March 3, 2010

Mengantongi Buah Apel Busuk Dan Kebersihan Jiwa

Di depan beberapa buku terjemahan Anthony de Mello dan buku baru berbahasa Indonesia dengan English Title, Youth Challenges and Empowerment, sepasang suami istri bercengkerama.

Sang Suami: Saya ingat kisah seorang Guru yang menyuruh para muridnya untuk menulis nama orang yang paling dibenci di kulit sebuah apel dan para murid diminta membawa buah apel tersebut ke mana saja, tidur pun tak boleh lepas darinya. Beberapa murid ada yang mengantongi dua bahkan tiga buah apel. Tiga hari berlalu dan para murid mengeluh, “Bau sekali Pak Guru dan saya sudah tidak tahan lagi. Boleh kan saya membuang apel tersebut saat ini?” “Bila sudah sadar, tersiksa saat membawa apel busuk ya buang saja!” Demikian kata Sang Guru.

Sang Isteri: Iya suamiku, dan Sang Guru memberi pelajaran jangan biarkan pikiran membawa kebencian, kedengkian pada seseorang, karena baunya seperti apel busuk. Saya sudah memberi kultum pada anak-anak kita, saya malu pada seorang mahasiswi, yang mengobral kebencian kepada seseorang yang pernah dianggapnya sebagai Guru. Dia masih menyimpan apel busuk. Sayangnya aura kebencian ini disebarkan sang pengacara lewat blow up mass media. Tidak ada untungnya bagi masa depan sang gadis, kecuali ingin menjatuhkan nama baik sang Guru. Pada hal dengan peluncuran buku hebat, “Youth Challenges and Empowerment”, sebetulnya pendiskreditan itu sudah tak ada artinya. Masyarakat membaca buku tersebut dan memberi penilaian terhadap sang penulis buku tersebut.

Sang Suami: Latihan meditasi atau olah batin dapat membersihkan kotoran jiwa. Seorang yang belum bisa membaui bau badannya, maka dia belum bisa membaui bau kotoran jiwanya. Dan nyatanya, baru beberapa bulan tidak latihan olah batin, aura kebenciannya sang mahasiswi sudah diumbar di tengah masa. Sebetulnya tidak usah membawa apel busuk ke mana-mana, di dalam diri kita pun juga ada sampah busuk yang perlu kita keluarkan secara rutin. Seorang manusia tidak nyaman dengan bau keringatnya. Lain dengan yang berkaki empat yang sambil berjalan hidungnya “ngambus-ambus”. Saya ketawa kalau lihat seseorang membaui bajunya masih pantas tidak dipakai lagi.

Sang Isteri: Benar suamiku, Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Tubuh juga mengeluarkan sampah hasil pencernaan manusia seperti feses dan urine. Sisa pernapasan pun harus dikeluarkan juga, bila kita hanya menimbun oksigen tanpa pengeluaran karbon dioksida, kita pun akan keracunan. Kita harus rajin secara disiplin membersihkan diri, bila tidak disiplin kita tetap akan menjadi bau. Demikian juga proses pikiran kita, selalu saja ada “side product”, proses cinta akan menghasilkan produk samping benci. Pikiran kita, jiwa kita pun harus kita bersihkan dengan rutin.

Sang Suami: Saya ingat pesan-pesan dalam latihan meditasi. Katarsis yang digunakan dalam meditasi akan membersihkan diri kita dari pikiran-pikiran yang terpendam. Ketidakpuasan, kekecewaan, kekhawatiran, rasa benci, takut, cemas, gelisah, amarah-semua itu merupakan sampah dalam diri kita. Dan harus dikeluarkan. Persis seperti indera fisik, psikis pun membutuhkan pembersihan. Sebagaimana pendengaran bisa terganggu bila telinga penuh kotoran; demikian pula perkembangan kesadaran psikis terganggu, bila “diri” kita penuh dengan sampah pikiran dan emosi.

Sang Isteri: Benar suamiku, tidak ada yang salah bila mengakui bahwa lantai jiwa kita kotor, persis seperti lantai di rumah. Dan, sebagaimana kita perlu membersihkan lantai di rumah, perlu menyapunya setiap hari, begitu pula kita perlu membersihkan lantai jiwa setiap hari. Kendati demikian, hendaknya kita juga tidak berhenti pada pengakuan saja. Kita masih harus menindaklanjutinya dengan membersihkan lantai jiwa yang kotor itu.

Sang Suami: Saya teringat pesan para fasilitator bahwa mind, pikiran tak dapat dikosongkan. Mind tidak dapat dikosongkan. Mind ibarat gelas yang berisikan air kotor. Nah gelas ini tidak dapat dituangkan isinya, lantas dicuci bersih dalamnya dan diisi lagi dengan air yang bersih. Proses pembersihan yang dilakukan adalah menempatkan gelas di bawah air yang mengalir, biarkan air jernih itu mengalir terus, sehingga air yang kotor mulai meluap ke luar. Beberapa lama kemudian, yang kotor sudah tidak ada, yang tertinggal hanyalah air yang jernih.

Sang Isteri: Latihan meditasi adalah murni berlandaskan pengetahuan. Dan pengetahuan itu milik semua umat manusia. Penjelasan latihan oleh fasilitator sangat jelas. Tubuh adalah pakaian jiwa. Jiwa boleh murni, pikiran pun boleh jernih, tapi bila tubuh tidak bersih, seorang pun tidak akan mendekatimu. Kebersihan tubuh biasanya adalah ciri khas “the Lover”. Ia selalu harum karena ia menjaga kebersihan tubuhnya.

Sang Suami: Setiap agama menganjurkan pembersihan diri sebelum berdoa. Agama Katolik demikian, agama Hindu demikian. Agama Islam, dan Buddha pun sama. Ritus tirtha, wudhu atau memercikkan air sebelum memasuki ruangan ibadah sungguh sangat indah. Setiap kali melakukannya, kita harus ingat bahwa yang dibersihkan bukan hanya badan. Tetapi jiwa badan.

Sang isteri: Kesadaran harus dimulai dari diri dan menyebar ke luar ke masyarakat. Semakin banyak orang yang sadar, mereka akan memilih pemimpin yang sadar pula. Dalam pewayangan, masyarakat Korawa yang buta mata hatinya memilih pemimpin Destarastra yang buta mata fisik dan batinnya. Masyarakat raksasa yang mengikuti hawa nafsunya memilih pemimpin Dasamuka yang digambarkan memiliki sepuluh muka, sepuluh keinginan, penuh keserakahan.

Sang Suami: Bila dalam pewayangan, saat ini bisa disebut sudah masuk “Goro-Goro!” “Bumi gonjang-ganjing langit kelap-kelap katon, kenya ilang wewadine, wadananira kumel kusem ilang rahnya para tani….ooooong…” trok tok tok. Dan setelah beberapa saat lagi sang dalang akan meneruskan kisahnya bahwa Kebenaran Akan Jaya! Semoga para pembenci sang tokoh cepat sadar, tak ada gunanya membawa apel busuk selama bertahun-tahun. Damai, damai, damai………

Situs artikel terkait

http://oneearthmedia/ind/

http://triwidodo.wordpress.com

http://id-id.facebook.com/triwidodo.djokorahardjo

Maret 2010.

Share on FacebookTweet about this on TwitterShare on Google+Email this to someone