Sepasang suami istri setengah baya sedang berada di depan laptop, membaca artikel kiriman teman Face Book mereka yang berjudul “Ketika Para Koki Digusur Tukang Sayur: Menumbuhkan Sikap Kritis dalam Beragama”. Di samping laptop tersebut terdapat 2 buah buku karya Bapak Anand Krishna terbitan Gramedia, “Neospirituality & Neuroscience, Puncak Evolusi Kemanusiaan” dan “Hidup Sehat Dan Seimbang Cara Sufi”.
Sang Istri: Kemarin ada temanmu di blog yang berkomentar bahwa pada Zaman Sriwijaya, bangsa kita sudah maju peradabannya, sedangkan bangsa yang berada di belahan Eropa pada waktu itu masih tertinggal? Megapa mereka cepat maju, sedangkan kita mengalami kemunduran? Mestinya mereka juga punya warisan genetik suka kekerasan juga sebelumnya. Jangan hanya menyalahkan warisan genetika saja.
Sang Suami: Isteriku, dalam buku Genom, Kisah Species Manusia oleh Matt Ridley terbitan Gramedia 2005, disebutkan bahwa Genom Manusia – seperangkat lengkap gen manusia – hadir dalam paket berisi dua puluh tiga pasangan kromosom yang terpisah-pisah. Genom manusia adalah semacam otobiografi yang tertulis dengan sendirinya – berupa sebuah catatan, dalam bahasa genetis, tentang semua nasib yang pernah dialaminya dan temuan-temuan yang telah diraihnya, yang kemudian menjadi simpul-simpul sejarah species kita serta nenek moyangnya sejak pertama kehidupan di jagad raya. Genom telah menjadi semacam otobiografi untuk species kita yang merekam kejadian-kejadian penting sesuai dengan keadaan sebenarnya. Kalau genom dibayangkan sebagai buku, maka buku ini berisi 23 Bab, tiap Bab berisi beberapa ribu Gen. Buku ini berisi 1 Milyar kata, atau kira-kira 5.000 buku dengan tebal 400-an halaman. Dan setiap orang mempunyai sebuah buku unik tersendiri…… “Kesadaran” untuk memperbaiki perilaku itu menjadi modal utama. Potensi kekerasan boleh jadi masih ada dalam genetik suatu bangsa, akan tetapi kita mempunyai pilihan untuk mengembangkan potensi kekerasan tersebut atau tidak mengembangkannya. Nampaknya kesadaran kolektif bangsa kita belum meningkat. Insting hewani tersisa dalam DNA, seperti mau menang sendiri, memuaskan keserakahan pribadi tanpa kerja keras, seperti terwujud dalam berbagai kasus mafia rekayasa, penggunaan kekerasan, politik uang dalam pemilihan pejabat, rezim keluarga dalam pilkada dan sebagainya masih terjadi seluruh negeri.
Sang Isteri: Dalam buku “Neospirituality & Neuroscience” disampaikan bahwa synap-synap saraf manusia mengantar muatan informasi dari satu sel ke sel lainnya. Informasi yang melemahkan manusia diinformasikan dari sel ke sel bahkan diwariskan kepada anak keturunannya.
Sang Suami: Benar isteriku, bila kita sadar dan membombardir diri dengan informasi yang baik, yang memberdayakan jiwa, kita mempunyai kesempatan untuk memperbaiki genetik. Perbaikan karakter bangsa dimulai dari diri sendiri, dan diturunkan kepada anak keturunannya. Kemudian seorang yang sadar, mulai menyebarkan “virus kesadaran”- nya agar orang lain yang kontak dengannya dapat tumbuh kesadaran dari dalam dirinya. Seorang Guru yang telah sadar membangkitkan benih kesadaran dalam setiap murid dan sahabat-sahabatnya lewat buku-buku karyanya, lewat jejaring masyarakat maupun jejaring di dunia maya. Benih kesadaran dan kejayaan tersebut sudah ada dalam diri kita. Mengapa iklan di televisi berhasil mempengaruhi masyarakat? Karena iklan tersebut membombardir dengan informasi yang repetitif-intensif!
Sang Isteri: Akan tetapi seorang Guru yang menyebarkan Kebenaran, selalu mendapat penentangan dari masyarakat yang masih terbelenggu pola lama dan belum mau berubah. Mereka juga melakukan tindakan repetitif-intensif dengan mengatakan bahwa Kebenaran yang disampaikan seorang pembaharu adalah sesat, mereka memelihara masyarakat agar tidak berubah pandangannya. Dia yang membuka wacana baru diserang dengan berbagai cara. Bukankah Gusti Yesus dipermalukan masyarakat yang berpegang pola lama pada masa itu dengan memberikan hukuman yang paling memalukan pada zamannya? Disuruh memanggul salib yang akan dipakai sebagai tempat penyalibannya?
Sang Suami: Isteriku, menjadi “sadar” itu tidak mudah, karena kita tidak pernah menyadari bahwa kita telah dibelenggu oleh pola pikiran akibat warisan genetik. Seseorang yang mempunyai warisan genetik dari orang tua, kakek-nenek bahkan beberapa generasi sebelumnya yang menganggap keyakinannya paling benar, dalam dirinya sudah terbentuk genetik yang menganggap keyakinan tersebut paling benar. Usaha mengubahnya tentu tidak mudah. Seseorang yang sejak balita, dimana perkembangan otaknya paling maksimal bahkan pada perkembangan awal sampai usia lulus sekolah dasarnya didikte bahwa keyakinannya paling benar, maka sudah terbentuk pola pikiran bawah sadar yang hampir stabil. Itulah sebabnya ketika membaca artikel “Ketika Para Koki Digusur Tukang Sayur: Menumbuhkan Sikap Kritis dalam Beragama”, terungkap banyak mahasiswa cerdas dan para profesor pembaca artikel “sajian para koki internasional” tunduk pada ucapan “para tukang sayur” yang kurang kompeten dalam penyajian masakan.
Sang Isteri: Jadi para mahasiswa cerdas dan beberapa profesor tersebut “tidak berani” keluar dari kungkungan pola lama yang telah membelenggunya. Ada benarnya…….. banyak orang pandai yang takut bersuara, karena statusnya sebagai “public figure”, mereka nyaman dalam “comfort zone”. Dan mereka takut pada “para tukang sayur” yang bersuara keras. Apakah ketakutan tersebut juga diwariskan dari generasi sebelumnya secara turun temurun?
Sang Suami: Ketakutan adalah insting hewani tersisa dari tindakan “fight or flight”. Seseorang boleh mempunyai pemahaman bagus di kepala, mempunyai keyakinan mantap di dada, tetapi tanpa keberanian, tanpa energi untuk mengungkapkan kebenaran, dia belum memberikan kontribusi bagi bangsanya. Dia takut terhadap mereka yang nekad, mereka yang mempunyai banyak energi yang pusatnya berada di sekitar perut. Dia takut kepada mereka yang keyakinannya hanya berdasar pola pikiran yang terbentuk pikiran bawah sadarnya……. Paham di kepala, yakin di dada dan berani mengungkapkan kebenaran dengan semangat energi yang penuh, merupakan modal para satria zaman kini. Pendidikan untuk membangun masyarakat yang cerah, “enlightment society” memerlukan daya tahan yang luar biasa.
Sang Isteri: Jadi ada “hukum sebab-akibat” yang telah berjalan sekian lama. DNA yang kita miliki adalah hasil dari DNA masa lalu. Saat ini adalah kesempatan memperbaikinya dengan penuh kesadaran. Dalam genetika kita mungkin terselip genetika dari Timur Tengah yang selalu bermusuhan dengan generasi musuh bebuyutannya. Mari kita akhiri warisan genetik yang kurang baik tersebut dengan penuh kesadaran dan “dosa” warisan ini kita lebur. Kita mulai hidup baru dengan penuh kesadaran.
Sang Suami: Ada faktor selain genetik yang juga mempengaruhi perilaku, misalnya pola makan dan kondisi alam. Fisik dan “mind” tidak dapat dipisahkan. Apa yang terjadi pada “mind” bisa mempengaruhi fisik. Sebaliknya, pengalaman pengalaman fisik, juga bisa menggelisahkan “mind”. Karena kepanasan dan kegerahan pikiran menjadi gelisah, dan dalam kegelisahan itu pikiran kehilangan keseimbangan.
Sang Isteri: Dalam buku “Hidup Sehat Dan Seimbang Cara Sufi” disebutkan bahwa makanan yang berpengaruh terhadap perilaku dapat dikelompokkan dalam tiga kategori. Pertama, makanan yang dapat menenangkan pikiran. Kedua, makanan yang membuat hiperaktif. Dan, ketiga, makanan yang menggelisahkan kita…… Makanan yang menenangkan pikiran adalah sayuran yang tidak dimasak lama, hanya diseduh atau ditumis sebentar. Misalnya, gado gado, karedok, salad, sayur sayur yang ditumis, dan lain sebagainya. Nasi, roti, kacang kacangan (kecuali kacang merah), minyak goreng (dalam jumlah terbatas) dan hampir segala macam buah buahan berada dalam kategori makanan yang menenangkan pikiran. Susu atau produk susu dalam kuantitas yang terbatas kurang lebih 250 cc dalam satu hari juga berada dalam kelompok makanan yang menenangkan pikiran…….. Makanan yang membuat hiperaktif adalah daging ayam, ikan, sayur sayuran yang dimasak lama atau digoreng, dan kacang merah. Bawang-bawangan, acar dan segala sesuatu yang tidak segar (buah buahan kaleng) dan lain sebagainya. Susu atau produk susu di atas 250 cc setiap hari, akan membuat Anda hiperaktif juga…….. Makanan yang menggelisahkan atau membuat kita restless adalah daging yang berwarna merah misalnya sapi, kerbau, kambing, babi, ikan tuna, dan lain sebagainya. Bumbu bumbu yang berkelebihan, segala sesuatu yang terlalu manis dan terlalu pedas.
Sang Suami: Selain itu sebenarnya makanan yang masuk dalam tubuh kita juga dipengaruhi oleh bagaimana proses memperolehnya. Perhatikan kecemasan petani masa kini. Mengolah tanah dengan traktor, menanam benih, membeli pupuk dan insektisida, semuanya membutuhkan modal cukup besar. Musim yang tak dapat diduga, sehingga tanaman sering kekeringan atau terendam banjir. Harga panen yang biasa merosot, Pupuk yang sering langka, apakah modal pinjaman bisa dikembalikan? Berbagai kecemasan petani sepanjang masa tanam akan mempengaruhi, memberi vibrasi kecemasan kepada tanaman padi yang ditanamnya. Selanjutnya, padinya kita makan, apakah padi penuh vibrasi kecemasan ini tidak membuat kita lebih mudah cemas? Bukankah padi ini yang akan menjadi otak jantung dan organ lainnya?
Sang Isteri: Benar suamiku, yang banyak menerima keuntungan dari pertanian adalah para penyedia mesin traktor, perusahaan penyuplai benih dan sarana pertanian dan juga distributor produk pertanian? Apakah petani kita makmur? Tahun-tahun belakangan ini petani diming-imingi tanaman hibrida, hasilnya berkali lipat. Tetapi butir-butir padi ini dikebiri, sehingga petani tidak bisa membuat benih sendiri, harus tergantung pada benih buatan pabrik. Selanjutnya, tanaman ini memiliki sifat rakus unsur hara, sehingga harus dibantu pupuk kimia. Tanaman ini juga rentan hama, maka perlu pembasmi serangga yang juga dari bahan kimia. Bahan kimia ini tidak memberi ruang hidup bagi makhluk hidup dalam tanah. Sehingga tak ada unsur hara alami, dan petani semakin tergantung pada pupuk kimia.
Sang Suami: Bukan hanya itu Isteriku, atmosfir materialistis membentuk petani menjadi kejam, semua hama harus “dibunuh” dengan zat kimia yang tanpa disadari juga “membunuh” makhluk di sekitarnya. Petani menjadi serakah terhadap produktivitas. Padahal kehidupannya sendiri semakin sulit karena harga produk pertanian selalu rendah. Atmosfir ini mengubah karakter petani dan pada gilirannya mempengaruhi tanamannya dan akhirnya mempengaruhi masyarakat yang mengkonsumsi produknya. Aura kasih pada waktu kita kecil telah tergantikan dengan aura materialistis, apakah ini suatu kemajuan atau kemunduran?
Sang Isteri: Di negara maju, produk pertanian disubsidi, modal pembangunan infrastruktur di bidang irigasi tidak dikenai bunga. Ibaratnya sapi-sapi di negeri Belanda pun mendapat subsidi lebih besar daripada kebutuhan hidup petani kita. Di Jepang, pemerintah membeli petani dengan harga tinggi dan dijual ke masyarakat dengan harga murah. Aura kedamaian petani di negara maju mempengaruhi kedamaian bangsanya.
Sang Suami: Para Suci telah memberi jalan mudah, sebelum melakukan tindakan apa pun termasuk sebelum makan kita diminta merasakan Kasih Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, dan setelah selesai melakukan sebuah tindakan kita diminta bersyukur. Sebuah afirmasi yang luar biasa, sayang kita menyepelekannya, selain hanya bersuara seperti kaset yang diputar berulang-ulang tanpa makna…….
Situs artikel terkait
http://www.anandkrishna.org/oneearthmedia/ind/
http://triwidodo.wordpress.com
http://id-id.facebook.com/triwidodo.djokorahardjo
April, 2010.
Sepasang suami istri setengah baya sedang berada di depan laptop, membaca artikel kiriman teman Face Book mereka yang berjudul “Ketika Para Koki Digusur Tukang Sayur: Menumbuhkan Sikap Kritis dalam Beragama”. Di samping laptop tersebut terdapat 2 buah buku karya Bapak Anand Krishna terbitan Gramedia, “Neospirituality & Neuroscience, Puncak Evolusi Kemanusiaan” dan “Hidup Sehat Dan Seimbang Cara Sufi”.
Sang Istri: Kemarin ada temanmu di blog yang berkomentar bahwa pada Zaman Sriwijaya, bangsa kita sudah maju peradabannya, sedangkan bangsa yang berada di belahan Eropa pada waktu itu masih tertinggal? Megapa mereka cepat maju, sedangkan kita mengalami kemunduran? Mestinya mereka juga punya warisan genetik suka kekerasan juga sebelumnya. Jangan hanya menyalahkan warisan genetika saja.
Sang Suami: Isteriku, dalam buku Genom, Kisah Species Manusia oleh Matt Ridley terbitan Gramedia 2005, disebutkan bahwa Genom Manusia – seperangkat lengkap gen manusia – hadir dalam paket berisi dua puluh tiga pasangan kromosom yang terpisah-pisah. Genom manusia adalah semacam otobiografi yang tertulis dengan sendirinya – berupa sebuah catatan, dalam bahasa genetis, tentang semua nasib yang pernah dialaminya dan temuan-temuan yang telah diraihnya, yang kemudian menjadi simpul-simpul sejarah species kita serta nenek moyangnya sejak pertama kehidupan di jagad raya. Genom telah menjadi semacam otobiografi untuk species kita yang merekam kejadian-kejadian penting sesuai dengan keadaan sebenarnya. Kalau genom dibayangkan sebagai buku, maka buku ini berisi 23 Bab, tiap Bab berisi beberapa ribu Gen. Buku ini berisi 1 Milyar kata, atau kira-kira 5.000 buku dengan tebal 400-an halaman. Dan setiap orang mempunyai sebuah buku unik tersendiri…… “Kesadaran” untuk memperbaiki perilaku itu menjadi modal utama. Potensi kekerasan boleh jadi masih ada dalam genetik suatu bangsa, akan tetapi kita mempunyai pilihan untuk mengembangkan potensi kekerasan tersebut atau tidak mengembangkannya. Nampaknya kesadaran kolektif bangsa kita belum meningkat. Insting hewani tersisa dalam DNA, seperti mau menang sendiri, memuaskan keserakahan pribadi tanpa kerja keras, seperti terwujud dalam berbagai kasus mafia rekayasa, penggunaan kekerasan, politik uang dalam pemilihan pejabat, rezim keluarga dalam pilkada dan sebagainya masih terjadi seluruh negeri.
Sang Isteri: Dalam buku “Neospirituality & Neuroscience” disampaikan bahwa synap-synap saraf manusia mengantar muatan informasi dari satu sel ke sel lainnya. Informasi yang melemahkan manusia diinformasikan dari sel ke sel bahkan diwariskan kepada anak keturunannya.
Sang Suami: Benar isteriku, bila kita sadar dan membombardir diri dengan informasi yang baik, yang memberdayakan jiwa, kita mempunyai kesempatan untuk memperbaiki genetik. Perbaikan karakter bangsa dimulai dari diri sendiri, dan diturunkan kepada anak keturunannya. Kemudian seorang yang sadar, mulai menyebarkan “virus kesadaran”- nya agar orang lain yang kontak dengannya dapat tumbuh kesadaran dari dalam dirinya. Seorang Guru yang telah sadar membangkitkan benih kesadaran dalam setiap murid dan sahabat-sahabatnya lewat buku-buku karyanya, lewat jejaring masyarakat maupun jejaring di dunia maya. Benih kesadaran dan kejayaan tersebut sudah ada dalam diri kita. Mengapa iklan di televisi berhasil mempengaruhi masyarakat? Karena iklan tersebut membombardir dengan informasi yang repetitif-intensif!
Sang Isteri: Akan tetapi seorang Guru yang menyebarkan Kebenaran, selalu mendapat penentangan dari masyarakat yang masih terbelenggu pola lama dan belum mau berubah. Mereka juga melakukan tindakan repetitif-intensif dengan mengatakan bahwa Kebenaran yang disampaikan seorang pembaharu adalah sesat, mereka memelihara masyarakat agar tidak berubah pandangannya. Dia yang membuka wacana baru diserang dengan berbagai cara. Bukankah Gusti Yesus dipermalukan masyarakat yang berpegang pola lama pada masa itu dengan memberikan hukuman yang paling memalukan pada zamannya? Disuruh memanggul salib yang akan dipakai sebagai tempat penyalibannya?
Sang Suami: Isteriku, menjadi “sadar” itu tidak mudah, karena kita tidak pernah menyadari bahwa kita telah dibelenggu oleh pola pikiran akibat warisan genetik. Seseorang yang mempunyai warisan genetik dari orang tua, kakek-nenek bahkan beberapa generasi sebelumnya yang menganggap keyakinannya paling benar, dalam dirinya sudah terbentuk genetik yang menganggap keyakinan tersebut paling benar. Usaha mengubahnya tentu tidak mudah. Seseorang yang sejak balita, dimana perkembangan otaknya paling maksimal bahkan pada perkembangan awal sampai usia lulus sekolah dasarnya didikte bahwa keyakinannya paling benar, maka sudah terbentuk pola pikiran bawah sadar yang hampir stabil. Itulah sebabnya ketika membaca artikel “Ketika Para Koki Digusur Tukang Sayur: Menumbuhkan Sikap Kritis dalam Beragama”, terungkap banyak mahasiswa cerdas dan para profesor pembaca artikel “sajian para koki internasional” tunduk pada ucapan “para tukang sayur” yang kurang kompeten dalam penyajian masakan.
Sang Isteri: Jadi para mahasiswa cerdas dan beberapa profesor tersebut “tidak berani” keluar dari kungkungan pola lama yang telah membelenggunya. Ada benarnya…….. banyak orang pandai yang takut bersuara, karena statusnya sebagai “public figure”, mereka nyaman dalam “comfort zone”. Dan mereka takut pada “para tukang sayur” yang bersuara keras. Apakah ketakutan tersebut juga diwariskan dari generasi sebelumnya secara turun temurun?
Sang Suami: Ketakutan adalah insting hewani tersisa dari tindakan “fight or flight”. Seseorang boleh mempunyai pemahaman bagus di kepala, mempunyai keyakinan mantap di dada, tetapi tanpa keberanian, tanpa energi untuk mengungkapkan kebenaran, dia belum memberikan kontribusi bagi bangsanya. Dia takut terhadap mereka yang nekad, mereka yang mempunyai banyak energi yang pusatnya berada di sekitar perut. Dia takut kepada mereka yang keyakinannya hanya berdasar pola pikiran yang terbentuk pikiran bawah sadarnya……. Paham di kepala, yakin di dada dan berani mengungkapkan kebenaran dengan semangat energi yang penuh, merupakan modal para satria zaman kini. Pendidikan untuk membangun masyarakat yang cerah, “enlightment society” memerlukan daya tahan yang luar biasa.
Sang Isteri: Jadi ada “hukum sebab-akibat” yang telah berjalan sekian lama. DNA yang kita miliki adalah hasil dari DNA masa lalu. Saat ini adalah kesempatan memperbaikinya dengan penuh kesadaran. Dalam genetika kita mungkin terselip genetika dari Timur Tengah yang selalu bermusuhan dengan generasi musuh bebuyutannya. Mari kita akhiri warisan genetik yang kurang baik tersebut dengan penuh kesadaran dan “dosa” warisan ini kita lebur. Kita mulai hidup baru dengan penuh kesadaran.
Sang Suami: Ada faktor selain genetik yang juga mempengaruhi perilaku, misalnya pola makan dan kondisi alam. Fisik dan “mind” tidak dapat dipisahkan. Apa yang terjadi pada “mind” bisa mempengaruhi fisik. Sebaliknya, pengalaman pengalaman fisik, juga bisa menggelisahkan “mind”. Karena kepanasan dan kegerahan pikiran menjadi gelisah, dan dalam kegelisahan itu pikiran kehilangan keseimbangan.
Sang Isteri: Dalam buku “Hidup Sehat Dan Seimbang Cara Sufi” disebutkan bahwa makanan yang berpengaruh terhadap perilaku dapat dikelompokkan dalam tiga kategori. Pertama, makanan yang dapat menenangkan pikiran. Kedua, makanan yang membuat hiperaktif. Dan, ketiga, makanan yang menggelisahkan kita…… Makanan yang menenangkan pikiran adalah sayuran yang tidak dimasak lama, hanya diseduh atau ditumis sebentar. Misalnya, gado gado, karedok, salad, sayur sayur yang ditumis, dan lain sebagainya. Nasi, roti, kacang kacangan (kecuali kacang merah), minyak goreng (dalam jumlah terbatas) dan hampir segala macam buah buahan berada dalam kategori makanan yang menenangkan pikiran. Susu atau produk susu dalam kuantitas yang terbatas kurang lebih 250 cc dalam satu hari juga berada dalam kelompok makanan yang menenangkan pikiran…….. Makanan yang membuat hiperaktif adalah daging ayam, ikan, sayur sayuran yang dimasak lama atau digoreng, dan kacang merah. Bawang-bawangan, acar dan segala sesuatu yang tidak segar (buah buahan kaleng) dan lain sebagainya. Susu atau produk susu di atas 250 cc setiap hari, akan membuat Anda hiperaktif juga…….. Makanan yang menggelisahkan atau membuat kita restless adalah daging yang berwarna merah misalnya sapi, kerbau, kambing, babi, ikan tuna, dan lain sebagainya. Bumbu bumbu yang berkelebihan, segala sesuatu yang terlalu manis dan terlalu pedas.
Sang Suami: Selain itu sebenarnya makanan yang masuk dalam tubuh kita juga dipengaruhi oleh bagaimana proses memperolehnya. Perhatikan kecemasan petani masa kini. Mengolah tanah dengan traktor, menanam benih, membeli pupuk dan insektisida, semuanya membutuhkan modal cukup besar. Musim yang tak dapat diduga, sehingga tanaman sering kekeringan atau terendam banjir. Harga panen yang biasa merosot, Pupuk yang sering langka, apakah modal pinjaman bisa dikembalikan? Berbagai kecemasan petani sepanjang masa tanam akan mempengaruhi, memberi vibrasi kecemasan kepada tanaman padi yang ditanamnya. Selanjutnya, padinya kita makan, apakah padi penuh vibrasi kecemasan ini tidak membuat kita lebih mudah cemas? Bukankah padi ini yang akan menjadi otak jantung dan organ lainnya?
Sang Isteri: Benar suamiku, yang banyak menerima keuntungan dari pertanian adalah para penyedia mesin traktor, perusahaan penyuplai benih dan sarana pertanian dan juga distributor produk pertanian? Apakah petani kita makmur? Tahun-tahun belakangan ini petani diming-imingi tanaman hibrida, hasilnya berkali lipat. Tetapi butir-butir padi ini dikebiri, sehingga petani tidak bisa membuat benih sendiri, harus tergantung pada benih buatan pabrik. Selanjutnya, tanaman ini memiliki sifat rakus unsur hara, sehingga harus dibantu pupuk kimia. Tanaman ini juga rentan hama, maka perlu pembasmi serangga yang juga dari bahan kimia. Bahan kimia ini tidak memberi ruang hidup bagi makhluk hidup dalam tanah. Sehingga tak ada unsur hara alami, dan petani semakin tergantung pada pupuk kimia.
Sang Suami: Bukan hanya itu Isteriku, atmosfir materialistis membentuk petani menjadi kejam, semua hama harus “dibunuh” dengan zat kimia yang tanpa disadari juga “membunuh” makhluk di sekitarnya. Petani menjadi serakah terhadap produktivitas. Padahal kehidupannya sendiri semakin sulit karena harga produk pertanian selalu rendah. Atmosfir ini mengubah karakter petani dan pada gilirannya mempengaruhi tanamannya dan akhirnya mempengaruhi masyarakat yang mengkonsumsi produknya. Aura kasih pada waktu kita kecil telah tergantikan dengan aura materialistis, apakah ini suatu kemajuan atau kemunduran?
Sang Isteri: Di negara maju, produk pertanian disubsidi, modal pembangunan infrastruktur di bidang irigasi tidak dikenai bunga. Ibaratnya sapi-sapi di negeri Belanda pun mendapat subsidi lebih besar daripada kebutuhan hidup petani kita. Di Jepang, pemerintah membeli petani dengan harga tinggi dan dijual ke masyarakat dengan harga murah. Aura kedamaian petani di negara maju mempengaruhi kedamaian bangsanya.
Sang Suami: Para Suci telah memberi jalan mudah, sebelum melakukan tindakan apa pun termasuk sebelum makan kita diminta merasakan Kasih Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, dan setelah selesai melakukan sebuah tindakan kita diminta bersyukur. Sebuah afirmasi yang luar biasa, sayang kita menyepelekannya, selain hanya bersuara seperti kaset yang diputar berulang-ulang tanpa makna…….
Situs artikel terkait
http://www.anandkrishna.org/oneearthmedia/ind/
http://triwidodo.wordpress.com
http://id-id.facebook.com/triwidodo.djokorahardjo
April, 2010.