August 5, 2009

Rajasuya Konsolidasi Dalam Menegakkan Dharma

Kita bekerja untuk siapa? Untuk pancaindra dan demi kenikmatannya? Atau untuk Sang Aku Sejati, untuk Dia yang bersemayam dalam diri setiap makhluk? Untuk mencapai kesempurnaan dalam persembahan kita, tingkatkan obyek penyembahan dan persembahan kita. Jika kita berkarya demi bangsa dan negara, apalagi demi dunia, demi kelestarian alam, kita telah berbuat apa yang semestinya dibuat oleh setiap makhluk hidup, oleh setiap orang. Kita telah menyatakan identitas kita. Kita telah memproklamasikan diri kita sebagai bagian yang tak terpisahkan dari Semesta! Maka, sejak saat itu, Semesta akan melindungi kita. Kita menjadi tanggung jawabnya. *1 Gita Management

Membicarakan Rajasuya dengan Sri Krishna

Dalam perjalanan menuju Girivraja, Arjuna mengheningkan cipta dan larut dalam samadhi. Setelah membuka mata, Arjuna melihat Bhima, saudaranya dan Sri Krishna, sepupu sekaligus penasehat spiritual Pandawa juga melakukan hal yang sama. Dalam keheningan , dirinya teringat kejadian sebelumnya…..

Dirinya merasa Yudistira, kakak sulungnya sangat berat untuk menyampaikan keinginannya untuk melakukan Rajasuya kepada Sri Krishna.  Rajasuya adalah suatu Pengorbanan Agung yang dilakukan oleh seorang maharaja, pada saat penobatannya sebagai tanda dari kedaulatannya tidak dipersoalkan lagi. Arjuna dan saudara-saudaranya mengingatkan adanya dua macam cara menjadi maharaja. Pertama upacara Aswameda, seorang maharaja melepaskan seekor kuda diikuti pasukan, dan apabila raja yang wilayahnya dilalui mendiamkan, maka raja tersebut mengakui kedaulatan sang maharaja, dan bila tidak mau dilewati, maka akan terjadi perang antar pasukan sampai ada yang menang. Kedua upacara Rajasuya, tidak perlu memakai kuda, langsung para prajurit mendatangai raja-raja setempat, mau tunduk atau berperang, kalau tunduk maka mereka akan datang pada acara puncak Rajasuya.

Dirinya dan saudara-saudaranya mendesak Yudistira bersedia melakukan Rajasuya. Perjanjian atau ‘hukuman’ pengasingan pergi dari Hastina telah diselesaikan. Banyak raja yang menyetujui Yudistira sebagai Maharaja. Dan yang tidak menyetujui takut dengan dirinya dan saudara-saudaranya. Memang kepada mereka yang minta perlindungan kepada Korawa, pada saat ini  tidak diperangi dulu. Pandawa perlu mengukur kemampuan mereka apabila suatu waktu terjadi perang melawan Korawa. Dirinya mendesak Yudistira, “Kakanda, Berbicaralah dengan Sri Krishna, kakanda adalah tetua Pandawa, Kakanda adalah murid terpandai dari Guru Krepa yang mengajar ilmu pemerintahan. Kakanda mewakili Pandawa, mohon jangan terlalu sungkan untuk meminta pengakuan para raja.”

Esoknya, Arjuna mendengar permintaan Yudistira kepada Sri Krishna, “Kakanda Sri Krishna yang kami hormati, Mendiang Ayahanda Pandu Dewanata belum sempat mengadakan upacara Rajasuya sebelum mangkat. Beliau memberi wasiat agar kami sulung Pandawa melakukannya, mohon pertimbangan Kakanda.”

Sri Krishna menjawab, “Sepertinya bukan karakter Adinda Yudistira baerambisi menjadi seorang maharaja. Akan tetapi seorang pemimpin harus mengalahkan karakter pribadinya, mengikuti amanah rakyatnya. Aku bangga Adinda telah dapat menaklukkan sifat lembut dan pemalu Adinda. Seorang raja harus demikian. Saya yakin para raja akan mengakui Adinda sebagai maharaja. Akan tetapi pada saat ini Raja Jarasadha akan melakukan upacara Rundamala. Sudah 95 raja ditawan dirinya dan setelah mencapai seratus orang, mereka semua akan dikorbankan untuk dijadikan karangan  bunga yang terbuat dari tengkorak para raja. Pada saat itu kesaktiannya akan menjadi luar biasa. Jarasandha mempunyai dua orang putri yang dinikahkannya dengan Raja Kamsa. Jarasandha begitu dendam denganku karena aku telah membunuh Kamsa. Koalisi antara Jarasandha dan Kamsa bertujuan untuk menguasai dunia. Sudah belasan kali dirinya menyerang Mandura, tetapi pasukannya selalu dikalahkan dan dirinya menyusun kekuatan kembali untuk menghancurkan diriku dan Baladewa.”

Membaca cerita Mahabharata, saya baru sadar bahwa dunia ini sebenarnya tidak pernah berubah. Skenario dasar atau alur ceritanya tidak pernah berubah. Para pelakunya berubah, settingnya berubah, dekornya berubah, namun panggungnya tetap sama. Ceritanya itu-itu saja. Perang disebabkan oleh keserakahan. Selama manusia masih serakah, perang tidak dapat dihindari. Anda boleh saja bicara tentang kedamaian; Anda boleh saja mengukuhkan undang-undang untuk kerukunan antar kelompok, tetapi selama keserakahan masih ada, persaingan akan selalu ada. Selama itu pula perang dan kerusuhan tidak dapat dihindari. *2 Baghavad Gita

Arjuna melihat Bhima, kakaknya berbicara dengan penuh semangat, “Kakanda Krishna, biarlah mayat Jarasandha kupersembahkan pada-Mu. Kita akan menyelamatkan 95 raja yang nantinya akan mendukung Yudistira sebagai maharaja, dan tidak perlu ada lagi pasukan Jarasandha yang mengorbankan nyawanya dalam peperangan melawan-Mu.”

Seseorang yang melakukan persembahan bagi negara, bagi alam dan bagi Kebenaran, dia telah memproklamasikan dirinya sebagai  bagian tak terpisahkan dari semesta, maka  Semesta akan melindungi dan bertanggung jawab terhadapnya.

Kini dirinya bersama Bhima dan Sri Krishna berpakaian Brahmin menuju Girivraja, benteng Jarasandha. Jarasandha menemui mereka dan berkata,  “Aku tahu, kalian masih muda bahkan ada yang tinggi besar seperti diriku. Pakaian kalian seperti Brahmin, tetapi tangan dan tubuh kalian adalah kepunyaan para ksatriya. Bagaimana pun aku menghormati Brahmin. Kalian silakan minta apa saja dan akan kupenuhi. Aku sudah mendengar cerita tentang Bali pada zaman Krta Yuga yang memberikan kekayaan dan dirinya kepada Brahmin. Aku tidak takut untuk mengulangi hal yang sama. “

Sambil memperhatikan muka Sri Krishna Jarasandha berucap, “Aku ingat sekarang kau adalah Krishna dalam pakaian Brahmin. Apakah kau akan mengulangi kejadian Bali? Karena aku telah terlanjur berjanji?”

Krishna menjawab dengan penuh wibawa, “Benar aku adalah Krishna, ini Bhima dan Arjuna. Raja Jarasandha, zaman telah banyak berubah, sekarang adalah zaman Dwapara Yuga, Zaman Krta Yuga sewaktu Bali ketemu Vamana telah lama lewat. Zaman Treta Yuga sewaktu Sri Rama melawan Rahwana juga sudah berlalu. Tidak raja, aku hanya menantang berduel dengan kamu. Tanpa melibatkan prajuritmu. Itu saja.”

Jarasandha menjawab dengan bersemangat, Baik tantanganmu kuterima. Aku tidak suka melawan orang licik seperti kamu, Arjuna pun terlalu halus. Biarlah Bhima bertarung denganku.”

Sebuah pertarungan yang luar biasa, saling berganti menjatuhkan, tetapi selalu saja sewaktu malam tiba, belum ada yang kalah di antara mereka. Mereka makan malam bersama dan melanjutkan pertarungan keesokan harinya.

Hari itu adalah malam kedelapan dan Sri Krishna mengajak Bhima dan dirinya menolak makan bersama Jarasandha. Dalam keheningan malam, Bhima berkata, Krishna kakandaku, sudah delapan hari dan tidak ada yang kalah antara saya dan Jarasandha. Ada kejenuhan dalam diriku, mungkin demikian juga yang dialami Jarasandha. Tetapi pertarungan ini adalah persembahan Pandawa kepada Sri Krishna dan aku tidak boleh lemah semangat!” Sri Krishna tersenyum, “Aku sudah melihat keteguhanmu dalam mewujudkan  persembahan bagiku. Sudah cukup upaya persembahanmu, maka akan aku ceritakan kelahiran Jarasandha………

Krishna adalah Sadguru bagi Pandawa bersaudara.

Seperti seorang anak nelayan yang baru pertama kali berenang di laut, kemahiran berenang sudah ada di dalam gen dia. Ia telah mewarisinya dari kedua orang tuanya, namun kemahiran itu masih berupa potensi yang terpendam; seperti benih yang masih berupa biji, belum ditanam. Ia masih harus menanamnya, dan menanamnya sendiri. Sang ayah bangga melihat anaknya terjun ke dalam laut tanpa bantuan. Ia meneriaki anaknya dari jauh saat menghadapi ombak besar… bagaimana ia harus merenggangkan otot-ototnya, and just let go! Tetapi, ia tidak ikut terjun, karena ia yakin akan kemampuan anaknya. Anak itu adalah perluasan dari jiwanya; jiwa seorang nelayan. Ia membiarkan anaknya terombang-ambing, karena ia yakin bahwa anaknya tidak akan tenggelam. Ia juga mempercayai kemampuannya sendiri, dengan instingnya sebagai nelayan. Bila anak itu sudah mulai tenggelam dan tidak mampu membantu dirinya, sang ayah akan mengetahuinya dan akan langsung terjun ke laut untuk menyelamatkannya. Seperti sang nelayan itulah Sadguru, Guru Sejati, Master, Murshid! *3 Kidung Agung

 

Kelahiran Jarasandha yang perkasa

Dirinya bersama Bhima mendengarkan cerita Sri Krishna.

“Brihadrata raja Magadha pergi ke hutan bertapa, kedua istrinya sudah sekian lama belum mempunyai putra sebagai calon penggantinya. Keinginannya sangat kuat untuk mendapatkan seorang putra perkasa, sehingga dia lupa memohon agar dia dikaruniai seorang anak yang bijaksana. Seorang Resi memberikan buah dengan pesan agar berhati-hati, buah tersebut harus dijaga penuh kelembutan dan jangan memakai kekerasan terhadapnya. Sang Resi melanjutkan, “Biarlah buah tersebut dimakan isterimu, maka putramu akan lahir.”

Kebimbangan menyelimuti sang raja. Istrinya dua orang dan sama-sama dicintainya. Demi keadilan maka buah tersebut dibagi menjadi dua, dan dia tidak menyadari bahwa tindakan itu akan menjadi  kelemahan bagi sang putra. Sang raja sangat gembira melihat kedua istrinya hamil.

Akan tetapi, seluruh istana dirundung duka yang dalam ketika kedua istrinya melahirkan. Mereka hanya melahirkan masing-masing separuh bayi. Dengan penuh kedukaan sang raja meletakkan kedua belahan bayi di hutan dan mohon ampun atas kesalahannya  karena tidak memperhatikan pesan sang resi pemberi buah.

Seorang Raksasa bernama Jara memperhatikan sang raja yang meletakkan sesuatu di tengah hutan. Pada malam harinya, Jara mendatangi barang tersebut dan menemukan kedua belahan bayi . Kedua belahan bayi tersebut ditangkupkan dan sebuah keajaiban terjadi. Sang bayi menangis dan menjadi hidup. Jara kemudian mendatangi sang raja dan menyerahkan bayi tersebut yang kemudian diberi nama Jarasandha.

Tuhan hanya memberikan benih atau  potensi dan manusialah yang harus mengolahnya agar benih atau potensi tersebut berkembang menjadi pohon yang mengeluarkan buah yang berguna.

Sepanjang malam dirinya dan Bhima berpikir keras dan tetap saja menemui jalan buntu. Kemudian dirinya dan Bhima menenangkan diri, mengatur napas dan berserah diri kepada Gusti, “Krishna aku percaya kepada-Mu.” Dan mereka tertidur lelap.

Esoknya Bhima kembali bertarung melawan Jarasandha. Arjuna memperhatikan Sri Krishna yang sedang mengambil satu helai daun dan menyobek tepat ditengahnya. Arjuna tanpa sadar mengikuti tindakan Sri Krishna menyobek satu helai daun tepat ditengahnya. Bhima melihat hal tersebut dan tiba-tiba dia menjatuhkan Jarasandha dan membelah Jarasandha. Sebuah raungan kesakitan membahana. Kekerasan yang dilakukan Jarasandha mendapat balasan yang setimpal.

 

Upacara Rajasuya

Malam tersebut Arjuna menenangkan diri dan melakukan samadhi. Terbayang jelas kejadian sewaktu upacara Rajasuya tadi siang. Selain para raja yang bersedia menjadi sekutu Pandawa, 95 raja tawanan Jarasandha melakukan sumpah setia kepada Yudistira.

Dalam setiap tradisi, setiap agama, kita mengenal konsep pengorbanan atau sesajian. Apa yang terjadi? Sebenarnya yang kita persembahkan itu juga kita dapatkan dari alam dan kita mempersembahkan kembali ke alam. Kita mengorbankan sapi atau kambing dan dagingnya kita makan kembali. Kita mempersembahkan sesajian dan sesajiaan itu selanjutnya kita makan atau ceburkan dalam laut, dan menjadi makanan bagi ikan-ikan. * 2 Bhagavad Gita

Di akhir upacara dilakukan persembahan kepada tamu yang paling dihormati di antara semua raja-raja dan resi yang hadir. Yudistira kebingungan, kepada siapa penghormatan itu diberikan. Dan menyeletuklah Sadewa, adiknya yang bungsu, “Kakanda Yudistira, hanya ada seorang yang pantas menerima kehormatan yaitu Sri Krishna.” Yudistira menurut dan dia beserta Drupadi mulai mencuci kaki Sri Krishna. Dan air tersebut dipercikkan kepada kepala semua saudara-saudaranya.

Air mempunyai sifat membersihkan, dan mendinginkan. Dr. Masaru Emoto membuktikan bahwa air mempunyai kesadaran, apabila air mendengarkan lagu yang indah, didoakan, dihormati, atau mendapatkan getaran penuh kasih maka air akan membentuk kristal hexagonal yang indah. Pengetahuan ini penting, karena bumi ini mengandung air sekitar 70%, demikian pula organ-organ tubuh kita mengandung air yang bervariasi dengan rata-rata pada orang dewasa sekitar 70% juga. Sejak lahir hingga mati kita membutuhkan air. Setiap acara ritual keagamaan hampir selalu menggunakan air sebagai sarana ritual. *4  Mengungkap Misteri Air

Para leluhur berdoa dengan duduk melingkar dengan pusat lingkaran berupa nasi tumpeng. Doa bersama akan memberikan getaran kepada kandungan air dalam nasi tumpeng dan membuat nasi tumpeng tersebut membawa berkah. Berdoa sebelum dan sesudah makan juga memberikan getaran terhadap makanan sehingga membawa kesehatan bagi tubuh.

Pengetahuan tentang unsur alami air ini berkaitan erat dengan sifat alam. Pasang surut air laut dipengaruhi oleh tarikan bulan dan matahari. Pada waktu air pasang, maka 70% air di tubuh manusia juga mengalami pasang. Pada waktu terjadi gerhana dimana matahari, bulan dan bumi pada pada posisi garis lurus, maka pasang terbesar akan terjadi. Pada waktu bulan purnama leluhur kita merasa bahagia, mumpung padhang rembulane, pasangan berasyik-masyuk, beberapa hewan juga memadu kasih karena air di tubuh mereka sedang pasang. Bagi yang tirakat, mereka melakukan puasa, menahan nafsu yang juga sedang pasang. Mereka yang mempunyai tekanan darah tinggi, apabila pada waktu bulan purnama makan daging kambing dan durian, maka stroke lebih mudah terjadi.

 

Sisupala dan Dantavakra

Tiba-tiba keheningan yang sakral tersebut dirusak oleh suara Sisupala, “Kata-kata anak muda mengapa dipatuhi? Hanya karena Pandawa bersahabat dengan Krishna mereka meninggikan derajad dia daripada raja dan resi lainnya. Orang yang dihormati ini adalah seorang penggembala. Dan dia hanya meniup seruling mengiringi para Gopi desa yang menari dan menyanyi. Dia dilahirkan di penjara. Dia si pencuri. Sewaktu kecil mencuri keju, kala jadi raja mencuri gadis untuk dijadikan istrinya. Dia membunuh pamannya sendiri. Dia tak ada harganya untuk dihormati.”

Para tamu menyingkir dan menutupi telinganya, mereka tak mau mendengar ucapan yang menghina Gusti yang mewujud sebagai manusia. Hati Sisupala telah tertutup……. seorang kafir yang tidak memahami sama sekali tentang cinta kasih para Gopi kepada kekasihnya.

Aroma kasih itu tak akan tercium oleh mereka yang tidak mencintai; seolah hidung mereka tersumbat. Itulah yang disebut kafir; hati mereka tertutup, sehingga mereka tidak merasakan apa yang dirasakan oleh seorang pecinta………. Nama-Mu bukanlah seperti minyak wangi yang tersimpan dalam botol, tetapi seperti minyak wangi yang tertumpah. Demikianlah kasih-Nya. Ia tidak menyimpannya. Ia tidak membaginya dengan orang-orang terpilih saja. Ia sengaja menumpahkannya, supaya setiap “gadis” dapat mencium harumnya…….. “Gadis-gadis” itu mencintai-Nya karena telah mencium aroma kasih-Nya. Demikianlah, para pecinta tidak mencintai-Nya begitu saja. Mereka cinta karena pengalaman pribadi mereka. *3 Kidung Agung

Bhima sudah mau bergerak, tetapi ditahan Resi Bhisma, “Kau tidak tahu, Sisupala juga akan melakukan persembahan dan dia mempersembahkan nyawanya.”

Krishna menggerakkan cakranya dan tak lama kemudian Sisupala mati. Seberkas sinar keluar dari jasadnya dan lenyap di kaki Sri Krishna. Jaya sudah menyelesaikan perannya memusuhi Wisnu selama tiga kehidupan dan kembali bersatu dengan Wisnu menjadi penjaga istana Wisnu di Vaikunta.

Beberapa minggu kemudian Arjuna mendengar, Salva menuntut balas atas kematian Sisupala dan Salva pun akhirnya mati kena cakra Sri Krishna. Salah satu temannya Dantavakra juga menuntut balas dan dia juga mati ditangan Sri Krishna. Dantavakra adalah titisan ketiga dari Wijaya salah seorang penjaga gerbang istana Vaikunta yang mendapat kutukan Resi Sanaka untuk lahir di dunia menjadi musuh Wisnu. Tugas Dantavakra memusuhi Wisnu di dunia telah selesai dan dia kembali berkumpul dengan Jaya menjadi penjaga gerbang di Istana Vaikuntha kepunyaan Wisnu.

 

Ciri khas seorang satria

Kisah Pandawa melawan Korawa adalah kisah para ksatria.

Ciri khas seorang satria adalah: Ciri pertama, ia dapat mengendalikan dirinya pada setiap saat, dalam keadaan apa pun. Ia dalam keadaan tenang, walaupun di tengah keramaian…. Dalam keadaan kritis, apabila Anda masih bisa mempertahankan ketenangan diri Anda, Anda baru bisa disebut seorang satria. Ciri kedua yang tidak kalah penting adalah bahwa ia selalu berupaya mempertahankan kesadarannya. Memang sulit sekali. Begitu Anda diberi seragam, begitu Anda diberi senjata, Anda pun langsung lupa daratan…. Ciri ketiga, perilaku dia berlandaskan susila dan anoraga. Susila atau sushila bisa diartikan sebagai “tindakan yang bijak”. Ia yang berperilaku baik disebut Sushil. Dan anoraga atau anurag berarti “kasih”. Tidak sekadar cinta, tetapi kasih sayang. Sri Bhagawan masih belum puas dengan apa yang beliau katakan. Ia harus menekankan lagi. Sebenarnya, orang seperti itulah yang patut disebut orang yang beragama. *5 Wedhatama

Terima Kasih Guru.  Guru merupakan sumber pengetahuan yang tak ada habisnya. Semua terberkati oleh-Mu. Jay Gurudev!

Keterangan:

*1 Gita Management   The Gita Of Management, Panduan bagi eksekutif muda berwawasan modern,                                                Anand Krishna, Gramedia Pustaka Utama, 2007.

*2 Baghavad Gita        Bhagavad Gita Bagi Orang Modern, Menyelami Misteri Kehidupan, Anand Krishna,                          PT Gramedia Pustaka Utama  2002

*3 Kidung Agung         Kidung Agung Melagukan Cinta Bersama Raja Salomo, Anand Krishna, PT Gramedia                         Pustaka Utama, 2006.

*4  Mengungkap Misteri Air  Mengungkap Misteri Air, Mengubah Dunia dengan Kesadaran Baru, Anand                                                 Krishna-Triwidodo-Nina Natalina-Gede Merada, One Earth Media, 2005.

*5 Wedhatama                 Wedhatama Bagi Orang Modern, Anand Krishna, Gramedia Pustaka, 1999

 

http://www.anandkrishna.org/oneearthmedia/ind/

http://triwidodo.wordpress.com

http://id-id.facebook.com/triwidodo.djokorahardjo

Agustus 2009.

Share on FacebookTweet about this on TwitterShare on Google+Email this to someone