Kita semua pasti pernah merasakan fenomena ini. Bahkan sering sekali kita mengalaminya. Kadang kadang, kita bertemu dengan seseorang dan sepertinya kita diguyuri, disirami dengan air kehidupan. Bertemu dengan dia dan memandang wajahnya sudah cukup. Kita merasa begitu segar, padahal tidak terjadi dialog apa pun saling bersentuhan pun tidak. Sebaliknya pertemuan dengan orang lain bisa membuat kita merasa begitu gelisah. Tiba tiba kita menjadi lemas. Yang memiliki kehidupan akan membagikan kehidupan. Yang memiliki kegelisahan akan membagikan kegelisahan. Orang yang nafasnya teratur, pikirannya tenang dan emosinya pun tidak bergejolak. Dengan sendirinya, kehadiran dia saja sudah cukup untuk membuat kita merasa segar. Sebaliknya, orang yang nafasnya tidak teratur, pikirannya tidak tenang dan emosinya masih bergejolak, hanya akan menyebarkan kegelisahan. *1 Hidup Sehat Sufi halaman 47
Kisah Rakyat Si Timun Emas
Seorang Ibu bercerita kepada seorang anak gadisnya tentang Kisah Timun Emas. Di tepi hutan hiduplah sepasang petani tua yang merasa hidupnya kurang bermakna dan menginginkan seorang putri untuk merawat mereka di hari tua. Seorang raksasa datang memberikan biji-biji mentimun untuk ditanam yang akan memberikan mereka kebun mentimun dan seorang anak gadis. Akan tetapi setelah sang gadis dewasa agar diserahkan kepada sang raksasa untuk menjadi santapannya.
Alkisah, setelah beberapa bulan, ratusan tanaman mentimun memenuhi kebunnya dan di tengah-tengah kebun terdapat mentimun berwarna emas yang sangat besar. Ketika sudah tiba saatnya memotong mentimun emas tersebut, ternyata di dalamnya terdapat bayi perempuan yang sangat elok. Bayi tersebut dipelihara dijadikan anak mereka dan dinamakan Timun Emas.
Kehidupan suami istri petani tersebut menjadi bermakna, dan tanpa terasa Timun Emas telah menginjak remaja. Bagaimana pun mereka merasa was-was, apabila sang raksasa datang kembali untuk menagih janjinya. Pada suatu hari sang suami mimpi sedang memberikan Timun Emas, sebuah kantung kain berisi mentimun, rebung muda, garam dan terasi. Ternyata sang isteri pun juga mimpi tentang hal yang sama. Mereka kemudian memanggil Timun Emas dan memberikan kantung dari kain berisi benda-benda tersebut. Pesan keduanya, agar kantung tersebut dibawa Timun Emas setiap saat. Timun Emas mengiyakan dan bertanya, apakah betul setelah dia remaja akan datang raksasa yang akan menyantap dirinya? Suami istri tersebut mengiyakan dan minta dia segera melarikan diri membawa kantung tersebut kala seorang sang raksasa datang ke rumah mereka.
Pada suatu hari sang raksasa benar-benar datang dan sang putri diminta sepasang petani tersebut lari lewat pintu belakang. Sepasang suami istri tersebut menemui sang raksasa dan mohon agar mengganti perjanjian bahwa bukan sang gadis yang dijadikan santapan, akan tetapi cukup mereka saja. Sang raksasa tidak setuju dan tetap minta sang gadis menjadi santapannya. Ketika sang raksasa tahu bahwa anak gadis petani tersebut sudah melarikan diri, maka dikejarnyalah sang gadis.
Walaupun sudah berlari jauh langkah raksasa tersebut terlalu besar dan Timun Emas hampir tertangkap. Timun Emas segera mengambil mentimun dari kantung dan melemparkannya. Dan, tiba-tiba di hadapan raksasa tersebut muncul kebun mentimun yang sangat luas. Sang raksasa sejenak melupakan buruannya dan menyantap timun-timun yang ranum. Timun Emas kembali berlari sekuat tenaga menjauhi sang raksasa. Kala sang raksasa kekenyangan akibat buah-buah mentimun, dia kembali teringat buruannya dan mengejar sang gadis lagi.
Kala sang raksasa sudah mendekati dirinya lagi, Timun Emas melemparkan rebung muda dan tiba-tiba di hadapan sang raksasa muncullah hutan bambu dan bekas-bekas potongan hutan bambu menghadang di hadapannya. Jalan sang raksasa menjadi pelan dan kakinya berdarah-darah terkena potongan-potongan pohon bambu. Timun Emas terus berlari kencang. Akan tetapi rupanya hambatan hutan bambu tidak dapat melemahkan hasrat sang raksasa, dia terus mengejar buruannya dan akhirnya dia menjadi semakin kesal.
Ketika sang raksasa sudah mendekat lagi, maka Timun Emas melemparkan garam dan tiba-tiba di hadapan sang raksasa muncul lautan yang luas. Dan, Timun Emas terus berlari menyelamatkan diri. Sang Raksasa yang kakinya terluka pohon bambu mencoba berenang dan merasakan kepedihan pada luka-luka di kakinya. Sudah beberapa rintangan di hadapinya, akan tetapi sang raksasa tidak sadar juga dan terus mengejar. Dengan kepayahan akhirnya sang raksasa dapat melintasi lautan tersebut dan kembali mengejar Timun Emas.
Saat sang raksasa sudah dekat kembali, Timun Emas melempar terasi dan di hadapan sang raksasa muncul rawa-rawa gambut yang amat luas. Sang raksasa tetap berusaha mengejarnya, akan tetapi rawa-rawa tersebut menarik tubuhnya ke bawah dan sang raksasa pun akhirnya mati.
Perbedaan manusia dan raksasa
Sang anak gadis mendengarkan cerita ibunya dengan penuh perhatian dan bertanya, “Bunda, pada hakikatnya raksasa hampir selalu dihubungkan dengan sifat keserakahan. Mengapa demikian?” Sang ibu menjawab, “Baiklah anakku coba simak pertimbangan-pertimbangan tersebut di bawah ini!”
Sang Raksasa hanya ingin memuaskan hasrat pribadi memenuhi kebutuhan indera tubuhnya tanpa mempertimbangkan perasaan orang lain yang mungkin menderita dan ketakutan karena tindakannya. Sang raksasa menolak menyantap daging sepasang suami istri yang tua yang alot dan menginginkan daging sang gadis yang masih segar.
Perhatikan makanan keluarga petani tersebut, nasi dan buah-buahan sedangkan sang raksasa daging manusia atau hewan. Bukannya daging membuat raksasa serakah, akan tetapi lebih sulit meningkatkan kesadaran bagi mereka yang selalu mengkonsumsi daging.
Secara umum, makanan dapat dikelompokkan dalam tiga kategori. Pertama, makanan yang dapat menenangkan pikiran. Kedua, makanan yang membuat kita hiperaktif. Ketiga, makanan yang menggelisahkan kita. Makanan yang menenangkan pikiran adalah sayuran yang tidak dimasak lama, hanya diseduh atau ditumis sebentar. Misalnya, gado gado, karedok, salad, sayur sayur yang ditumis, dan lain sebagainya. Nasi, roti, kacang kacangan (kecuali kacang merah), minyak goreng (dalam jumlah terbatas) dan hampir segala macam buah buahan berada dalam kategori makanan yang menenangkan pikiran. Begitu pula, tahu dan tempe. Susu atau produk susu dalam kuantitas yang terbatas kurang lebih 250 cc dalam satu hari juga berada dalam kelompok makanan yang menenangkan pikiran. *1 Hidup Sehat Sufi halaman 22
Makanan yang membuat kita hiperaktif adalah daging ayam, ikan, sayur sayuran yang dimasak lama atau digoreng, dan kacang merah. Bawang-bawangan, acar dan segala sesuatu yang tidak segar (buah buahan kaleng) dan lain sebagainya. Susu atau produk susu di atas 250 cc setiap hari, akan membuat Anda hiperaktif juga. *1 Hidup Sehat Sufi halaman 22
Makanan yang menggelisakkan atau membuat kita restless adalah daging yang berwarna merah misalnya sapi, kerbau, kambing, babi, ikan tuna, dan lain sebagainya. Bumbu bumbu yang berkelebihan, segala sesuatu yang terlalu manis dan terlalu pedas. Sedapat mungkin, hindarilah kelompok makanan yang ketiga ini. Apabila Anda masih harus makan daging, makanlah daging ayam atau ikan. *1 Hidup Sehat Sufi halaman 22
Melukai makhluk hidup, membunuh dan memakannya, akan membuat kita semakin keras. Segala sesuatu yang lembut dalam diri kita akan lenyap. Rasa kasih terhadap sesama makhluk hidup akan hilang. *1 Hidup Sehat Sufi halaman 29
Mengenai daging Sufi Hazrat Inayat Khan mengetengahkan hal-hal sebagai berikut: Karena dua hal, Hazrat Inayat Khan menganjurkan agar kita tidak mengkonsumsi daging. Pengertian daging di sini bukan semata mata daging sapi, tetapi daging apa saja ayam, ikan, semuanya. Pertama, konsumsi daging akan memperlamban proses peningkatan kesadaran dalam diri kita. Kemajuan spiritual kita akan terganggu. Kedua, membunuh binatang dan mengkonsumsi dagingnya sangat tidak bermoral, sangat tidak manusiawi. *1 Hidup Sehat Sufi halaman 22
Dari segi spiritual, mengkonsumsi daging akan mempengaruhi sifat dan watak manusia. la akan mewarisi watak binatang yang dimakan dagingnya itu. Dari sudut pandang mistik, mengkonsumsi daging akan mempengaruhi pernafasan kita, dan selanjutnya memblokir sentra sentra psikis dalam diri kita, yang sebenarnya berfungsi sebagai “jaringan tanpa kabel”. Sentra sentra psikis atau chakra inilah yang membantu terjadinya peningkatan kesadaran dalam diri kita, dan menghubungkan kita dengan alam semesta. Untuk itu dianjurkan tidak makan daging. Dari sudut pandang moral, hati seorang pemakan daging akan menjadi keras. Hati yang seharusnya lembut dan diberikan oleh Allah untuk mengasihi sesama makhluk bukan hanya sesama manusia akan kehilangan kelembutan atau rasa kasihnya. *1 Hidup Sehat Sufi halaman 26
Kelemahan kita dalam hal pengendalian hawa nafsu, obsesi kita terhadap daging, membuat kita licik Kita menjadi cendekiawan. Kita mulai berdalil bukankah tumbuh tumbuhan itu pun memiliki kehidupan? Betul, kehidupan mengalir lewat tumbuh tumbuhan pula. Namun tumbuh-tumbuhan tidak memiliki mind. Dan oleh karena itu, mengkonsumsi sayur sayuran, buah buahan tidak akan mempengaruhi watak kita, mind kita. Tidak demikian dengan mengkonsumsi daging. Masih ada lagi yang berdalil hewan yang disembelih dan dimakan itu, sesungguhnya mengalami peningkatan dalam evolusi mereka. Dengan mengkonsumsi daging hewan, sebenarnya kita membantu terjadinya peningkatan evolusi mereka. Anda boleh memberikan seribu satu macam dalil. Dalil tinggal dalil. Yang jelas, mengkonsumsi daging tidak akan membantu manusia dalam hal peningkatan kesadaran. Terjadi evolusi dalam diri hewan hewan itu atau tidak, yang jelas mengkonsumsi daging tidak membantu evolusi spiritual manusia. *1 Hidup Sehat Sufi halaman 28
Pentingnya puasa
Hendaknya seorang vegetarian tidak menganggap rendah mereka yang masih mengkonsumsi daging. Keangkuhan Anda, arogansi Anda justru akan menjatuhkan Anda lagi, dan akan menjadi rintangan bagi perkembangan spiritual. *1 Hidup Sehat Sufi halaman 30
Tujuan puasa adalah untuk membiarkan nafas atau energi kehidupan mengalir leluasa ke seluruh tubuh, lewat setiap urat, setiap syaraf. Dalam keadaan puasa, urat urat dan jaringan syaraf kita menjadi lebih reseptif terhadap energi kehidupan, terhadap nafas. Tidak ada blokade blokade lagi, sehingga energi bisa melewatinya dengan lebih leluasa. *1 Hidup Sehat Sufi halaman 31
Otak kita mengkonsumsi sari-sari makanan dan oksigen sebagai bahan pembuat energi untuk proses berpikir. Pada waktu sari-sari makanan dan oksigen banyak, otak penuh energi dan cukup sulit untuk mengendalikan pikiran. Empat jam setelah makan, sari-sari makanan yang disuplai dari usus habis, maka otak kekurangan energi dan lebih mudah dikendalikan. Itulah sebabnya latihan-latihan meditasi diusahakan dilakukan empat jam setelah makan, kala perut sudah kosong. Demikian pula di tempat-tempat tinggi di mana oksigen tipis, otak juga lebih terkendali dan mulut berkurang bicara. Itulah sebabnya banyak para suci yang mendapatkan penerangan di pegunungan, bukit atau tempat-tempat yang tinggi.
Raksasa mengejar buruan
Perhatikanlah sewaktu main “game” atau “berjudi”, perhatikan nafas kita. Keinginan menang dan mengatasi kesulitan “game” membuat kita bernafas cepat. Nafas yang cepat apalagi yang tidak beraturan membuat kita gelisah, dan pikiran jernih menjauh. Itulah sebabnya saat main “game” tidak mau berhenti dan Yudistira bernafsu untuk meneruskan permainan dadu, walau dicurangi para Korawa. Perhatikan kala melihat film-film yang menegangkan, kita tak mau beringsut, lepas dari ketegangan tersebut.
Sang raksasa yang mengejar Timun Emas tidak mempunyai pikiran jernih lagi, tidak sadar bahwa rintangan yang dihadapinya semakin berat dan membahayakan dirinya. Para leluhur kita memahami tentang napas sehingga mengkisahkan para raksasa bernapas cepat dan kasar. Apalagi saat sang raksasa mengejar buruan, napasnya semakin kacau dan pikiran jernih menjauh.
Perhatikan pikiran kita, pada waktu berpikir keras, tanpa sadar napas kita akan kacau, sehingga para leluhur mengibaratkan ego, keserakahan akibat pikiran, sebagai raksasa. Sedangkan pada waktu kita tenang, hening, maka suara nurani akan terdengar. Ketenangan, keheningan nurani diibaratkan sebagai gadis yang cantik yang akan merwat diri di hari tua.
Sepasang petani diibaratkan diri kita dengan sifat maskulin dan feminin. Sang diri sudah mulai merasa tua dan sisa hidupnya tidak lama lagi, akan tetapi masih juga merasa hidupnya belum bermakna. Sang raksasa pikiran mengingatkan bahwa dari pengetahuan yang diperolehnya, sang diri perlu mendengarkan nurani. Hanya saja saat nurani membesar, sang pikiran gelisah juga takut dirinya dikuasai nurani, sehingga sang nurani perlu dihabisinya. Sang ego membayangkan betapa nikmatnya setelah dapat mengalahkan nurani yang telah menjadi matang. Ada kepuasan tersendiri.
Untuk mengendalikan sang raksasa pertama kali intelegensia diri membekali nurani dengan “ngelmu” untuk menundukkan raksasa keserakahan dari pikiran. Pertama kali sang pikiran diberi makanan mentimun, buah-buahan yang satvik agar menjadi lebih tenang, akan tetapi sang pikiran dapat meloloskan diri dari pengaruh makanan.
Kedua pikiran dirintangi dengan jalan pengendalian diri hutan bambu seperti berpuasa. Akan tetapi walau sudah berpuasa, karena hasratnya belum tenang juga, maka dia tetap mengejar obsesinya. Seperti seseorang yang berpuasa, tetapi belum tenang, maka setelah berbuka keserakahannya meledak dengan menyantap beberapa piring makanan sekaligus.
Selanjutnya pikiran diberi pengetahuan lautan luas, dan sang pikiran mulai menyadari keluasan alam. Akan tetapi bahkan ilmu pengetahuan pun justru digunakan untuk mengejar hasrat keserakahannya.
Akhirnya sang raksasa dihadapkan pada rawa-rawa kesadaran. Setiap langkah sang raksasa selalu terbenam dalam kesadaran, sampai akhirnya seluruh raksasa kesadaran masuk dalam rawa kesadaran.
“Demikian anakku, pemahaman diri pribadi sampai saat ini!” Sang Gadis tercenung dan mengucap pelan, “Terima kasih Bunda, kami merasa mendapatkan pengetahuan tentang kesadaran dari Bunda.” Sang ibu segera menyela, “Bukan anakku, bukan dari bunda, segala sesuatu yang dilakukan atas nama pribadi akan terkena hukum sebab akibat. Bahkan sering meningkatkan ego keangkuhan. Bunda sekadar fasilitator, yang memberi nasehat adalah Bunda Pertiwi, bunda hanya sebagai fasilitator saja, sehingga bunda bisa bertindak tanpa pamrih. Bunda hanya sekadar fasilitator saja!”
Demikian hebatnya “daya pikir” kita. Apabila menganggap diri kita sebagai “penyembuh”, seperti seorang dokter atau seorang perawat kemungkinan “ketularan” penyakit itu selalu ada, karena pada dasarnya energi kita berinteraksi dengan energi orang yang ingin kita sembuhkan. Sebaliknya, apabila kita hanya menjadi “Fasilitator” bagi Energi Ilahi, kemungkinan “ketularan” tidak ada lagi. Energi Ilahi tidak bisa ketularan penyakit. Sungguh, semua ini permainan pikiran belaka permainan ego atau ke “aku” an kita. Apabila “aku” adalah pelaku, “aku” itu juga harus menanggung risiko sebagai seorang pelaku. Setiap aksi menimbulkan reaksi. Kecuali kita hanya sebagai fasilitator. *1 Hidup Sehat Sufi halaman 55
Terima kasih Guru, semoga kesadarn Guru menyebar ke seluruh penjuru alam semesta. Namaste. Bende Mataram! Sembah sujudku bagi Bunda Pertiwi.
*1 Hidup Sehat Sufi Hidup Sehat Dan Seimbang Cara Sufi, Anand Krishna, PT Gramedia Pustaka Utama, 2001.
Informasi buku silahkan menghubungi
http://booksindonesia.com/id/
Situs artikel terkait
http://www.anandkrishna.org/oneearthmedia/ind/
http://triwidodo.wordpress.com
http://id-id.facebook.com/triwidodo.djokorahardjo
November 2009.