Selama pancaindra dikuasai pikiran, dikuasai oleh apa yang disebut upaadhi atau conditioning, maka Kebenaran akan tampak terbagi-bagi, terpecah-belah. Tampak banyak, padahal satu adanya. Upaadhi berarti “program” yang sudah berubah menjadi kebiasaan. Dari kecil kita diprogram untuk mempercayai berbagai hal. Beranjak dewasa, kita mulai kritis. Banyak hal tidak masuk akal, tetapi kita sudah terlanjur diprogram untuk mempercayainya. Karena itu terjadilah konflik di dalam diri. Kita bingung sendiri, “Mana dan apa yang harus dipercayaai, pemahaman kita saat ini atau kepercayaan yang sudah ditanam oleh orang tua, masyarakat, dan sistem pendidikan kita? Banyak orang terperangkap dalam permainan lama: menolak conditioning lama, masuk conditioning baru pun akan membuat kita tetap jauh dari Kebenaran. *1 Atma Bodha
Pergolakan batin Raja Prachinabarhis
Raja Prachinabarhis terhenyak, isi dadanya bergolak, kisah yang didengarnya dari Resi Narada merasuk ke dalam benaknya, mencabut akar-akar pikiran lama, sebuah proses yang bergejolak dan membingungkannya. Akan tetapi, semakin larut dalam kisah, dirinya menjadi semakin tenang, batas cakrawala meluas dan butiran-butiran air mata menetes tak terkendali. Rasa haru yang menyesak dalam dada dan rasa syukur telah bercampur aduk dan membuat dirinya menyatu dalam kisah yang disampaikan Resi Narada. “Selama ini aku telah melakukan sebuah kesalahan. Berkat rahmat Resi Narada, aku menjadi paham. Aku akan segera mengubah arah hidup dan segera kembali menapaki jalan yang benar. Terima Kasih Guru, aku bersujud kepada Dia yang ada dalam dirimu.”
Raja Prachinabarhis mengingat-ingat kejadian sebelumnya, “Aku telah melihat bahwa manusia terperangkap dalam jaring perekat pikiran dan perasaan: mencintai anak, istri, rumah, kekayaan, kerajaan dan lain-lainnya tanpa henti, tanpa terasa sampai sakaratul maut menjemput. Sebuah masa kehidupan yang terbuang sia-sia. “
Hubungan kita dengan dunia saat kelahiran sangat minim. Satu-satunya hubungan penting saat itu hanyalah hubungan dengan ibu, atau dengan siapa saja yang berperan sebagai ibu. Perekat kita dengan dunia saat itu hanyalah kasih ibu. Kemudian kita menambah perekat-perekat baru. Akhirnya terperangkap oleh perekat-perekat ciptaan kita sendiri. Adakah kebenaran di balik perekat-perekat ini? Adakah sesuatu yang lain, sesuatu yang lebih berarti, bermakna di balik hubungan-hubungan kita yang semu? Orang tua bisa wafat, pasangan hidup bisa menceraikan, anak dan saudara bisa pisah rumah. Kawan bisa berubah menjadi lawan. Is there anything more to life? *2 Bhaja Govindam
Oleh karena itu dirinya melakukan upacara ritual terus menerus tanpa henti. Tak ada pikiran yang menyangkut di benak dia, kecuali berbagai acara ritual berkepanjangan. Kisah Narada telah menyadarkannya, bahwa dirinya telah mengubah pola pikiran lama dan membuat pola pikiran baru yang ternyata masih menghasilkan kesia-siaan juga.
Komentar Resi Narada mengharu-biru benaknya, “Kamu tidak dapat mengakhiri penderitaan dengan ritual-ritual ini. Ingat sudah ribuan binatang kau korbankan, mereka sedang menunggu dirimu meninggal dunia. Kala kau memasuki dunia yang lain, ribuan binatang itu akan membalas menyobek dirimu dengan tanduk-tanduk baja mereka. Sekarang coba dengarkan dongeng yang akan kusampaikan kepadamu.”
Kota Boghawati
Namanya saja dongeng, maka otak si pendengar tidak melakukan perlawanan seperti apabila otak diserang oleh pemahaman baru. Sebuah pemahaman baru akan dibandingkan dulu dengan referensi yang sudah ada dalam perpustakaan pikiran. Bahkan otak pun bisa melindungi, mempertahankan diri agar tidak terpengaruh oleh pemahaman baru. Tetapi dongeng adalah suatu hal yang ringan, yang santai dan akan dibiarkan merasuki pikiran tanpa perlawanan berarti. Si pendengar dongeng menjadi terbuka, reseptif dan ternyata dongeng dari sang resi dapat mempengaruhi pola pemikiran yang sudah lama terbentuk sebelumnya.
Raja Prachinabarhis kemudian larut dalam dongeng sang resi tentang Raja Puranjana. Setiap kalimat dari kisah tersebut menembus batinnya, diterima, dibiarkan meresap dalam dirinya. Kisah tersebut memerangi pendapat lama yang mencoba bertahan, akan tetapi tanpa pertahanan yang berarti. Praktis pola pemikiran dirinya sudah berubah.
“Pada suatu waktu, ada seorang raja terkenal bernama Puranjana. Dia mempunyai sahabat bernama Awijnata, ‘yang tak diketahui’. Sang raja sedang mencari tempat tinggal yang sesuai seleranya dan menemukan sebuah kota bernama Boghawati, ‘kota kesenangan’. Kota tersebut mempunyai sembilan gerbang untuk memenuhi kebutuhan penduduk kota. Kota tersebut juga dijaga oleh sepuluh penjaga dan seekor ular berkepala lima yang selalu melindungi seorang gadis yang amat menawan.”
Tak sabar Puranjana bertanya asal-usul sang gadis. Sang gadis nan ayu menjawab, “Aku tak tahu orang tuaku siapa. Aku hanya tahu bahwa aku telah berada di sini. Aku juga tidak tahu siapa yang membangun kota ini. Mereka yang berada di sekeliling diriku adalah sahabat-sahabatku, mereka menjaga diriku di kala aku sedang tidur. Selamat datang di kotaku, seseorang akan mendapat banyak harta dan kenikmatan dalam kota ini. Masuklah dan tinggal di sini.”
Akhirnya sang raja tinggal di kota tersebut dan gadis tersebut diambilnya sebagai isteri. Puranjana lupa akan waktu dan larut dalam keasyikan hidup di kota Boghawati bersama isterinya.
Pada suatu hari setelah berburu, Puranjana mencari sang istri. Seorang dayang-dayang memberitahukan bahwa sang permaisuri sedang tidak berbahagia dan merenung di taman.
Sang raja menemui dan bertanya, “Siapa yang mengganggumu isteriku? Saya akan menghukumnya.” Sang isteri membalas dengan kemanjaan, “Kakanda sering melupakan adinda, hanya memburu kesenangan pribadi seperti pergi berburu.”
Kemudian sang raja mendekati sang istri dan selanjutnya mereka berdua larut dalam kebahagiaan. Mereka selalu berdua siang dan malam. Mereka lupa waktu sehingga mereka dikaruniai seratus sepuluh putri dan seribu seratus putra. Putri dan putra mereka, semuanya kawin dan menurunkan keturunan. Sang raja terlibat dalam upacara ritual pengorbanan hewan tak berdosa saat kelahiran dan saat perkawinan putra-putrinya.
Chandavega dan putri sang kala
Mendengar kisah Narada, Raja Prachinabarhis mulai menyadari betapa selama ini, dirinya larut dalam ritual penyembelihan hewan korban, tindakan yang tak berguna. “Resi teruskan kisahmu, tak tahan diri ini untuk mendengar kelanjutan kisah Raja Puranjana!”
Resi Narada tersenyum dan melanjutkan, “Raja Puranjana asyik dengan kenikmatan dunia yang didapatkan di kota Boghawati dan lalai bahwa ada pemimpin perampok bernama Chandavega yang selalu menunggu kesempatan menghancurkan kotanya. Chandavega mempunyai tiga ratus enam puluh pengawal yang kuat berwarna putih dan wanita pasangan pengawal berwarna hitam yang berjumlah tiga ratus enampuluh juga. Keamanan kotanya memang dijaga ular perkasa berkepala lima, tetapi dengan berjalannya sang waktu, sang ular penjaga pun semakin tua dan lemah. Puranjana sadar, pada suatu hari akan tiba saatnya kotanya jatuh dan dikuasai Chandavega. Sang raja bingung, karena tidak pernah berpikir bahwa suatu saat kotanya akan hancur juga. Dia mulai muak terhadap kenikmatan duniawi dalam kotanya. Isteri dan anak keturunannya pun tidak peduli tentang ancaman nyata yang akan tiba. Rasa jenuh menghantui dirinya.
Nikmatilah dunia ini, nikmatilah sepenuhnya. Nikmati sampai titik jenuh – begitu kenyang, sehingga merasa mual dan muak. Lantas Anda akan mulai bertanya pada diri sendiri, “Apa lagi? ”Dan pertanyaan ini dapat menjadi pemicu bagi peningkatan kesadaran dalam diri Anda. Selama kita masih puas dengan keadaan di sekitar kita, peningkatan kesadaran tidak akan terjadi. Selama itu, kita masih sepenuhnya berada pada tingkat kesadaran terbawah. Saya sengaja tidak menggunakan istilah terendah – bukan terendah, tapi terbawah. Kesadaran awal manusia adalah kesadaran Muladhar – kesadaran mendasar. Kesadaran ini yang membuat kita membumi, sangat realistis, dan logis. *3 Kundalini Yoga
Resi Narada tiba-tiba mengalihkan cerita, “Sang Kala adalah waktu yang selalu tampil prima, dia mempunyai putri yang ditakuti manusia yang disebut Durbagha, ‘yang sial’. Seorang pria bernama Bhaya, ‘sang kecemasan’ menemui sang putri dan berkata, “Saya mempunyai mempunyai calon suami untukmu, namanya Prajvara, ‘kecemasan yang mematikan’. Kawinlah dengan Prajvara, dan kalian berdua dapat menyusup ke diri seseorang untuk menjatuhkannya.” Kemudian sang putri kawin dengan Prajvara dan berhasil menyusup ke dalam kamar Raja Puranjana.
Raja Puranjana sadar, ada dua musuh utamanya, Chandavega yang menghancurkan kotanya dan Durbagha beserta Prajvara yang langsung menyerang dirinya. Dirinya diliputi kecemasan yang nyata. Ada ketidakrelaan dalam dirinya untuk meninggalkan kota penuh kenikmatan. Saat dirinya takluk kepada Durbhaga dan Prajvara, dia melihat kotanya dihancurkan Chandavega. Kesedihan menyelimutinya kala dirinya diusir dari kota dan melihat Prajvara membakar kota.
Karena Raja Puranjana tetap ingat akan istri dan kotanya, maka dia dilahirkan lagi sebagai putri raja Vidharba. Beruntung dia kawin dengan seorang raja yang bijaksana dan mempunyai satu putri dan tujuh putra. Suaminya adalah seorang pemuja Narayana dan spiritualitas dirinya meningkat.
Kala suaminya meninggal dan dirinya sedang menyiapkan ritual pembakaran dirinya, seorang brahmana datang dan berkata, “Kamu ingat saya?”
Dirinya mulai ingat siapa brahmana yang menyapa dirinya. “Saya adalah sahabatmu yang paling dekat, Avijnata. Pada waktu itu kau tertarik masuk Kota Boghawati, kamu melupakan alam keilahian. Beruntung, kamu lahir lagi, mempunyai suami yang taat kepada Tuhan yang dapat mempengaruhi dirimu sehingga kesadaranmu meningkat dan bisa bertemu kembali denganku.”
Penjelasan ‘perlambang’ oleh Resi Narada
Sang Raja Prachinabarhis kembali meminta penjelasan kepada Resi Narada, “Resi, kami merasa kisah Raja Puranjana ini ada hubungannya dengan diriku, tolong kami diberitahu, kami sudah tak sabar ingin mendengar penjelasan resi, siapakah sebenarnya Puranjana itu?”
Narada menjelaskan: “Puranjana adalah pembuat pura, pembuat kota, pembuat raga yang disebut jiwa. Sang jiwa melupakan sahabat abadi Avijnata, atau Narayana. Jiwa merasa bahwa raga atau Kota Boghavati, ‘tempat menikmati kesenangan’ adalah tempat terbaik. Kota atau raga tersebut memiliki dua tangan, dua kaki dan sembilan lubang. Sang gadis yang menawan adalah pikiran, mind. Sepuluh sahabat laki-laki dan wanita pasangannya adalah panca indera dan fungsi dari panca indera tersebut. Sang jiwa merasa dapat menikmati lewat indera-inderanya.
Sembilan gerbang kota adalah dua mata, dua lubang hidung, dua lubang mata, dua alat ekskresi dan satu lubang mulut. Lewat lubang-lubang ini sang jiwa memuaskan diri. Ruangan dalam tempat bercengkerama dengan sang istri adalah hati. Sang jiwa meskipun merasa bebas dan tak terganggu, merasa dapat bertindak, akan tetapi sang jiwa selain menikmati juga mengalami penderitaan.
Banyak orang yang beranggapan bahwa mind adalah non-materi. Kemudian, non-materi itu dianggap “spiritual”, maka untuk mengembangkan spiritualitas, mereka semua sibuk mengembangkan mind. Dalam hal ini, Shankara sangat jelas. Jeeva atau jiwa masih merupakan kesadaran ilusif, masih mind, masih ego. Dan, selama kesadaran ilusif itu masih ada, manusia tak akan bebas dari rasa takut. *1 Atma Bodha
Yang menuntut kenikmatan indra adalah mind. Keinginan, keterikatan dan apa yang kita anggap cinta selama ini, semua adalah expression of mind, ungkapan-ungkapan mind. Sifat-sifat dasar manusia juga berkaitan erat dengan mind. Sifat tenang, sifat aktif dan sifat malas lahir dari rahim mind. Melampaui ketiga sifat itu berarti melampaui mind. Atau sebaliknya, melampaui mind berarti melampaui ketiga sifat dasar itu. *4 Narada Bhakti Sutra
Sang Ular pengawal kota berkepala lima adalah ‘Prana’ yang mengawal kehidupan manusia.
Etheric-Body ini terbuat dari 5 Praana. Praana, di sini, lebih tepat bila diterjemahkan sebagai kekuatan, energi. Yang pertama disebut Praana juga. Inilah Energi Murni di dalam diri manusia. Setiap kali Anda menarik napas dan membuang napas, terciptalah energi. Energi ini disebut Prana. Kedua disebut Samana. Tetap dihasilkan oleh napas, tetapi khusus untuk membantu pencernaan. Lalu, sebagai hasil pencernaan terciptalah Ojas atau Tejas…..Ketiga adalah Vyana, energi yang membantu Ojas dan Tejas hasil pencernaan, serta prana hasil napas , menyebar ke seluruh badan. Sarana yang digunakannya adalah pembuluh darah dan jaringan saraf….. Keempat adalah Apana, yaitu energi yang mendesak kotoran-kotoran di dalam Udana badan agar keluar. Ketika Anda membuang napas misalnya, CO2 membutuhkan dorongan Apana untuk keluar lewat hidung atau mulut. Ketija Anda membuang air besar atau air kecil, atau bahkan mengeluarkan kentut, yang berperan adalah Apana.… Kelima Udana, yaitu energi yang mendesak soul atau roh keluar dari badan, adalah energi yang paling penting. Sebab energi Prana dan lain-lain bisa berjalan sendiri, bisa berkembang sendiri. Sebaliknya, energi Udana harus dikembangkan. Bila tidak, saat kematian kita akan menderita. Sulit bagi roh untuk keluar dari badan. *1 Atma Bodha
Chandavega adalah lama waktu satu tahun. Ke 360 pengawal laki-laki dan perempuan adalah siang hari dan malam hari. Bhaya adalah kecemasan yang menyerang jiwa atau mind. Putri sang kala yang kawin dengan Prajvara adalah kecemasan fatal di saat kematian tiba……
Walau sang jiwa sudah diusir dari raga yang telah hancur, dia masih teringat akan kenikmatan ragawi, sehingga dia dilahirkan kembali. Beruntunglah sang jiwa setelah lahir kembali menjadi putri raja Vidharba, dia mendapatkan suami yang baik, sehingga kesadaran datang dan akhirnya dapat bertemu kembali dengan sang Avijnata, Narayana yang sebetulnya selalu bersamanya, tetapi terabaikan karena keasyikan dengan panca indera dan sang raga.
Selama organ-organ tertentu dalam tubuh kita masih dapat berfungsi, kita dianggap masih hidup. Dalam keadaan pingsan atau koma, kita masih juga dinyatakan hidup, karena adanya jantung yang masih berdebar dan organ-organ lain yang juga masih berfungsi. Apa yang sebenarnya terjadi pada saat kematian? Sang Ego meninggalkan badan kasat. Badan kasat ini tidak dapat berfungsi tanpa ego, dan ia dinyatakan mati. Tergantung pada tingkat kesadaran kita pada saat kita mati, ada beberapa kemungkinan yang dapat terjadi. *5 Reinkarnasi
‘Perlambang’ lainnya dari Resi Narada
Raja Prachinabarhis kembali mohon kepada Narada, “Resi mohon dijelaskan perihal jiwa yang tidak menyadari ancaman yang sedang menyergapnya, karena kelengahannya dalam menikmati dunia.”
Resi Narada tersenyum dan merasa berbahagia, “Baik, akan kuambil contoh yang berbeda. Ada seekor rusa yang asyik merumput di padang rumput luas nan subur. Tetapi sang rusa tak sadar akan bahaya adanya serigala yang berada tak jauh di depannya yang siap menerkamnya sewaktu-waktu. Sang rusa juga tak pernah sadar bahwa di belakangnya juga ada seorang pemburu yang sudah membidikkan anak panahnya kepada dirinya. Demikianlah, manusia yang mabuk kesenangan dunia lalai akan bahaya yang selalu mengancamnya.”
Raja Prachinabarhis langsung bersujud mencium kaki Resi Narada dan membasahi kaki sang resi dengan air matanya. Terima kasih Guru, kisah tersebut telah membuka hati nurani hamba.”
“Wahai Raja, kisah ini adalah Brahmavidya, pengetahuan tentang keilahian.”
Jiwa yang masih belum bebas masih terkurung, bahkan tidak dapat membayangkan kebahagiaan apa yang dimaksud. Bagaikan narapidana seumur hidup atau mereka yang sedang menunggu hukuman mati, kita pun sudah lupa arti kebebasan. Yang kita kejar saat ini hanyalah kesenangan-kesenangan tak berarti dalam bui. Kita sudah terbiasa hidup dalam penjara. Meski terbelenggu konsep-konsep keliru, dan terpenjara oleh tradisi-tradisi yang memperbudak jiwa—kita tetap tidak sadar. Perbudakan pun kita anggap pengabdian. Kita tuduh orang lain sebagai pemuja berhala, padahal diri sendiri masih memuja konsep. Ya, yang kita anut selama ini hanyalah konsep orang tentang ajaran agama. Kita belum berani memaknai sendiri ajaran agama. *2Bhaja Govindam
Melampaui dualitas dan hukum-hukum yang bekerja dengan prinsip dualitas adalah tujuan hidup manusia. Mereka yang masih terpengaruh oleh maya akan selalu hidup dalam dualitas. Hidup mereka akan selalu terombang-ambing antara dua kutub suka dan duka, pasang dan surut, pagi dan malam, baik dan buruk, kelahiran dan kematian. Siklus ini sangat menjenuhkan. Setelah beberapa ribu kali mengalami kelahiran dan kematian, manusia mulai merasa jenuh. Baru muncul keinginan dalam dirinya untuk melampaui maya, untuk melampaui kelahiran dan kematian, untuk melampaui hukum dualitas. Maya, berarti ilusi atau avidya – ketidaktahuan, kebodohan, ketololan, ketidaksadaran. Ketidaktahuan ini tidak bisa diatasi dengan analisis intelektual, tetapi hanya dengan suatu pengalaman pribadi, yaitu nirbikalpa samadhi, meditasi.
Terima kasih Guru, semua terberkati oleh-Mu. Sebenarnya bukan kami yang menulis, kejernihan pikiran Guru menjiwai tulisan ini, tentunya sesuai dengan tingkat perkembangan pemahaman kami. Jay Gurudev!
Namaste.
Keterangan:
*1 Atma Bodha Atma Bodha Menggapai Kebenaran Sejati Kesadaran Murni dan Kebahagiaan Kekal, Anand Krishna, PT Gramedia Pustaka Utama, 2001.
*2Bhaja Govindam Bhaja Govindam Nyanyian Kebijaksanaan Sang Mahaguru Shankara, Anand Krishna, Gramedia Pustaka Utama, 2004.
*3 Kundalini Yoga Kundalini Yoga, dalam hidup sehari-hari, Anand Krishna, PT. Gramedia Pustaka Utama, 1999.
*4 Narada Bhakti Sutra Narada Bhakti Sutra, Menggapai Cinta Tak Bersyarat dan Tak Terbatas, Anand Krishna, Gramedia Pustaka Utama, 2001.
*5 Reinkarnasi Reinkarnasi Melampaui Kelahiran Dan Kematian, Anand Krishna, Gramedia Pustaka Utama, 1998.
http://www.anandkrishna.org/oneearthmedia/ind/
http://triwidodo.wordpress.com
http://id-id.facebook.com/triwidodo.djokorahardjo
Agustus 2009.