August 11, 2009

Kali Yuga Zaman Kegelapan

Orang yang terlalu cepat dan terlalu sering tergoda adalah orang yang berkeinginan banyak. Kadang ia tergoda oleh uang; kadang oleh janji ‘surga’ dan kenikmatan di sana; kadang ia menginginkan ketenaran di dunia; kadang ia mengharapkan kedudukan di alam sana. “Sedikit demi sedikit”, kata Shankara, “Sang Kala merampas nyawamu, tetapi keinginanmu tetap saja setinggi gunung.” Bahkan ketinggiannya bertambah bersama usia. Padahal usia yang bertambah, seharusnya membuat kita sadar akan ‘sisa waktu’ yang kita miliki. *1 Bhaja Govindam

Pergolakan batin Raja Parikesit

Hanya Resi Shuka, putra Bhagawan Abhiyasa yang dapat menenteramkan dirinya. Kisah yang disampaikan Resi Shuka membangkitkan kasih di dalam diri. Dan, Raja Parikesit sedang merenungi perjalanan hidupnya…….

Kakek Yudistira telah menobatkan dirinya sebagai maharaja pengganti kakeknya. Kakeknya berpesan bahwa sang kakek hanya akan hidup di dunia sepanjang Gusti yang mewujud sebagai manusia untuk menumpas kejahatan masih hidup. Sri Krishna yang Agung telah menyelesaikan tugasnya di dunia. Dan, Kakek Yudistira dan semua saudaranya telah melepaskan diri dari ikatan dunia. Tugas dirinya sebagai generasi penerus adalah melanjutkan memimpin dunia.

Bukan hanya kerabat kakeknya saja yang merasa kehilangan, Raja Parikesit juga dapat merasakan sedihnya Bunda Bumi ditinggal Sri Krishna. Seorang Avatara membuat Bunda bumi merasa bahagia. Manusia di atas permukaan bumi dipandu sang Avatara untuk menghormati lingkungan. Manusia di atas permukaan bumi dipandu sang Avatara untuk menyadari bahwa semua ciptaan sejatinya merupakan satu kesatuan. Satu bumi, satu langit dan satu kemanusiaan. Para pelaku adharma diibaratkan kanker yang merusak tubuh kesatuan, dan demi keseluruhan tubuh, maka kanker tersebut harus diangkat. Sang Avatara mengembalikan kesehatan dunia.

Perginya Sri Krishna, bagi Bunda Bumi adalah kehilangan yang nyata, dan Raja Parikesit melihat bahwa kondisi Bunda Bumi seperti keadaan seekor sapi yang kurus kering dirundung nestapa. Putra terbaiknya telah meninggalkan dia. Seakan Bunda Bumi melihat masa depan yang penuh kegelapan. Manusia akan melupakan dirinya, akan merusak dirinya, mengeksploitasi dirinya, seakan dirinya adalah benda mati yang dimanfaatkan untuk memuaskan nafsu angkara murka. Wilayah bumi akan diperebutkan raja-raja lalim demi kepuasan mereka.

Seorang yang berkesadaran sangat tinggi merupakan berkah bagi umat manusia. Auranya meningkatkan kesadaran seluruh umat manusia. Dan Sang Avatara yang berkesadaran sangat tinggi sudah pergi meninggalkan dunia..

 

Hutang-hutang manusia

Sebetulnya setiap manusia mempunyai hutang terhadap makhluk lainnya.

1.       Deva Rina, utang terhadap Dewa. Yang dimaksud adalah kemuliaan, kesadaran, pencerahan karena kata dewa berasal dari Divya, yang berarti yang mulia, yang terang, yang berasal dari cahaya. Elemen-elemen alami seperti api, air, angin, tanah dan ruang juga disebut dewa. Api membakar habis segala macam sampah. Air membersihkan. Angin dapat menyusup kemana-mana. Tanah menopang beban kita semua. Dan tanpa ruang kita tidak dapat eksis.

2.       Pitra Rina, utang terhadap leluhur, atau barangkali lebih tepat hutang terhadap keluarga. Karena keluarga adalah kontinuitas dari leluhur dan leluhur adalah keluarga. Jika kita tidak menyelesaikan utang kita terhadap keluarga, kita akan dituntut untuk menyelesaikannya terhadap keluarga yang lebih besar – dunia ini. Para Mesias dan Buddha juga meninggalkan rumah, tetapi lain mereka lain kita. Kita melarikan diri dari tugas dan tanggung jawab, sementara mereka memikul tugas dan tanggung jawab yang lebih besar.

3.       Rishi Rina, utang terhadap para bijak, atau terhadap kebijaksanaan itu. Nilai kebijakan tertinggi adalah: aku senang, kau pun harus senang. Aku bahagia, kau pun harus bahagia. Aku tidak dapat mengabaikan kepentinganmu demi kepentingan diri.

4.       Nara Rina, utang terhadap sesama manusia. Seorang manusia yang tersadarkan dapat menyelamatkan seluruh umat manusia. Siddhartha seorang diri dapat menjadi cahaya bagi seluruh dunia. Isa seorang diri dapat mengubah sejarah peradaban manusia. Muhammad seorang diri mengantar dunia ke era baru.

5.       Bhuta Rina, utang terhadap lingkungan. Kita memiliki tugas, kewajiban serta tanggung jawab terhadap kelestarian alam. Jangan mencemari air dan udara. Berhati-hatilah dengan penggunaan energi. Jangan mengeksploitasi bumi seenaknya. *2 life workbook

 

Dharma dengan satu kaki

Sepeninggal Sri Krishna, bukan hanya Bunda Bumi yang berduka, Bunda Dharma pun menghadapi masalah dalam penegakan Dharma. Dengan kewaskitaannya, Raja Parikesit seakan-akan melihat Bunda Dharma sebagai sapi berkaki satu. Kakinya yang tinggal satu pun sedang diserang oleh Sang Kala. Kaki pertama tapa, pengendalian diri sudah rusak karena manusia bertindak tanpa pengendalian diri. Kaki kedua kesucian diri dalam pikiran, ucapan dan tindakan. Kesucian pun gugur ternodai keterikatan. Kaki ketiga welas asih. Dan, welas asih pun telah musnah karena tertutup oleh hawa nafsu.

Hanya tinggal satu kaki yang bisa membuat dirinya masih tegak, yaitu kaki kebenaran. Betul-betul memasuki Zaman Kegelapan, Kali Yuga………………..

Raja Parikesit sangat marah terhadap Sang Kala yang tidak henti-hentinya berupaya menjatuhkan dharma…………………..

Bunda Bumi dan Bunda Dharma sangat berharap akan dirinya. Dan, Raja Parikesit menghela napas, “Apakah raja-raja penggantiku di seantero bumi dapat memahami kondisi ini? Banyak manusia akan lalai, tidak waspada terhadap  keadaan genting berbahaya yang tidak disadarinya.  Sang Kegelapan siap menerkamnya dari depan, dari belakang dari atas dan dari bawah dirinya bahkan dari dalam pikirannya. Sang Kala telah mengalir bersama darah dalam tubuhnya. Kebajikan dan kualitas mulia telah meninggalkan diri manusia dengan perginya Sang Avatara. “

 

Kejahatan adalah bayang-bayang kebaikan

Kebenaran yang masih dapat menegakkan Dharma pun terus dilukai dengan kebohongan oleh Sang Kala.

Seakan Kegelapan atau Kali paham akan pikiran jernih Sang Raja. Selanjutnya dia jatuh bersimpuh di depan kaki sang raja, “Hamba tahu, keturunan Arjuna tidak akan menyakiti seorang pemohon yang jatuh di kakinya.” Hamba tahu, paduka tidak ingin hamba tinggal di dalam kerajaan paduka. Paduka merasa, sekali saja hamba tinggal maka semua sahabat hamba: ketamakan, kebohongan, pencurian, kejahatan, kemunafikan, pertengkaran dan semua yang menyebabkan keburukan dan kebencian akan ikut menumpang.”

“Tetapi ijinkan kami berbicara terlebih dahulu. Paduka raja, seluruh bumi telah paduka kuasai. Gusti yang menciptakan kebaikan juga menciptakan kejahatan. Kejahatan adalah bayang-bayang kebaikan. Hamba telah diciptakan, dan hamba tetap membutuhkan ruang agar diri hamba tetap eksis. Berikan hamba tempat di paling sudut yang paling tertutup. Bagaimana pun sudah merupakan bawaan hamba untuk tetap mendatangi pintu-pintu yang dibuka sendiri oleh manusia. Para manusia yang telah mengundang hamba dan sudah menjadi kewajiban hamba untuk tidak menolak undangan mereka.

Raja Parikesit, termenung lama, “Ada benarnya juga ucapan Kali.” “Baik, kamu harus pergi kecuali manusia membuka pintu untukmu, tetapi pintu-pintu tersebut hanyalah pintu judi,   pintu mabuk, pintu zinah dan pintu pembunuhan.”

“Mohon tambahkan satu pintu lagi Paduka!”

“Baik satu pintu lagi, pintu emas, kekayaan. Emas akan menyebabkan ketamakan, kebohongan, keangkuhan, gairah, kebencian dan kebengisan.”

Kali pergi dan tertawa dalam hati, “Aku hidup selamanya, sedangkan Raja Parikesit terbatas kehidupannya. Dia lupa kondisi manusia limaribu tahun setelah kejadian ini. Hampir seluruh manusia akan kukuasai. Ada beberapa saat, kala seorang suci menebarkan dharma, aku ditinggalkan, akan tetapi tak lama sesudahnya aku akan kembali lagi. Bahkan aku pun akan merasuk dalam ajaran sang suci sehingga setelah dia tak ada ajaran-ajarannya menjadi sesat. Raja Parikesit tak akan tahu, bahwa akan banyak ajaran berkembang dan musnah selama lima ribu tahun. Dan mereka mengklaim ajaran mereka paling benar. Padahal terbukti ajaran-ajaran kuno telah ditinggalkan, demikian pula ajaran-ajaran baru tanpa pembaharuan akan menjadi kuno dan ditinggalkan juga.”

 

Pintu-pintu masuk bagi Kali

Berikut ini adalah pintu-pintu masuknya kali yang diuraikan dalam buku *1 Bhaja Govindam.

1.       Pintu Pertama, Pintu Judi

Pengaruh kali dapat mengubah apa saja menjadi perjudian. Bank-bank kita, supermall beramai-ramai memberi hadiah dengan undian. Manusia pun berharap  memperoleh ‘lebih’ daripada apa yang menjadi haknya. Harapan itu spekulasi itu apa lagi kalu bukan berjudi?

2.       Pintu Kedua, Pintu Mabuk

Pengaruh Kali masuk dalam keadaan manusia yang sedang mabuk. Bukan hanya mabuk narkoba dan minuman keras, akan tetapi mabuk harta, mabuk takhta dan mabuk wanita. Bahkan juga termasuk mabuk spiritualitas merasa paling hebat.

3.       Pintu Ketiga, Pintu Zinah

Bagi Kali, ‘perzinahan’ tidak sebatas penyelewengan yang dilakukan seseorang terhadap pasangannya. Bagi Kali, ‘zinah’ berarti memaksakan kehendak diri. Mewujudkan keinginan dengan cara apa saja. Kadang memaksa dengan cara kasar dan keras. Kadang dengan cara halus, lembut—dengan merayu dan merengek. Menaklukkan hati orang, kemudian memperbudaknya, atau mempengaruhi pikiran orang demi kepentingan diri—semua itu perzinahan, adultery.

4.       Pintu Keempat, Pintu Pembunuhan

Bagi kali, pintu keempat ini merupakan berkah tersendiri. Pembunuhan terjadi di mana-mana. Ada yang dibunuh dan ada yang bunuh diri. Ada yang membunuh orang lain, ada yang membunuh nuraninya sendiri. Tidak mendengarkan suara hati merupakan aksi pembunuhan terhadap nurani.

5.       Pintu Kelima, Pintu Emas

Pintu Harta Berlebihan. Bila uang mengalir, kali tidak mampu mempengaruhi kesadaran. Bila harta tidak mengalir, berhenti, tertimbun di suatu tempat Kali masuk. Bila harta mengalir, roda ekonomi pun akan berputar dengan baik. Harta berlebihan yang ditimbun, tidak hanya menyusahkan karena pengaruh Kali yang dapat menyeret kesadaran ke titik terendah, tetapi juga menyusahkan orang lain. Bahkan menjadi sinterklas pun, telah merampas kemandirian orang lain, karena ketergantungan mereka terhadap diri sang sinterklas.

 

Lima butir Pencerahan dari Shankara

Sebagai penutup kami mengutip  Lima Butir Penderahan dari buku * 3 Five Step Awareness. Bagaimana mempertahankan Kesadaran dalam zaman kegelapan.

1.       Pertama, kenalilah dirimu

Tanah liat di seluruh dunia berada di luar jangkauanmu. Namun, segumpal tanah liat berada dalam jangkauanmu. Dengan mengetahui sifat segumpal itu, kau dapat mengetahui sifat tanah liat secara keseluruhan, secara utuh. Dengan mempelajari sifat benda-benda yang berada dalam jangkauanmu, kau dapat mempelajari sifat Yang Tak Terjangkau. Tanah liat itu digunakan untuk membuat berbagai macam peralatan, bahkan mainan, patung dan lain sebagainya. Bentuk peralatan dan benda-benda itu memang beda, tetapi intinya satu dan sama, tanah liat. Nama dan sebutan yang kita berikan pada setiap benda beda, namun perbedaan itu pun tidak mempengaruhi inti setiap benda. Walau berbeda bentuk, wujud atau rupa, maupun nama dan sebutannya, bahan dasarnya masih tetap sama, tanah liat.

Untuk memahaminya, pelajarilah dirimu. Gumpalan tanah liat itu adalah dirimu. Tat Tvam Asi – Itulah Kau. Dengan mempelajari diri yang berada dalam jangkauanmu, kau dapat mengetahui sifat dasar Yang Tak Terjangkau Itu!

2.       Kedua, jagalah pergaulanmu

Dulu, kita masih bisa memilih: mau berteman, bersahabat, bergaul dengan para dewa, para malaikat, manusia, atau pada raksasa, para danawa. Sekarang, hal itu sudah tidak mungkin lagi, karena ketiga sifat malaikat, manusia dan raksasa berada dalam porsi yang sama dalam setiap insan. Karena itu, hendaknya kita mengembangkan ketiga nilai luhur dam, datta, dan dayaa, pengendalian diri, memberi atau berbagi, dan mengasihani.

Bila bertemu dengan seseorang yang telah berhasil mengendalikan diri, mengendalikan nafsu-nafsu rendahan, senang memberi atau berbagi, dan mengasihi tanpa memandang bulu, ciumlah tangan dia. Bertekuk-lututlah kehadapannya. Ia adalah Insan Kaamil, Manusia Sempurna.

3.       Ketiga, pertahankan kesadaranmu

Awalnya, Keberadaan itulah yang ada. Unsur-unsur dasar dalam alam ini: tanah, air, api, angin, dan ruang kosong atau langit, semuanya berasal dari Keberadaan itu. Dunia benda ini, segala yang terlihat maupun tak terlihat oleh mata, semuanya berasal dari Keberadaan. Dan, setiap kita tertidur – tertidur lelap tanpa mimpi – kita kembali menyatu dengan Keberadaan yang adalah Kebenaran Sejati dibalik segalanya, yang menjadi dasar bagi segalanya.

Madu terbuat dari sari sekian banyak bunga… bunga-bunga yang berbeda warna, bentuk, dan nama. Sari setiap bunga ada di dalam madu, namun mereka tidak bisa berkata lagi, aku sari bunga mawar, aku sari bunga melati. Dalam keadaan tidur lelap tanpa mimpi, bagaikan sari setiap bunga, kita menyatu dengan Keberadaan. Saat itu, tidak ada lagi perbedaan antara jiwa yang menghuni manusia atau hewan. Saat terjaga, identitas badan kembali berperan. Identitas berdasarkan nama dan rupa kembali memisahkan manusia dari makhluk lain.

Kita semua tanpa kecuali, setiap saat ke luar dari alam kesadaran murni Keberadaan dan memasukinya kembali, namun kita tidak menyadarinya. Persis seperti seorang pejalan kaki yang melewati jalan raya di mana terpendam harta karun di bawah jalan. Ia melintasi jalan itu tetapi tidak menyadari keberadaan harta karun itu.

4.       Keempat, tekun dan bersemangatlah selalu

Kata kunci untuk mempertahankan kesadaran ialah kerja keras. Dan, untuk bekerja keras tentunya dibutuhkan semangat dan ketekunan. Ciri khas Kebahagiaan Sejati adalah aktifitas kerja nyata, kerja keras, ketekunan, semangat. Ia yang bahagia tidak pernah bermalas-malasan. Mereka yang bermalas-malasan sesungguhnya belum bahagia. Mereka sekedar menikmati buah perbuatan mereka. Hasil perbuatan mereka di masa lalu. Kenikmatan mereka bersifat sementara. Pikirannya lumpuh, kehendaknya lemah. Kehendak adalah will power bukan keinginan. Will power berarti keyakinan pada diri sendiri, pada kemampuan diri dan kesiapsediaan untuk berkarya atas dasar kemampuan itu. Kebahagiaan Sejati datang dari  sesuatu yang tak terbatas, sementara kenikmatan adalah hasil dari perbuatan terbatas.

5.       Kelima, berkaryalah sesuai dengan kesadaranmu

Tidak semua benih yang ditanam langsung tumbuh, bertunas dan berbuah. Ada yang membutuhkan waktu beberapa bulan. Ada yang berbuah setelah beberapa tahun. Sanchita adalah karma-karma dari masa lalu; akumulasi dari masa lalu, yang saat ini baru berbuah. Buahnya disebut Praarabdha. Sesuatu yang sudah tidak mungkin dielakkan. Kendati demikian, kita masih memiliki pilihan – yaitu memetik panen dengan mengaduh-aduh atau dengan girang, dengan bersuka cita, dengan menyanyi dan menari. Taruhlah panennya tidak sesuai dengan harapan – tak apa. Saat itu kita masih belum mahir dalam seni cocok tanam, maka tanaman kita di masa depan sudah pasti lebih baik.

Tetapi jangan lupa pula masih ada Sanchita Karma yang barangkali belum berbuah. Karma-karma tersebut adalah Agami Karma – karma yang akan datang. Kita tidak dapat mengubahnya, namun dengan memahaminya, kita menjadi tenang. Kita akan menghadapinya dengan tenang. Kita tak akan terbawa arus, tak akan hanyut dalam suka maupun duka yang berlebihan.

Setelah itu, hiduplah dalam kesadaran Ilahi. Sesungguhnya, setelah itu Kesadaran Ilahi datang sendiri. Persoalannya bukanlah setelah itu hidup dalam Kesadaran Ilahi, tetapi mempertahankan Kesadaran Ilahi.

Terima kasih Guru, semua terberkati oleh-Mu. Jay Gurudev! Namaste, kami menghormati Dia yang berada dalam diri-Mu.

*1 Bhaja Govindam      BHAJA GOVINDAM Nyanyian Kebijaksanaan Sang Mahaguru Shankara, Anand                                   Krishna, Gramedia Pustaka Utama, 2004.

*2 life workbook          LIFE WORKBOOK, Melangkah dalam Pencerahan, Kendala dalam Perjalanan, dan                              Cara Mengatasinya, Anand Krishna, Gramedia Pustaka Utama, 2007.

* 3 Five Step Awareness 5 Steps to Awareness, 40 Kebiasaan Orang yang Tercerahkan, Anand Krishna,                                  Gramedia Pustaka Utama, 2006.

http://www.anandkrishna.org/oneearthmedia/ind/

http://triwidodo.wordpress.com

http://id-id.facebook.com/triwidodo.djokorahardjo

Agustus 2009.

Share on FacebookTweet about this on TwitterShare on Google+Email this to someone