August 8, 2009

Parasurama Berada di Depan Mengubah Dunia

Dunia ini ibarat medan perang Kurusetra. Di medan ini kita akan menemukan Korawa yang berpihak pada adharma, dan Pandawa yang berpihak pada dharma. Di medan ini pula kita dapat berharap bertatap muka dengan sang Sais Agung, Sri Krishna. Bila ragu, bila bimbang, tanyalah kepada Krishna yang bersemayam dalam diri. Dialah Sang Mahaguru Sejati. Hidup adalah sebuah perjuangan. Berjuanglah terus-menerus demi penegakan dharma, demi hancurnya adharma. *1 be The Change

Evolusi Manusia dan evolusi Avatara

Renuka adalah seorang isteri yang bersemangat. Dia selalu menimba pelajaran dari Resi Jamadagni yang menjadi suaminya. Dari suaminya dia tahu bahwa manusia mengalami evolusi kearah kesempurnaan, sehingga para Avatara, Gusti yang mewujud pun menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman.

Dalam suatu mahapralaya, bumi tenggelam dalam samudera, untuk itu datanglah Matsya Avatara berbentuk ikan untuk menyelamatkan segelintir manusia terbaik yang dikehendaki untuk meneruskan kehidupan. Setelah beberapa masa datanglah Kurma Avatara yang bisa hidup di darat dan di air. Dilanjutkan dengan Varaha Avatara yang berupa hewan berkaki empat untuk memusnahkan raksasa yang ganas. Selanjutnya Narasimha Avatara, manusia berkepala singa untuk menaklukkan Asura yang amat sakti. Selanjutnya Vamana Avatara, seorang Brahmin kecil yang bertindak tanpa kekerasan. Evolusi dari wujud Avatara nampak begitu jelas.

Menurut suaminya, dalam kehidupan mereka saat ini akan datang Avatara berwujud Brahmin yang berjiwa Ksatriya untuk memusnahkan keangkaramurkaan para raja dan ksatriya yang menyalahgunakan kekuasaannya. Konon, masih menurut suaminya di kehidupan yang akan datang dimungkinkan datangnya Avatara berwujud Ksatriya untuk memusnahkan jenis raksasa yang tidak selaras lagi dengan perkembangan dunia pada masanya.

“Kalau manusia berevolusi terus, mungkin saja bentuk Avatara juga menyesuaikan. Dimana terjadi ketidakseimbangan antara adharma dan dharma, maka Gusti akan mewujud. Apakah mungkin adharma akan habis? Apakah tidak akan mengalami metamorfosis atau berubah bentuk saja? Kalau demikian mungkin saja akan terjadi lagi ketidak seimbangan antara adharma dan dharma, dan sebuah Avatara akan muncul lagi.” Demikian Resi Jamadagni menjelaskan kepada dirinya dan melanjutkan, “Semuanya masih merupakan misteri, dan pikiran pun harus dilampaui. Dalam hal demikian, kami hanya berlidung pada Gusti, bukankah seorang Guru juga berkembang terus, bukankah pencerahan itu adalah sesuatu hal yang berkembang terus. Bukankah alam semesta ini pun berkembang terus dan pada hakikatnya tak ada kemandegan. Karena kemandegan berarti mati.” Dan kata-kata tersebut terngiang-ngiang di benak Renuka.

Perkembangan terus-menerus itulah hukum alam. Orang yang ingin bertahan dengan dogma-dogma (lama) untuk menunjukkan konsistensi diri, sesungguhnya berada pada posisi yang salah. Kenapa orang yang seperti itu berada pada posisi yang salah? Karena, perubahan adalah hukum alam. Sementara mereka yang fanatik terhadap dogma-dogma, dan tidak memahami nilai-nilai luhur di baliknya, terperangkap oleh ego mereka sendiri. Ego yang ingin membuktikan dirinya konsisten.

Konsistensi dianggap nilai-nilai luhur, padahal tidak demikian. Apa yang konsisten di dalam dunia ini? Apa yang konsisten dalam diri kita? Setiap beberapa tahun, bahkan seluruh sel di dalam tubuh kita berubah total. Dari zaman ke zaman, ajaran-ajaran luhur pun perlu dimaknai kembali, dikonstektualkan. Kebiasaan-kebiasaan lama mesti diuji terus apakah masih relevan, masih sesuai dengan perkembangan zaman. Ah, tapi kita malas. Kita tidak mau berijtihad, tak mau berupaya, lalu menerima saja apa yang disuapkan kepada kita. Padahal kitab-kitab suci pun melarang kita mengikuti seseorang secara membabibuta, walaupun orang itu rahib atau mengaku sebagai agamawan atau rohaniwan. *1 be The Change

 

Renuka, Sang Ibu Parasurama

Renuka adalah istri dari Resi Jamadagni dan saat itu sedang mengandung calon putra yang kelima. Dirinya baru saja mendengar cerita dari ibu mertuanya Satyawati yang membuka suatu rahasia yang selama ini tertutup rapat. Renuka duduk seorang diri dan merenung dalam sanggar pamujan………

“Bapak mertuaku, Ayahanda suamiku adalah seorang Brahmin yang bernama Ruchika. Resi Ruchika pernah diminta kakek suaminya seorang raja Gadhi, agar memohon kepada Hyang Widi agar nenek suaminya dan ibu suaminya, Satyawati bisa melahirkan seorang putra.”

Resi Ruchika menyiapkan dua mangkuk berisi air bermantra, satu mangkuk agar diminum nenek suaminya, agar mempunyai putra seorang ksatriya sebagai putra mahkota, dan satu mangkuk lagi bagi ibu mertuanya agar mendapatkan putra seorang Brahmin yang bijaksana. Rencana sudah baik dan sesuai keinginan sang raja dan sang resi.

Keinginan manusia tetaplah keinginan, jalur kehidupan menentukan lain. Kala Resi Ruchika sedang mengadakan puja kala senja di tepi sungai. Sang permaisuri datang ke rumah dan mengajak Satyawati, sang putri minum air di dalam mangkuk. Sang permaisuri memilih mangkuk air yang diperuntukkan bagi putrinya, karena mengira Resi Ruchika akan memberikan calon anak yang terbaik kepada isterinya dan bukan kepada mertuanya.

Pulang dari puja, Satyawati melaporkan apa yang terjadi kepada Resi Ruchika. Resi Ruchika menghela napas. Sang raja tidak akan mendapatkan anak ksatriya sebagai calon pengganti raja, karena minuman tersebut mengakibatkan kelahiran seorang Brahmin yang baik. Sedangkan Satyawati akan mendapatkan anak seorang ksatriya.

Pada waktu itu para ksatriya banyak yang menyalahgunakan kekuasaan, dan Satyawati lebih sreg mempunyai putra seorang Brahmin seperti suaminya, daripada seorang ksatriya seperti ayahnya. Satyawati mohon pada suaminya agar dirinya pun dapat berputra seorang Brahmin. Resi Ruchika berusaha agar mereka bisa mendapatkan putra seorang Brahmin dan berhasil serta diberi nama Jamadagni. Akan tetapi cucunya tetap akan lahir dan dia akan berjiwa ksatriya.

Renuka merenung, suaminya adalah seorang Brahmin yang baik, bukan Brahmin yang suka mengutuk seseorang yang melakukan kesalahan. Dan sudah merupakan suratan bahwa dirinya akan menurunkan seorang berjiwa ksatriya. Tetapi keempat putranya yang telah lahir tak ada tanda-tanda menjadi menjadi ksatriya, mereka terlalu lembut bagi seorang ksatriya. Apakah putra kelimanya yang sedang kukandung ini akan menjadi seorang ksatriya?……

Renuka melaporkan perbincangan dengan ibu mertuanya dan mengajak suaminya Resi Jamadagni berdoa kepada Gusti, kalaupun putra kelimanya ini akan menjadi ksatriya, agar sang putra diberkati sebagai ksatriya yang tegas, ksatriya yang tidak menjalankan adharma, tidak pilih kasih siapa pun yang salah akan dilawannya walaupun masih ada hubungan kerabat atau tidak.

Pada suatu malam Renuka bermimpi, tentang seorang ksatriya yang gagah perkasa bersimpuh di hadapannya. Sang Ksatriya berkata, “Ibu, aku mempunyai darah ksatriya keturunan Raja perkasa tetapi juga mempunyai darah Brahmin yang mulia. Kelahiranku lewat ibu memang sudah suratan alam. Aku mempunyai tugas khusus menghancurkan semua ksatriya yang telah menyalahgunakan perannya di muka bumi. Sifat sabarku telah habis, aku tidak sabar dalam menghadapi adharma, ibu pun kalau salah akan kuhukum”…… dan dalam mimpinya dirinya akan dibunuh sang ksatriya dan dirinya terbangun.

 

Keangkaramurkaan para raja dan para ksatriya

Pada masa tersebut, masyarakat banyak disusahkan oleh tindakan para raja dan para ksatriya. Mereka bertindak secara semena-mena. Mereka mengadakan kolusi dan nepotisme untuk memperkuat kekuasaan mereka. Mereka juga selalu mengumbar hawa nafsunya berperang melawan raja atau ksatriya yang lain sehingga rakyat jelata menderita. Rakyat jelata dan para Brahmin berdoa agar datang Avatara untuk membersihkan bumi dari keangkaraan para raja dan para ksatriya.

Kalau mau introspeksi, sebetulnya nafsu keangkaramurkaan para ksatriya pun ada dalam diri kita, sehingga kala mendapatkan kekuasaan, kita pun cenderung merasa paling benar sendiri. Kita juga sering mengesampingkan keadilan….

Kalian tengah menciptakan bentuk-bentuk nepotisme baru. Dulu anggota keluarga, saudara, anak, besan dan menantu yang diangkat – sekarang anggota sekelompok, seagama, seiman yang diangkat. Nepotisme kalian cuma mengalami perubahan bentuk, hanya mengalami perluasan sedikit. Kalian masih melakukan nepotisme, kalian masih belum bersih. *2 Reformasi   

Setiap warga Indonesia yang memilih seseorang bukan karena kemampuannya, tetapi karena ia seorang Muslim atau seorang Katolik, atau seorang Hindu, sebenarnya melakukan nepotisme. *2 Reformasi  

Kolusi sebenarnya juga sudah dilakukan sepanjang usia manusia. Kerjasama dalam menyelamatkan kehidupan pun dapat dipandang sebagai kolusi bagi yang mengartikan kolusi sebagai kerjasama yang menguntungkan pihak tertentu. Bukankah Gusti pun menyelamatkan Satyavrata dan tujuh resi serta benih tanaman dari kehancuran oleh banjir besar yang menenggelamkan bumi. Itu adalah kolusi demi kebaikan.

Tanpa adanya “kerja sama” atau “kolusi” dengan Tuhan – yang seakan-akan membiarkan Setan menggoda Baba Adam dan Bibi Hawa, apabila mereka tidak memakan buah terlarang, mereka tidak akan diusir dari Taman Firdaus. Tetapi, lihatlah sisi lain cerita yang sama ini. Seandainya Baba Adam dan Bibi Hawa tidak memakan buah terlarang itu, mereka memang akan tetap menjadi penghuni Taman Firdaus. Tetapi, mereka juga tidak akan kenal ilmu pengetahuan, tidak akan kenal seks, tidak akan kenal apa yang kalian sebut “dosa” – dan dunia ini tidak berkembang. Tidak akan ada bumi ini, dunia ini. tidak akan ada aku, tidak akan ada kamu. *2 Reformasi

Para raja, para pemimpin waktu itu melakukan hal yang sama, tetapi kerjasama bagi keuntungan mereka sendiri. Mereka sekan sudah merasa sebagai Yang Maha Kuasa…….

 

Parasurama

Renuka akhirnya melahirkan putra bungsu yang menonjol keperwiraannya yang dinamakan Parasurama.

Pada kelahiran Parasurama, banyak Brahmin yang hadir, dan mereka semuanya mengucapkan selamat. Seakan-akan para Brahmin mengetahui suatu rahasia alam dan berharap banyak pada bayi yang baru lahir tersebut, “Semoga dia akan menegakkan dharma dan akan menggulung para ksatriya yang bertindak adharma. Semoga benar dia adalah Wisnu yang mewujud untuk membersihkan dunia dari para raja yang berkubang dalam sifat angkara murka.”

Ada perbedaan antara Raja Kartaviryarjuna  dari istana Mahispati dalam kisah dalam Srimad Baghavatam dengan kisah Arjuna Sasrabahu dari istana Maespati yang berkembang di Nusantara. Akan tetapi dalam kisah tersebut keduanya adalah raja yang sakti yang digambarkan mempunyai seribu lengan, mengalahkan Rahwana dan akhirnya mati di tangan Parasurama. Bagaimana pun sebuah kisah memang dapat berkembang menjadi banyak versi di masyarakat.

Bagi keyakinan sebagian leluhur, sebelum menjadi Sri Rama dia lahir lebih dahulu sebagai Arjuna Sasrabahu. Avatara terlalu suci dan beda jauh tingkat kesadarannya dengan manusia, seorang manusia tidak bisa menjadi avatara. Sang Buddha memberikan istilah baru, “Yang Telah Terjaga” dan bersabda bahwa setiap orang dapat menjadi “Yang Terjaga”, tentu saja  melalui perjuangan berat lewat banyak kehidupan.

Seseorang yang bertabiat  jelek, mungkin saja di kehidupan kemudian sadar, dan berubah menjadi baik. Setiap orang sedang melangkah ke arah kesempurnaan. Itulah evolusi. Perjalanan menuju kesempurnaan adalah unik, tergantung  pengalaman hidup masing-masing. Ada yang memerlukan waktu lama melingkar-lingkar dan ada yang melewati jalur pintas, bahkan dengan membenci Tuhan, sehingga setiap saat hanya berpikir tentang Tuhan seperti jalan yang ditempuh Jaya dan Wijaya. Who Knows? Biarlah semua tetap merupakan misteri……. dan misteri itu mempunyai keasyikan tersendiri.

Ciri khas pewayangan Jawa adalah jalinan silsilah yang saling berkaitan satu sama lain. Kisah-kisah tentang Parasurama atau Ramabargawa yang bersumber dari naskah Serat Arjunasasrabahu. Ayahnya bernama Jamadagni merupakan sepupu dari Kartawirya raja Kerajaan Maespati. Adapun Kartawirya adalah ayah dari Arjuna Sasrabahu alias Kartawirya Arjuna. Selain itu, Jamadagni juga memiliki sepupu jauh bernama Resi Gotama, ayah dari Subali dan Sugriwa.

 Pada suatu hari raja Kartawirya dijamu air susu oleh Resi Jamadagni, dan sesampai di istana dia mengutus pasukannya mengambil sapi Jamadagni yang menghasilkan susu yang nikmat tersebut. Parasurama yang mendengar hal tersebut langsung membawa kapaknya dan membunuh sang raja serta para prajurit yang melindunginya.

Resi Jamadagni berkata pada Parasurama, “Putraku, tindakanmu akan disalahpahami sebagai seorang yang telengas, mudah membunuh. Padahal aku tahu alasanmu. Seorang raja yang sering melakukan kejahatan besar, kalau sang raja dibiarkan hidup terlalu lama, maka  perbuatannya akan semakin parah.  Dan, dalam kehidupan mendatang dia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya, hidupnya akan sangat sengsara.  Pembunuhan yang kaulakukan adalah pembunuhan penuh kasih. Agar hutang sang penjahat sebagian sudah terbayar dengan kematiannya di dunia. Selain itu dengan  dibunuhnya para raja yang jahat, maka masyarakat yakin adanya keadilan, bahwa kejahatan pun akan dikalahkan. Pandangan hidupmu sering disalahpahami. Bahkan mungkin kau punya alasan sendiri yang tidak kuketahui.”

Resi Jamadagni kemudian minta agar Parasurama melakukan ziarah ke semua sungai suci selama satu tahun. Dan, selesai mengadakan tirtayatra tersebut dia pun pulang ke rumah.

 

Perintah membunuh ibu kandung

Renuka pada suatu hari mengambil air di sungai dan dia melihat gandarwa Citrasena yang sangat tampan sedang bermain air dengan isterinya. Renuka terpesona sampai agak lama berada di sungai. Sepanjang jalan dalam pikirannya hanya terbayang ketampanan sang gandarwa.

Sebab keterlambatan Renuka pulang ke rumah diketahui oleh Resi Jamadagni. Resi Jamadagni ingin segala sesuatu segera diselesaikan di kehidupan ini. Obsesi yang tidak selesai di dunia ini akan menyebabkan seseorang lahir lagi untuk mengejar obsesi tersebut.

Jamadagni segera menyuruh putra-putranya untuk membunuh Renuka, ibunya dan semua putranya ragu-ragu untuk melaksanakannya. Kemudian Resi Jamadagni berpaling ke Parasurama, “Parasurama bunuh istriku dan saudara-saudaramu semuanya.” Dan, Parasurama melakukannya dengan patuh….. “Aku senang kau patuh padaku dan yakin pada kebijaksanaan ayahandamu. Sekarang kau minta anugerah apa pun kau akan kuberi.”

“Ayahanda aku minta anugerah untuk menghidupkan mereka semuanya dan begitu mereka bangun mereka lupa akan apa yang pernah terjadi.”

Ibu dan saudara-saudaranya hidup lagi dan lupa dengan kejadian yang pernah terjadi.

 

Pembersihan para raja dan bertemu dengan Sri Rama

Resi Jamadagni akhirnya dibunuh para ksatriya, dan Parasurama mulai membinasakan semua raja. Semua raja dibunuh dan konon dia berkeliling dunia selama duapuluh satu kali. Dan darah para raja dikumpulkan pada lima danau yang disebut Samantapancaka yang terletak di dekat padang Kurukshetra.

 Kau harus memahami hawa nafsu. Kau harus menggunakannya untuk hal-hal yang lebih bermanfaat. Jangan melawannya. Jangan menyatakan perang terhadapnya hanya karena kau mampu melakukan puasa, atau mengikuti beberapa akidah agama lainnya, lantas kau menganggap diri telah berhasil melawan hawa nafsu – tidak benar. Kau tidak perlu memerangi sesuatu apa pun kau harus bisa memahami karakteristik hawa nafsu (eros) itu sendiri. Kembangkan nafsumu sampai tingkat excellence. Bernafsulah untuk persada Nusantara yang damai. Bernafsulah untuk masyarakat sejahtera. Tingkatkan nafsumu – sehingga senyuman pada setiap bibir menjadi tujuanmu. *2 Reformasi

Meskipun jumlah kesatria yang mati dibunuh Parasurama tidak terhitung banyaknya, namun tetap saja masih ada yang tersisa hidup. Antara lain dari Wangsa Surya yang berkuasa di Kerajaan Ayodhya. Salah seorang keturunan wangsa tersebut adalah Sri Rama putra Dasarata. Ia pun mendatangi istana Mithila untuk menantang Sri Rama yang telah berhasil mematahkan busur Siwa dan berhak memperistri Dewi Sinta. Sri Rama dengan kelembutan hatinya berhasil meredakan kemarahan Parasurama yang kemudian kembali pulang ke pertapaannya. Ini merupakan peristiwa bertemunya sesama Avatara Wisnu. Peran Parasurama sebagai Avatara Wisnu telah berakhir dan dia hidup lama sebagai Chiranjiwin.

Parasurama memimpin perubahan dalam dunia, dia berdiri di depan dan sering disalahpahami. Dalam diri manusia juga ada Parasurama, ketegasan dia terhadap adharma perlu dibangkitkan. Ketegasan untuk menaklukkan raja lalim dalam diri yang mau menang sendiri. Parasurama perlu diteladani, bagaimana berada di depan mengubah diri.

Perubahan mesti dimulai dari diri sendiri. Jangan mengharapkan perubahan dari dunia luar. Jangan menunda perubahan diri hingga dunia berbeda. Coba perhatikan, dunia ini senantiasa berubah. Kalau kita tidak ikut berubah, kita menciptakan konflik antara diri kita dan dunia ini. Pengotakan manusia berdasarkan suku, ras, agama, kepercayaan dan lain sebagainya lahir dari pikiran yang masih belum dewasa. Pikiran yang masih hidup dalam masa lampau, masih sangat regional atau parsial, belum universal. Pikiran seperti inilah yang telah mengacaukan negeri kita saat ini. Kita hidup dalam kepicikan pikiran kita, dalam kotak-kotak kecil pemikiran kita, tetapi ingin menguasai seluruh Nusantara, bahkan kalau bisa seluruh dunia. Jelas tidak bisa. Kita masih hidup dengan ego kita, keangkuhan dan arogansi kita, kebencian dan amarah kita, kelemahan dan kekerasan hati kita. Dengan jiwa yang masih kotor itu, kita memperoleh kekuasaan, kedudukan, dan harta, maka jelaslah kita menghalalkan segala macam cara. Berubahlah. Bila ingin menjadi pemimpin, ubahlah sikap dari penguasa menjadi pelayan. Bila masih belum mampu mengendalikan diri sendiri, jangan berharap dapat mengendalikan keadaan di luar diri. *1 be The Change

Terima Kasih Guru, semua berkat rahmat-Mu. Jay Gurudev!

*1 be The Change        Be The CHANGE Mahatma Gandhi’s Top 10 Fundamentals for Changing the World, Anand Krishna, Gramedia Pustaka Utama,2008.

*2 Reformasi              Reformasi, Gugatan Seorang “Ibu”, Anand Krishna, PT Grasindo, 1998.

http://www.anandkrishna.org/oneearthmedia/ind/

http://triwidodo.wordpress.com

http://id-id.facebook.com/triwidodo.djokorahardjo

Agustus 2009.

Share on FacebookTweet about this on TwitterShare on Google+Email this to someone