December 8, 2009

Mutiara Kehidupan: Keong Emas, Kemuliaan Hidup vs Kenikmatan Instant

Pikiran Bersih atau Buddhi merupakan tahap akhir dari mind. The last state of mind. Dan intelek bukanlah last state of mind. Intelek masih ramai; masih banyak coretan di sana; masih penuh dengan referensi; masih kotor. Last state of mind adalah pikiran atau mind sekilap cermin yang tidak berdebu; cermin yang bebas dari keramaian thoughts; cermin polos; sehingga kita bisa bercermin diri tanpa gangguan. Dan, wajah asli pun tampak jelas. 

Sebagai tahap akhir dari mind, Buddhi pun masih belum no mind. Itu sebabnya, seorang Buddha pun mencapai kesempurnaan Nirvaana, saat meninggalkan jasadnya. Tentu saja itu tidak berarti bahwa seorang Buddha yang “masih hidup” tidak pernah mencapai no mind. Dia sudah mencapainya, tetapi ingin bertahan hidup untuk berbagi rasa. Dan, ketika sedang berbagi rasa dia sepenuhnya berada pada lapisan Buddhi. Kesadarannya sudah tidak pernah merosot ke lapisan mind yang lebih bawah. Pada saat bercakap-cakap dengan kita, seorang Buddha mau tak mau harus turun dari keadaan no mind. Turun satu tangga. Nah, anak tangga itulah Buddhi. *1 Atma Bodha halaman 117

 

Kisah Keong Emas

Seorang ibu sedang berbicara dengan putrinya yang masih remaja, “Anakku coba simak cerita Keong Emas dan kemudian coba petik pelajaran yang berharga untuk kehidupan kita!”

Dewi Candrakirana dan Dewi Galuh adalah dua putri raja di Kerajaan Daha. Pada suatu hari datanglah Pangeran Raden Panji Inu Kertapati melamar Dewi Candrakirana yang terkenal akan kecantikan dan juga kemuliaan hatinya. Sang Raja berkenan dan mereka berdua ditunangkan. Dewi Galuh merasa iri, mengapa Dewi Candrakirana yang sederhana dan agak “kuper” malah dipilih, sedangkan dia yang “gaul” dan “ngetrend” kok malah malah tidak mendapat perhatian. Dewi Galuh mendatangi nenek sihir agar mengerjai Dewi Candrakirana. Sang nenek penyihir menyihir sang putri menjadi keong emas dan segera dibuang ke sungai. Sang nenek penyihir berkata bahwa sihir tersebut tidak dapat hilang pengaruhnya, kecuali sang pangeran dan Dewi Candrakirana bertemu muka. Diharapkan keong emas terbawa arus sungai dan berada jauh dari pemukiman penduduk, sehingga tidak dapat bertemu dengan sang pangeran. Kemudian Dewi Galuh diberi jampi-jampi untuk dapat menarik perhatian sang pangeran.

 

“Mbok Rondho Dadapan” adalah seorang nenek yang hidup sendiri di rumah dekat sebuah sungai di pinggir sebuah hutan. Dia hidup sederhana dari menanam padi, buah-buahan dan sayur-sayuran di kebunnya. Pada suatu hari, kala dia sedang mencuci, dia mendapatkan sebuah keong mas yang indah dan dibawanya pulang ke rumah. Keong Emas tersebut  ditaruh di tempayan dengan beberapa tanaman air sebagai makanannya. Keesokan harinya si nenek pergi mencari ranting kayu dan memetik beberapa buah-buahan dan sayur-sayuran untuk dimasak sebagai makan siangnya. Si nenek terkejut karena sesampai di rumahnya sudah tersedia masakan yang enak di atas meja makan. Sambil berterima kasih kepada Gusti Yang Maha Pemberi, sang nenek makan dengan penuh syukur. Setelah itu setiap hari setelah pulang kerja selalu saja ada makanan enak tersedia di atas meja makan.

 

Akhirnya dia ingin menyelidiki peristiwa tersebut, sehingga setelah berangkat bekerja, dia kembali ke rumah dan mengintip dari jendela. Si nenek melihat seorang gadis keluar dari keong emas dan menyiapkan masakan. Si nenek keluar dan bertanya sebetulnya siapakah putri baik hati yang keluar dari tubuh keong emas tersebut.  Sang putri kemudian menjelaskan peristiwa yang terjadi sehingga  akhirnya dirinya menjadi keong emas. Setelah bercerita, sang putri kembali masuk ke dalam rumah keong emas.

 

Alkisah, Raden Panji Inu Kertapati berusaha mencari Dewi Candrakirana tetapi belum ketemu juga dan selalu saja ditemui oleh Dewi Galuh yang cantik. Sang Raja menyarankan agar sang pangeran menikahi Dewi Galuh saja karena Dewi Candrakirana raib, hilang tak ada kabar beritanya. Sang pangeran melihat ada sesuatu dalam diri Dewi Candrakirana yang tak ada dalam diri Dewi Galuh. Sang pangeran merasa Dewi Galuh bukan pasangan yang cocok dengannya. Sang pangeran senang sifat putri Candrakirana yang polos dan mulia.

 

Pada suatu hari sang pangeran memakai pakaian orang kebanyakan pergi mencari kabar Dewi Candrakirana ke pelosok pedesaan. Seekor gagak penjelmaan nenek penyihir yang bisa bicara menunjukkan arah yang berlawanan dengan tempat keong emas berada. Dalam perjalanan menuruti arah yang ditunjukkan sang gagak, sang pangeran bertemu dengan seorang kakek tua renta yang lemas karena kelaparan. Sang pangeran tergerak hatinya dan memberikan semua bekal makanannya dengan penuh kasih. Setelah makan sang kakek menjadi sehat kembali dan kemudian melempar burung gagak penunjuk jalan sang pangeran yang segera berubah menjadi asap hitam. Sang kakek kemudian menunjukkan arah tempat di mana keong emas berada.

 

Sang pangeran pergi ke Desa Dadapan, dan sampai ke rumah “Mbok Rondho Dadapan”. Pada saat tersebut dia melihat sekelebatan Dewi Candrakirana yang sedang memasak makanan.  Perjumpaan kedua kekasih tersebut membuyarkan sihir sang penyihir dan kemudian mereka kembali ke istana dengan mengajak sang nenek ikut serta.

 

Budi, sang pikiran jernih – tingkat tertinggi dari pikiran

“Bunda, Apakah Bunda mengibaratkan Pangeran Raden Panji Inu Kertapati sebagai manusia yang sudah berada dalam tingkatan Budi? Level tertinggi dari pikiran?”, sang remaja putri bertanya. “Benar anakku, Dewi Candrakirana dan Dewi Galuh mewakili Shreya dan Preya, istilah dalam bahasa Jawi Kuno atau Sansekerta yang berarti kemuliaan dan kesenangan instant.”

 

Sang Pangeran sudah berada dalam tingkat Budi, dia sudah bisa memilah mana yang berguna bagi kehidupannya atau mana yang hanya sekedar memuaskan inderawinya. Dewi Candrakirana adalah sesuatu yang mulia dan bermanfaat, yang disebut dengan istilah Shreya. Sedangkan Dewi Galuh mewakili Preya, yang menyenangkan indera dengan instant.

 

Preya adalah apa yang menyenangkan kita, apa yang menawarkan kepuasan segera untuk indera, untuk pikiran ataupun perasaan. Sedangkan Shreya adalah apa yang baik pada akhirnya. Preya adalah “prinsip kesenangan”, melakukan apa yang terasa baik, tidak-peduli apa pun akibatnya. Sedangkan Shreya berarti memilih konsekuensi yang terbaik, walaupun mungkin terasa tidak enak di awalnya. Saat terbangun di kala hampir fajar, ada dua pilihan, bangun meditasi dan kemudian menyiapkan diri untuk kegiatan sepanjang hari, atau tidur lagi, langsung merasakan nikmatnya tidur di waktu subuh.

 

Preya memberikan kesenangan dan kepuasan segera bagi indera dan pikiran serta perasaan kita. Akan tetapi kesenangan tersebut hanya bersifat sementara. Sedangkan Shreya sering di waktu awalnya tidak menyenangkan, tetapi setelah beberapa lama manfaatnya terasa. Misalnya bagi mahasiswa main internet atau game adalah hal yang menyenangkan, sedangkan belajar adalah hal yang kurang enak di awalnya. Akan tetapi bagaimana pun ujian harus dihadapi, dan belajar adalah hal yang bermanfaat dapat membuat percaya diri. Sedangkan di lain pihak, kesenangan bermain game hanya bersifat sementara, telah lewat kesenangan tersebut, tinggal menghadapi ujian tanpa persiapan matang yang membuat ketidaktenangan.

 

Di mana pun kita berada, kita selalu dihadapkan pilihan antara Preya dan Shreya. Preya selalu berpakaian menarik, menonjol dan menggoda indra dan selera. Sedangkan Shreya berkepribadian sederhana, dan tidak suka menonjolkan diri. Bagi orang awam, dunia adalah menarik dan bergemerlapan, sedangkan bagi mereka yang sudah tenang, mereka paham bahwa dunia hanya bersifat sementara. Adalah merupakan utopia mencari kebahagiaan abadi dari sesuatu yang tidak abadi. Preya adalah sales promotion girl yang handal, yang pandai menawarkan jasa dan meluluhkan ego. Kita selalu dihadapkan pada jalan kebijaksanaan dan jalan yang jauh dari bijaksana.

 

Tubuh dapat diibaratkan sebagai kereta dengan lima kuda perkasa, panca indera. Mereka yang menuruti kuda-kuda mereka sedang mengejar kesenangan indera.  Sebetulnya ada tali kendali bagi kuda-kuda tersebut, yaitu pikiran, emosi dan hasrat diri. Si kusir harus lebih kuat pengendaliannya dari pada kuda-kuda indera. Kuda-kudanya harus dilatih mengikuti diri dan bukan mengikuti nafsunya.

 

Bila disuruh memilih antara “yang baik” dan “yang nikmat” biasanya manusia akan memilih “yang nikmat”. Itu sebabnya, seorang anak harus diberi iming-iming kenikmatan permen : “nasinya dihabiskan dulu.  Kalau sudah habis, mama berikan permen.” Permen kenikmatan sesungguhnya hanyalah iming-iming. Tidak penting. Yang penting adalah nasi. Bila masih kecil, pemberian iming-iming masih bisa dipahami. Celakanya, kita semua sudah kebabalasan. Sudah dewasa, sudah bukan anak-anak lagi, tetapi masih membutuhkan iming-iming “permen kenikmatan”. Kemudian, demi “permen kenikmatan” kita akan melakukan apa saja. Jangankan nasi, batu pun kita makan. Asal mendapatkan permen. Demi “permen kenikmatan”, kita tega mengorbankan kepentingan orang lain. Kitabersedia memanipulasi apa saja. Agama dan kepercayaan akan kita gadaikan bersama suara nurani. *2 Masnawi Buku Kelima halaman 189

 

Sang nenek penyihir mewakili hasrat keduniawian. Dia bisa mempercantik harapan akan kenikmatan dan menakut-nakuti orang yang sedang berada dalam jalan kebenaran.

 

Sang Kakek yang menderita kelaparan adalah seorang Guru yang menunjukkan jalan yang benar. Akan tetapi sang Guru selalu menguji lebih dahulu kesiapan sang murid, apakah dia sudah pantas mendapatkan sesuatu yang berharga. Bagi seorang murid yang sudah siap, maka dia akan memandunya ke arah jalan yang tepat.

 

Mbok Randa Dadapan, adalah jiwa yang sederhana. Lugu polos seperti anak kecil. Selalu bersyukur, sehingga selalu ceria. Keong Emas, adalah kebaikan yang tersembunyi dalam cangkang. Tidak menarik di dunia, disepelekan.

 

Mind membuat Anda cerdik, membuat Anda sadar akan baik dan buruk, tetapi pada saat yang sama juga merampas keluguan Anda. Mind pula yang merenggut kesadaran dan kepolosan Anda. *3  Semedi2 halaman 83

 

Nurani vs Pikiran

Yang menuntut kenikmatan indra adalah mind. Keinginan, keterikatan dan apa yang kita anggap cinta selama ini, semua adalah expression of mind, ungkapan-ungkapan mind. Sifat-sifat dasar manusia juga berkaitan erat dengan mind. Sifat tenang, sifat aktif dan sifat malas lahir dari rahim mind. Melampaui ketiga sifat itu berarti melampaui mind. Atau sebaliknya, melampaui mind berarti melampaui ketiga sifat dasar itu. Perjalanan adalah Tuhan, kejadian adalah Tuhan. Semua ini Tuhan. Adakah sebuah tempat di mana tidak ada Tuhan? Ya, ada. Ya dan tempat itu adalah mind manusia. Mind bisa menerima Tuhan, bisa juga menolaknya. Mind bisa menempatkan Tuhan begitu jauh, bisa pula mendekatkan-Nya. Mind adalah bagian kekuatan Tuhan yang membuatmu statis berada dalam satu tingkat kesadaran. Dan tingkatan itu bisa keduniawian, keilahian, bisa juga bersifat seperti malaikat dan bisa juga bersifat kebinatangan. Mind adalah halangan dari perjalanan. Mind membuatmu berjalan di tempat. *4 Soul Quest halaman 75 

Sang remaja putri bertanya, “Terima kasih Bunda yang mengingatkan bahwa setiap saat kita selalu menghadapi dua pilihan antara Shreya dan Preya. Bunda selalu mengingatkan bahwa para leluhur selalu memaknai kisah secara esoteris, bahwa karakter semua pelaku berada di dalam diri. Tolong Bunda jelaskan!” “Baik anakku, apa pun yang ada di luar adalah ungkapan dari apa yang ada di dalam diri.”

 

Raden Panji Inu Kertapati adalah kesadaran di dalam diri. Dia selalu waspada dalam segala tindakannya. Dia lebih dekat kepada Candrakirana, sang nurani. Dalam tindakan sehari-hari dia mengutamakan proses yang tepat. Management by process. Apabila kita melakukan proses yang tepat setiap hari, maka tidak perlu mengkhawatirkan hasil akhir dan tidak terjadi kemerosotan kualitas. Hasil akhir akan mengikuti hukum sebab akibat. Dia disibukkan dengan tindakan kekinian, dia berbahagia setiap saat.

Dengarkan suara hati nurani anda sendiri. Hanya dialah yang dapat menyelamatkan anda. Hanya dialah yang dapat mencegah terjadinya kemerosotan kesadaran lebih lanjut. *5 Masnawi satu halaman 56

 

Sebaliknya bagi orang awam, mereka akan terpicu oleh hasil akhir. Mereka mendambakan hasil akhir. Sehingga mereka menggunakan segala macam cara untuk mendapatkan keberhasilan. Management by objectives. Demikian tindakan Dewi Galuh, sang pikiran, sang mind. Pikiran menghalalkan segala macam cara untuk mencapai tujuannya. Mind berpikir tentang keduniawian, apa yang menarik bagi indera, pikiran dan perasaan. Mereka lupa akan adanya hukum sebab akibat. Sesuatu yang diperoleh secara tidak benar akan mendapatkan akibat dari tindakan dari ketidakbenaran tersebut.

 

Pikiran itulah Setan yang menggoda. Ketika suara pikiran muncul, ketika bisikan setan terdengar, tercipta pula keraguan di dalam diri. Saat itu, nurani menciptakan keraguan itu. Sebaliknya jika kita mendengar suara hati, bisikan nurani, tidak ada keraguan lagi. Kita sudah pasti bertindak sesuai dengan tuntunannya. Selama kita masih ragu, masih bimbang, selama itu suara hati, bisikan nurani belum terdengar. Saat itu, lebih baik duduk tenang, lakukan pernapasan perut. Biarlah pikiran mengendap. Setelah beberapa menit, suara hati pun pasti terdengar jelas. *6 Fear Management halaman 93

 

Sang nenek penyihir adalah master ilusi, maya, sihir duniawi. Sedangkan sang kakek tua adalah petunjuk ilahi yang menghampiri mereka yang berada dalam keadaan hening. Kita selalu mengandalkan pikiran, akan tetapi tidak paham bahwa pikiran itu hobbynya berdebat, sehingga makin lama, semakin banyak perdebatan dalam diri dan menimbulkan ketidaktenangan. Kadang-kadang kita begitu berisik dalam berdoa, sehingga tak terdengar petunjuk yang sebenarnya terdengan jelas bila kita berada dalam keheningan.

 

“Terima Kasih Bunda, Terima Kasih Gusti. Gusti telah mengutus Guru memandu Bunda sehingga dapat memberikan kisah yang bermakna bagi kehidupan ananda. Namaste. Bende Mataram, sembah sujudku bagi Bunda Pertiwi.”

 

*1 Atma Bodha        Atma Bodha Menggapai Kebenaran Sejati Kesadaran Murni dan Kebahagiaan Kekal, Anand Krishna, PT Gramedia Pustaka Utama, 2001.

*2 Masnawi Buku Kelima Masnawi Buku Kelima, Bersama Jalaluddin Rumi Menemukan Kebenaran Sejati,

                        Anand Krishna, Gramedia Pustaka Utama, 2002

*3  Semedi2            Semedi 2, Meditasi untuk Peningkatan Kesadaran, Anand Krishna, PT Gramedia Pustaka Utama, 2002.

*4 Soul Quest                    Soul Quest, Pengembaraan Jiwa dari Kematian Menuju Keabadian, Anand Krishna, Gramedia Pustaka Utama, 2004.

*5 Masnawi satu       Masnawi Bersama Jalaludin Rumi Menggapai Langit Biru Tak Berbingkai, Anand Krishna,PT Gramedia Pustaka Utama,2001.

*6 Fear Management Fear Management, Mengelola Ketakutan, Memacu Evolusi Diri, Anand Krishna, PT Gramedia Pustaka Utama, 2007.

 

Informasi buku silahkan menghubungi

http://booksindonesia.com/id/

Situs artikel terkait

http://www.anandkrishna.org/oneearthmedia/ind/

http://triwidodo.wordpress.com

http://id-id.facebook.com/triwidodo.djokorahardjo

November 2009.

Share on FacebookTweet about this on TwitterShare on Google+Email this to someone