Kakek kami pernah berkata bahwa budaya kita lebih sering memakai kata-kata “hati-hati” dari pada “pikir-pikir”. Pikiran kita merupakan gudang arsip atas pengetahuan dan pengalaman kita sebelumnya, dia tidak bisa menyampaikan alternatif solusi yang lain. Pikiran hanya memproses keputusan yang paling menguntungkan ego kita. Di sisi lain “hati” lebih dekat dengan rasa, lebih holistik. Lebih penuh kasih. Solusi yang dihasilkan hati lebih manusiawi. Pikiran yang angkuh bisa menolak Tuhan, tetapi tidak demikian hati hamba yang beriman yang lemah-lembut dan tenang. Tuhan bersemayam di sana. Dan, Tuhan itu Tidak Terbatas. Diri yang disemayami Tuhan dilindungi Ketidakterbatasan.
Kelemahan pikiran
Pikiran kita merupakan gudang arsip atas pengetahuan dan pengalaman kita sebelumnya. Setiap arsip paling tidak mempunyai tiga dimensi, yakni dimensi visual yang pernah ia lihat, dimensi auditory yang pernah ia dengar dan dimensi kinestetik yang pernah ia rasakan. Artinya semua pengalaman hidup kita simpan, dan arsipnya berada pada pikiran yang sering disebut pikiran bawah sadar. Kemudian semua arsip tersebut dapat diputar ulang secara visual, auditory dan kinestetik layaknya sebuah dokumen.
Akan tetapi pikiran mempunyai kelemahan, mempunyai keterbatasan pengalaman, keterbatasan ilmu pengetahuan, sehingga keputusan pikiran belum sempurna. Bahkan, keyakinan yang bersemayam dalam alam pikiran manusia pun tidaklah permanen, seperti keyakinan agama dan ideologi pun masih bisa berubah bila mendapatkan pemicu yang selaras. Sebagian orang yang merasa beriman sering hanya berupa sebuah conditioning bawah sadar saja. Karena dikondisikan atau dipengaruhi suatu pemahaman tertentu secara berulang-ulang maka pengkondisian atau doktrin tersebut masuk menjadi keyakinan dalam bawah sadarnya.
Melakukan perbandingan, pemilahan, itulah tugas mind. Bayangkan, jika mind anda dikendalikan oleh subconscious, oleh alam bawah sadar, maka perbandingan dan pemilahan yang dilakukannya akan terjadi dalam “ketidaksadaran”. Kemudian anda terjebak dalam permainan tebak menebak. Ucapan, pikiran, dan perbuatan anda akan dikendalikan oleh subconscious mind. Kadang-kadang anda pun menyadari, “Entah kenapa, aku mengambil keputusan demikian.” Tetapi agak terlambat, when the damage is already done! *1 Medis Meditasi halaman 48
Berdasarkan referensi yang dimiliki oleh subconscious mind, biasanya 6 dari 10 keputusan akan kena sasaran. Ini pula yang dilakukan oleh para peramal. Mereka hanya memahami kinerja subconscious mind, kemudian referensinya ditambah sedikit-maka 70% ramalannya bisa tepat. Celaka, jika 3 atau 4 kegagalan tersebut menyangkut keputusan-keputusan penting! Termasuk keputusan untuk menguasai mind itu sendiri. Termasuk keputusan untuk mengendalikan mind dan menolak pengendalian oleh mind. *1 Medis Meditasi halaman 48
Belajar dari the Hanuman Factor
Syair ke 30 dari Hanuman Chalisa menyebutkan bahwa Hanuman adalah pelindung makhluk yang lembut dan para suci, penghancur asura dan kekasih Sri Rama. *2 The Hanuman Factor halaman 136 – 139
Asura adalah mereka yang tidak ritmis, tidak harmonis dengan alam, tidak selaras dengan kehidupan. Mereka tidak melihat sesuatu secara holistik, akan tetapi melihatnya secara parsial.
Ada kebutuhan dasar manusia, seperti makanan, pakaian dan tempat tinggal. Hanuman menampilkan diri sebagai “good governace”, sebagai pelindung dari kurangnya kebutuhan, kebaikan dan kebenaran. Hanuman memperbaiki keangkuhan, keserakahan, ketidakbaikan dan ketidakbenaran.
Sebagai alat pemilah antara yang baik dan yang buruk adalah “nature”, alam. Seseorang yang selaras dengan alam adalah baik, benar. Dan seseorang yang tidak selaras dengan alam adalah tidak baik, dan tidak benar. Baik dan buruk dapat berubah sesuai perjalanan. Seseorang yang baik bisa menjadi buruk, dan seseorang yang buruk bisa menjadi bagus. Semuanya mendapat kesempatan.Tidak seorang pun yang 100% selaras atau tidak dengan selaras alam.
Hanuman adalah kesadaran terdalam, suara hati nurani, dan dia adalah yang bersemayam dalam suara alam. Dengarkan dia dan memahami dilemanya. Dalam zaman dahulu yang baik dan yang buruk berada dalam dua kelompok yang berbeda. Mereka mudah dibedakan. Aku tidak berpikir dua kali memberi reward, penghargaan kepada yang baik dan memberi hukuman kepada yang jahat. Sekarang ceritanya jauh berbeda, yang baik dan yang jahat berada dalam satu manusia. Bagaimana saya memberi reward, penghargaan dan memberi punishment, hukuman pada saat yang sama?
Kita harus mengembangkan cara yang lebih ramah dengan zaman. Sebagai pengganti reward and punishment kepada seseorang, mari mencoba membantu meningkatkan kesadarannya. Seseorang yang sadar tidak membuat kesalahan. Seseorang yang sadar menjadi baik tanpa ketakutan terhadap punishment, atau harapan akan reward, dia menyadari adalah baik menjadi yang baik. Jiwa yang menyadari hal demikian sesungguhnya adalah kekasih Sri Rama. *2 the Hanuman Factor halaman 136-139
Antara motivasi dari luar dan kesadaran dari dalam
Reward and Punishment juga memberikan motivasi dari luar untuk berkarya. Hal demikian terkenal dengan perumpamaan populer seekor keledai, wortel dan tongkat. Keledai bisa berkarya karena takut akan tongkat pemukul “punishment” atau mengharapkan wortel “reward” yang diletakkan di depan hidungnya. Walau bagaimana pun, manusia bukan keledai dan motivasi ada batasnya. Hanya seseorang yang mencintai pekerjaannya dapat bekerja secara maksimal. Mencintai yang tumbuh dari dalam diri bukan dari luar.
Janganlah melakukan sesuatu karena motivasi, karena pemicu, karena desakan, karena pengaruh dari luar. Jangan pula terpengaruh oleh apa yang dikatakan orang tentang diri kita. Dengarlah suara hati dan bertindaklah sesuai apa yang kau dengar! Jika kau terlalu percaya pada pendapat orang lain, kau menjadi budak dari pendapat mereka. Pendapat itu menjadi majikanmu. Ketika ia berhenti menggajimu dengan pendapat yang kau anggap baik, celakalah dirimu. Jangan melakukan karena motivasi dari luar. *3 Gita Management halaman 192
Yang lebih berbahaya lagi adalah seseorang yang biasa termotivasi dari luar akan mudah diperbudak si pemberi motivator, dan sebetulnya hal tersebut melemahkan diri orang yang termotivasi.
Ketika sedang dibombardir dengan segala macam tuduhan dan kritik, semangat kita memang bisa melemah. Tetapi jangan sekali-kali membiarkan mereka mematahkan semangat kita. Jadilah motivator bagi diri sendiri. Sesungguhnya kita tidak membutuhkan motivator di luar diri. Bila kita percaya pada motivator di luar diri, mau tak mau kita pun akan memercayaai para provokator di luar diri. Motivator dan provokator adalah insan sejenis. Dua-duanya ingin menguasai diri kita. Untuk itu, terlebih dahulu mereka mesti melemahkan diri kita, karena hanya diri yang lemah yang dapat dikuasai. *4 Be The Change halaman 48
Reward and punishment, termasuk yang tak langsung seperti penghargaan masyarakat kepada seseorang yang kaya, berkuasa dan berpengetahuan dapat meningkatkan ego atau keangkuhan diri. Dan karena keangkuhan tersebut kita sering menerima berbagai masalah.
Kita mudah tersinggung karena menaruh harga terlalu tinggi bagi diri sendiri. Mudah kecewa, mudah sakit hati, sedikit-sedikit merasa dihina dan menghina kembali… semua karena harga diri. *5 Otak pemimpin kita halaman 14
Reward and punishment dari masyarakat, juga sering membuat munafik, berpenampilan luar sesuai keinginan masyarakat , ingin dihargai masyarakat, akan tetapi dalam kenyataannya tidak demikian.
Yang harus diberantas pertama-tama adalah “kemunafikan”. Jujur dulu, be yourself. Jangan meniru orang. Pada tahap awal itu, dualitas masih akan tetap ada. Baik-buruk, surga-neraka, panas-dingin, Adam-Iblis – semuanya masih ada. Begitu pula dengan keangkuhan, kesombongan, arogansi masih tetap ada. Karena itu, setelah berhasil mengusir “darvish palsu kemunafikan” dari dalam diri, jangan terlena. Jangan duduk diam. Langkah berikutnya adalah mengusir “arogansi”, Bung Kesombongan, Saudara Keangkuhan. *6 Masnawi Buku Kedua halaman 203
Terakhir, baru mengatasi dualitas baru mengusir “Si Ahli Hukum”. Mansur Al Hallaj sudah berhasil mengusir ahli hukum dari kebun hidupnya, maka berani mengatakan Ana al Haqq Akulah Kebenaran. Begitu pula Siti Jenar dan Sarmad. Belum mengusir kemunafikan, belum pula mengusir keangkuhan, sudah cepat¬cepat ingin melampaui dualitas. Jelas tidak bisa. Kemudian, kalau dia mengatakan Ana al Haqq – pernyataannya tidak berarti sama sekali, tidak berbobot, hampa. *6 Masnawi Buku Kedua halaman 203
Mendidik anak dengan rasa dan bukan kecerdasan semata
Tanpa kita sadari, rapor anak sekolah yang penting sebagai kriteria bahwa seorang anak sudah dapat memahami pelajaran atau belum, bisa disalah gunakan sebagai reward and punishment. Sehingga masyarakat menghargai anak yang rapornya bagus, padahal tidak dapat menerapkannya dalam kehidupan nyata. Akibatnya pemimpin-pemimpin kita adalah orang-orang yang banyak pengetahuan tetapi kurang peka, karena tidak dilatih “rasa”-nya. Dengan mendidik rasa seorang anak akan bangkit kesadarannya, dan dia akan berbuat baik tanpa mengharapkan pujian dan takut akan hukuman.
Pengetahuan yang kita peroleh dari sistem pendidikan kita bertujuan untuk mencerdaskan kita. Tidak demikian dengan Wedhatama. Sri Mangkunagoro rupanya memiliki definisi lain. Wedha berarti “Pengetahuan”. Utama berarti “Yang Tertinggi”. Apabila dilihat dengan meminjam kacamata Sri Mangkunagoro, Pengetahuan yang Tertinggi tidak bertujuan untuk mencerdaskan otak kita. Pengetahuan Utama tidak untuk membuat kita cerdik atau cerdas, tetapi untuk mengembangkan rasa dalam diri kita. Rasa sinonim dengan batin…… Kembangkan rasa dulu. Jangan bersikeras untuk membuat putra-putri Anda cerdas. Kecerdasan tanpa diimbangi oleh rasa akan membuat mereka manusia yang tidak utuh, manusia yang pincang jiwanya. Mereka akan membahayakan tatanan kemasyarakatan kita. *7 Wedhatama halaman 10
Bagi seorang Sri Mangkunagoro, Ngelmu atau “ilmu” atau “pengetahuan” tidak berarti sama sekali, apa bila tidak dapat dipraktekkan dalam kehidupan yang nyata. Ngelmu kang nyata berarti suatu pengetahuan yang dapat dilakoni – suatu yang dapat dijadikan pedoman hidup. Ngelmu kang nyata berarti perlaku, tindakan, perbuatan seseorang yang sadar. *7 Wedhatama halaman 22
Pendidikan yang kurang tepat juga mengakibatkan anak seakan-akan selalu berada dalam arena perlombaan, sehingga anak mengalami kegelisahan. Apalagi karena banyaknya materi pelajaran, dan semua guru berlomba membarikan yang terbaik, maka beban seorang anak semakin berat. Hanya perkembangan otak kirinya yang berkembang dengan baik, sehingga dia hampir menjadi seperti robot karena kurang kreatif.
Di mana letak kesalahannya? Selama menuntut ilmu, anda dipaksa untuk “berlomba”. Kejuaraan menjadi tolok ukur keberhasilan anda. Selama bertahun-tahun, dari TK sampai Universitas, anda di kondisikan dan diprogram untuk berlomba. Dan programming tersebut tidak berakhir dengan gelar sarjana yang anda peroleh, tetapi berlanjut sampai akhir hayat. Apa pun yang anda lakukan, di mana pun anda berada, anda sibuk berlomba. *6 Masnawi Buku Kedua halaman 263
Orang yang gila akan kekuasaan akan selalu berlomba. Ia ingin menjadi nomer satu dan demi tercapainya keinginan itu, ia akan selalu melibatkan dirinya dalam perlombaan. Ia lebih mirip kuda-kuda yang digunakan di pacuan kuda. Jangan jadi hewan, jadilah manusia. *8 Bhagavad Gita halaman 15
Untuk mencapai life’s mission, menjadi manusia seutuhnya, manusia harus berusaha melatih rasa.
Kahlil Gibran berkata, “Saya tak pernah memikirkan apakah lukisan saya mengikuti aliran klasik, modern, simbolis, impresionis atau yang lain. Saya mengangkat pena dan kuas, dan mulai melukis. Mulai menerjemahkan symbol-simbol pikiran, rasa serta khayalan saya.” Menggunakan kacamata “ilmiah”, anda tidak akan pernah bertemu dengan jiwa Gibran. Yang ingin mengilmiahkan segala sesuatu adalah mind. Dan dengan menggunakan pikiran belaka, mind saja, anda tidak akan bisa memahami Gibran. Anda harus menggunakan rasa. Jangan pula mengilmiahkan karya atau ulasan seorang “Anand Krishna”. Kalau itu yang anda lakukan, anda akan menemukan bangkainya. Untuk menyelami batin “Anand Krishna”, untuk menyelami jiwanya, anda harus menggunakan rasa. *9 ABC Kahlil Gibran halaman 103
Bangsa itu terdiri dari satu kelompok besar manusia yang merasa sejenis…. Kata “merasa” itu sangat penting, “merasa” sejenis, barangkali juga senasib… makanya kita memutuskan untuk hidup bersama. Berarti, perekatnya adalah “perasaan”. Bila “perasaan” kita kacau, atau kita tidak lagi “merasa” sejenis, senasib dan se-“apa” lainnya, maka “keputusan kita untuk hidup bersama” pun bisa terganggu. Pikir-pikir memang sungguh memilukan, kita sudah tidak merasa “sejenis” lagi. Kita telah mendirikan dinding-dinding pemisah antara manusia, antar Manusia Indonesia. *5 Otak pemimpin kita halaman 3 dan 4
Hanya percaya pada keberhasilan, sehingga sering frustasi saat menerima kegagalan
Salah satu kelemahan sistem reward dan punishment yang dilakukan sejak dini, adalah membuat seorang anak hanya mempercayaai keberhasilannya saja, padahal setiap ada keberhasilan selalu ada ketidak berhasilan. Kemenangan sang juara, nomer satu membuat kekecewaan peserta lainnya.
Keberhasilan dan kegagalan… keduanya bagaikan sisi yang tak terpisahkan dari satu mata uang logam yang sama. Anda tidak dapat memilih satu sisi saja. Bayangkan suatu koin dengan hanya satu sisi. Orang awam tidak akan menghargainya. *9 Kehidupan halaman 40
Hal inilah yang terjadi pada mereka yang hidupnya dipenuhi oleh satu macam pengalaman saja. Hidupnya menjadi hambar, tanpa rasa; tidak ada warna dalam hidupnya. Anda menjadi tumpul; tidak ada lagi kepercayaan diri. Anda kehilangan kepercayaan diri. Anda akan percaya pada keberhasilan Anda saja. Hanya pada harta yang Anda peroleh berkat keberhasilan hasilan Anda. Dan suatu saat di mana Anda – sangat membutuhkan keberhasilan, yang mengunjungi Anda ternyata kegagalan. Anda akan kecewa, gelisah, putus asa, mungkin menjadi gila. Anda jatuh dan sulit sekali untuk bangkit kembali. Nikmatilah keberhasilan Anda, tetapi jangan mempercayainya. Keberhasilan Anda bersifat sementara, begitu pula kegagalan Anda. Terimalah kegagalan Anda, sebagaimana Anda telah menerima keberhasilan Anda. *9 Kehidupan halaman 41
Bekerja penuh kesadaran
Manusia memiliki begitu banyak lapisan kesadaran. Diantaranya ada lima lapisan utama:
Satu: Lapisan (Kesadaran) Fisik, yang ditentukan oleh makanan. Manakan yang dikonsumsi menentukan kesehatan fisik. Untuk kegiatan Anda sehari-hari, Anda menggunakan fisik Anda. Lapisan fisik ini dikendalikan oleh lapisan Kedua.
Dua: Lapisan (Kesadaran) Energi / Psikis, yang Anda peroleh dari alam sekitar Anda, lewat pernapasan dan sebagainya. Bisa hidup tanpa makan untuk beberapa minggu, tanpa air beberapa hari. Tetapi tidak dapat mempertahankan kehidupan tanpa napas, tanpa energi.
Tiga: Lapisan (Kesadaran) Mental / Emosional, yang selama ini memperbudak kita. Pikiran yang kacau akan membuat napas kita kacau. Dalam keadaan tenang, napas kita takut tenang juga. Seluruh kepribadian kita selama ini dikendalikan oleh lapisan mental / emosional.
Empat: Lapisan (Kesadaran) Intelejensia, bukan lapisan intelek. Kita harus bisa membedakannya. Intelek dapat diperoleh dari sumber-sumber diluar kita. Dapat menguasai teknologi dan menjadi teknokrat, menguasai berbagai macam ilmu dan menjadi intelektual. Tetapi belum tentu memiliki (kesadaran) intelejensia. Intelejensia merupakan nurani Anda, sesuatu yang mejadi bagian tak terpisahkan dari kepribadian Anda.
Lima: Lapisan Kesadaran Murni merupakan hasil akhir pemekaran kepribadian manusia. Ia mulai melihat bahwa kelahiran dan kematian hanyalah dua sisi kehidupan. Kehidupan meliputi kedua-duanya. Tidak ada yang dapat membuat dia gelisah lagi. *10 Semedi 1 halaman 54
Setelah memperoleh kesadaran, apakah lantas kita harus duduk diam saja? Kita masih harus berkarya terus. Bertindaklah dengan penuh kesadaran. *8 Bhagavad Gita halaman 157
Aku yakin seyakin-yakinnya bahwa setiap pekerjaan yang baik akan membawakan hasil yang baik pula. Jaminan apa lagi yang kubutuhkan? Keyakinanku itulah jaminanku. Karena, keyakinan itu bukanlah khayalan atau awan-awan belaka. Keyakinan itu sesuai dengan Hukum Alam, Hukum Aksi Reaksi, Hukum Sebab-Akibat. Sebab itu, sekali lagi kukatakan : Aku tidak membutuhkan jaminan keberhasilan untuk memotivasiku. Aku bekerja karena aku suka bekerja, tidak membutuhkan jaminan keberhasilan. Dan, jika ada seorang pun yang memahami apa yang tengah kulakukan, maka aku sudah merasa terberkati. Karena, dalam Hukum Alam yang kuketahui satu ditambah satu tidak selalu dua. *11 Indonesia Under Attack halaman x
Setiap orang yang masih mengharapkan “hasil” belum meditatif! Harapan merupakan salah satu sifat, fungsi mind. Dan apabila mind terlampaui, sifat-sifatnya, fungsi-fungsinya pun akan terlampaui. Seorang meditator akan bekerja tanpa memikirkan hasil akhir. Ia akan bekerja keras sebatas kemampuannya. Ia sangat efisien. Dan mengikuti hukum sebab-akibat, ia akan berhasil tidak pernah memikirkan hasil akhir. Jangan memikirkan hasil akhir. Setiap aksi menimbulkan reaksi, ia tahu pula bahwa karya yang membawa hasil. *12 Atisha halaman 167
Ada yang membaca karya Anand Krishna dan merasa dirinya sudah sadar. Terpaksa saya harus menulis otobiografi untuk menyadarkan mereka bahwa Anand Krishna pun tiada memperoleh kesadaran lewat buku atau sekadar pertemuan dengan mereka yang sadar. Kesadaran harus diraih lewat perjuangan panjang dan dipertahankan dengan segala upaya. Pengalaman seorang Anand Krishna pun tak akan membantu. Kesadarannya tak akan serta merta menyadarkan diri Anda. Kesadaran dia hanya bisa merayu Anda, menggoda Anda, menggiur Anda untuk ikut mengalami sendiri apa yang sedang dialaminya. *13 Bhaja Govindam halaman 206
Terima Kasih Hanuman, Terima Kasih Guru, Terima kasih Sahabat-Sahabat kami, semoga kesadaran-Mu meluas ke pelosok Nusantara. Namaste.
*1 Medis Meditasi Medis dan Meditasi, Dialog Anand Krishna dengan Dr. B. Setiawan, Gramedia Pustaka Utama, 2001. *Medis Meditasi halaman 111
*2 the Hanuman Factor The Hanuman Factor, Life Lessons from the Most Successful Spiritual CEO, Anand Krishna, Gramedia Pustaka Utama, 2010.
*3 Gita Management The Gita Of Management, Panduan bagi eksekutif muda berwawasan modern, Anand Krishna, Gramedia Pustaka Utama, 2007.
*4 Be The Change Be The Change, Mahatma Gandhi’s Top 10 Fundamentals for Changing the World, Anand Krishna, PT Gramedia Pustaka Utama, 2008.
*5 Otak pemimpin Otak Para Pemimpin Kita Dialog Carut Marutnya Keadaan Bangsa, Anand Krishna dkk, One Earth Media, 2005.
*6 Masnawi Buku Kedua Masnawi Buku Kedua Bersama Jalaluddin Rumi Memasuki Pintu Gerbang Kebenaran, Anand Krishna, Gramedia Pustaka Utama, 2000.
*7 Wedhatama Wedhatama Bagi Orang Modern, Anand Krishna, Gramedia Pustaka, 1999 halaman 10.
*8 Bhagavad Gita Bhagavad Gita Bagi Orang Modern, Menyelami Misteri Kehidupan, PT Gramedia Pustaka Utama 2002.
*9 Kehidupan Kehidupan, Panduan untuk meniti jalan ke dalam diri, PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta 2002 (*Kehidupan).
*10 Semedi 1 Seni Memberdaya Diri 1, Meditasi Untuk Manajemen Stres dan Neo Zen Reiki, Anand Krishna, Gramedia Pustaka Utama, 2003.
*11 Indonesia Under Attack Indonesia Under Attack Membangkitkan Kembali Jatidiri Bangsa, Anand Krishna, One Earth Media, 2006.
*12 Atisha Atisha, Melampaui Meditasi untuk Hidup Meditatif, Anand Krishna, PT Gramedia Pustaka Utama, 2003.
*13 Bhaja Govindam Bhaja Govindam Nyanyian Kebijaksanaan Sang Mahaguru Shankara, Anand Krishna, Gramedia Pustaka Utama, 2004.
Sudah lengkapkah Perpustakaan Anda dengan Buku-Buku Bapak Anand Krishna?
“Enak dibaca, perlu dihayati dan layak dipraktekkan”
Informasi buku silahkan menghubungi
http://booksindonesia.com/id/
Situs artikel terkait
http://www.anandkrishna.org/oneearthmedia/ind/
http://triwidodo.wordpress.com
http://id-id.facebook.com/triwidodo.djokorahardjo
Februari 2010.