatku” alangkah damainya hidup ini. Orang bisa tergerak melihat wanita cantik, berdasar “mind”-nya. Tetapi kalau dia mengasihi semua makhluk, dia akan merenung, “Gadis ini seperti anakku, wanita cantik itu seperti ibuku maka tak akan ada proses kimia tubuh karena “passion”, nafsu yang ada adalah “compassion”, kasih.
Prahlada bertindak bukan untuk kenikmatan pancaindra. Dia selaras dengan anjuran buku THE GITA OF MANAGEMENT, Panduan bagi eksekutif muda berwawasan modern, Anand Krishna, Gramedia Pustaka Utama, 2007. Dia bertindak untuk “Sang Aku Sejati”, untuk Dia yang bersemayam dalam diri setiap makhluk. Untuk mencapai kesempurnaan dalam persembahan nya, dia meningkatkan obyek penyembahan dan persembahan. Sebagai anak kecil pun dia berkarya demi bangsa dan negara Asura, demi dunia, demi kelestarian alam, dia telah berbuat apa yang semestinya dibuat oleh setiap makhluk hidup, oleh setiap orang. Dia telah memproklamasikan dirinya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari Semesta! Maka, sejak saat itu, Semesta akan melindunginya. Dia menjadi tanggung jawab Alam semesta. Seandainya kita berkarya seperti yang dilakukan Prahlada, maka Alam Semesta pun akan melindungi kita.
Akhirnya Prahlada hampir dibunuh oleh Hiranyakasipu. Prahlada berkata kepada Bapaknya: “Tidak ada musuh yang lebih besar dibanding pikiran yang tak terkendalikan. Tundukkan pikiran Ayahanda. Tuangkan ketenangan hati ke dalam pikiran Ayahanda!” Tetapi Sang Ayah malah semakin marah. Prahlada melanjutkan,“Tuhan berada dimana-mana!” Dalam kemarahannya Hiranyakasipu berkata: “Coba lihat apakah Dia berada dibalik tiang istana ini!”katanya sambil merobohkan tiang tersebut. Tiba-tiba di depannya berdiri Narasimha. Tubuh bagian atas berwujud singa, sedang bagian bawah manusia; bukan manusia bukan hewan; tidak memakai senjata tetapi mempunyai cakar; saat itu tidak malam tidak siang, senja; bukan di dalam rumah dan bukan diluar rumah, tapi di ambang pintu; tidak di langit tidak dibumi tetapi dipangkuan Narasimha. Dan, Hiranyakasipu sadar kematiannya sudah tiba. Narasimha adalah Wujud Ilahi sebuah Kemarahan. Wujud untuk menyelamatkan “bhakta”-nya.
Energi Alam Semesta
Prahlada bertindak demi Kebenaran , maka energi yang dimilikinya luar biasa, tak ada rasa takut dalam dirinya. Ada seorang Guru Sekolah Dasar yang mengajar demi mencari sesuap nasi dan dia pun sebetulnya tidak begitu menyukai pekerjaannya. Ada seorang Guru yang lain yang menguasai ilmu belajar-mengajar dan bekerja secara profesional. Kemudian ada seorang Guru yang lain lagi, yang berpendapat bahwa tugas mengajar murid Sekolah Dasar ini adalah Panggilan Nurani, Sang Guru ingin membentuk kader-kader bangsa, pekerjaan mengajar merupakan persembahan Sang Guru kepada Ibu Pertiwi. Dengan mengheningkan diri sejenak, kita semua dapat merasakan bahwa energi yang paling besar dimiliki oleh Guru Sekolah Dasar yang terakhir.
Samudera sangat luas, langit, ruang angkasa sangat luas, alam semesta mempunyai karakter yang luas. Niat , tujuan, wawasan yang sempit tidak selaras dengan alam semesta. Berniat, bertujuan, berdharma-bhakti tanpa pamrih, tidak membeda-bedakan, tidak pilih kasih selaras dengan alam semesta dan energi alam semesta akan mendukungnya. Bertindak berani penuh kejujuran, bertindak berani atas dasar kebenaran selaras dengan alam semesta dan energi alam semesta pun akan menunjangnya.
Terima Kasih Guru. Semua berkat Rahmat Guru.
Jay Gurudev!
http://www.anandkrishna.org/oneearthmedia/ind/
http://triwidodo.wordpress.com
Mei 2009.