April 12, 2010

Merebaknya Kesadaran Dalam Episode “Goro-Goro”, Goyahnya Kepercayaan Publik Suatu Bangsa

Sepasang suami isteri sedang bercengkerama di malam yang telah larut, mereka melakukan introspeksi tentang kesehatan mereka setelah memasuki usia setengah baya. Di depan mereka terdapat buku “The Hanuman Factor, Life Lessons from the Most Successful Spiritual CEO”, karya Bapak Anand Krishna, terbitan Gramedia Pustaka Utama, 2010.

Sang Isteri: Suamiku, setelah usia memasuki setengah baya, berbagai penyakit nampak merebak, dan kita memang harus menyesuaikan diri dengan kondisi tersebut. Yang penting pikiran tetap sadar, dan melakukan persembahan kepada Gusti setiap saat. Bukankah penuaan tubuh selaras dengan sifat alam semesta.

Sang Suami: Benar isteriku, pandangan Sejarawan Inggris Arnold Toynbee (1889-1975) pun demikian juga. Muncul dan hilangnya sebuah peradaban pun selaras dengan sifat alam semesta. Kehidupan suatu peradaban, atau dalam skala yang lebih kecil lagi kehidupan satu kerajaan, skala lebih kecil lagi kehidupan satu pemerintahan mengalami siklus alami “lahir-tumbuh-mandek-lenyap”. Kita sendiri merasa sewaktu muda merasa berkembang kemudian semakin tambah usia pertumbuhan fisik terasa mandek dan berbagai penyakit degenerasi muncul, bermacam keluhan penyakit tubuh bermunculan, kemudian secara alami mengalami kemunduran dan akhirnya menghembuskan nafas yang terakhir. Bagaimana pun, generasi muda yang lebih baik akan tampil menggantikan yang sudah tua…………. Isteriku, demikian pula kondisi negeri kita, berbagai keluhan penyakit bangsa merebak: Rekaman pembicaraan antara Anggodo Wijoyo dengan sejumlah pejabat Kejaksaan Agung dan Kepolisian yang jelas-jelas menunjukkan adanya permainan rekayasa hukum. Terjeratnya Jaksa Urip Tri Gunawan dalam kasus suap BLBI. Kemudian kasus mafia pajak Gayus Tambunan dengan pejabat Ditjen Pajak dan Mabes Polri. Daftar berikutnya, Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, Ibrahim dengan pengacara Adner Sirait terjerat kasus suap. Juga Pemilihan Deputi Gubernur Senior BI, Miranda Gultom yang menyeret beberapa nama anggota DPR. Sudah banyak elite dari 9 partai politik yang duduk di DPR terjerat korupsi. Kepercayaan publik terhadap penyelenggara negara sangat rendah. 90% responden menilai aparat berbagai instansi tidak bebas dari korupsi dan yang paling rawan di lembaga penegak hukum (Jajak Pendapat Kompas 12 April 2010). Setelah aparat penegak hukum kemudian baru para politisi di urutan kedua. Kalau dibuat inventarisasi lengkap mungkin satu halaman koran tidak cukup memuatnya.

Sang Isteri: Melihat banyaknya daftar penyakit bangsa yang merebak ada pengamat politik yang minta Kepala negara memberlakukan keadaan darurat akibat sakit bangsa yang parah. Sepertinya bangsa ini harus dimasukkan ruang ICU. Saya juga baca komentar di situs Rakyat Merdeka On Line, bahwa awalnya kasus Gayus Tambunan dipersiapkan untuk mengalihkan perhatian publik dari skandal bailout Bank Century senilai Rp 6,7 triliun. Tetapi kini, kasus Gayus itu telah menjadi senjata yang memakan tuannya sendiri. Ternyata kasus pengemplangan pajak membuka borok kegagalan reformasi birokrasi. Bahkan berita terakhir Komjen Susno Duaji sang “penyanyi” ditangkap aparat, walaupun kemudian dilepas lagi. Mungkin dalam beberapa hari ke depan kita akan mendengar 9 “big fish” yang telah ditengarai oleh Satgas Pemberantasan Mafia Hukum yang dibentuk Kepala Negara yaitu mafia peradilan, mafia korupsi, mafia pajak dan bea cukai, mafia kehutanan, mafia tambang dan energi, mafia tanah, mafia perbankan dan pasar modal, mafia perikanan, mafia narkoba. Bukankah ini hampir sama dengan merebaknya penyakit di usia tua. Merebaknya penyakit dalam tubuh bangsa.

Sang Suami: Bisa saja ada yang punya persepsi demikian, akan tetapi saya yakin selalu saja ada berbagai peringatan sebelum suatu bencana tiba. Saya ingat lambang Sri Wisnu, patung yang sering kita lihat di Solo. Empat tangan Sri Wisnu dapat dimaknai sebagai peringatan Gusti terhadap manusia. Tangan pertama Sri Wisnu dengan telapak tangan terbuka menghadap ke muka melambangkan pemberian berkah sekaligus pemberian maaf. Kesalahan awal manusia dimaafkan-Nya, apabila kita segera taubat.  Tangan kedua memegang terompet dari kulit kerang, perbuatan salah yang dilakukan terus menerus, diperingatkan-Nya dengan teguran suara yang keras. Tangan ketiga memegang chakra, Keberadaan masih juga memberi waktu untuk bertaubat. Dan, begitu seseorang masih nekat berkubang dalam kesalahan, maka dia akan dihantam gada Sri Wisnu yang dipegang oleh tangan keempatnya……….. Semua tindakan mempunyai akibat masing-masing, akan tetapi sebelum melakukan tindakan yang semakin tidak harmonis dengan alam, kita dingatkan Gusti melalui berbagai tahapan peringatan. Peristiwa Global Warming, pencairan Es di Kutub, menghijaunya lereng Himalaya yang tadinya selalu diselimuti es, banyaknya badai, gempa bumi, tsunami, musim yang sulit diduga dan naiknya permukaan air laut serta tambah panasnya permukaan bumi, semuanya merupakan peringatan alam.

Sang Istri: Maksud suamiku, demikian pula dengan terungkapnya berbagai tindakan rekayasa dalam segala bidang di negara kita pasti merupakan suatu peringatan Gusti? Saya ingat cerita Hanuman Duta. Sri Rama adalah gambaran dari Kebenaran, sedangkan Hanuman adalah Duta Kebenaran. Sang Duta menyebarkan berita kebenaran di Alengka, sebagian kecil masyarakat telah mengikuti Wibisana yang sadar bahwa Sri Rama adalah gambaran kebenaran sedangkan Hanuman adalah duta-Nya. Akan tetapi Hanuman, ditangkap, diadili bak pelaku kriminal, bukan dihormati sesuai etika internasional sebagai  seorang Duta. Akhirnya, Hanuman dapat melepaskan diri, sebagian istana terbakar dan kembali pulang melapor kepada Sri Rama dan setelah beberapa lama, setelah pembuatan tambak penghubung kedua daratan selesai, di akhir cerita Alengka kembali menjadi kerajaan yang baik dalam pemerintahan Wibisana.

Sang Suami: Benar isteriku, agak mirip rupanya dengan tokoh penyebar kebenaran yang dituduh melakukan pelecehan seksual walaupun keadaan negerinya jelas lain dengan Alengka……. Mungkin kesamaannya hanya banyaknya para raksasa yang hasratnya tak pernah terpuaskan dan mereka tidak suka dengan Sang Hanuman. Adalah hal yang wajar saja sebagian masyarakat berpikir adanya rekayasa untuk mengalihkan perhatian publik. Apa yang tidak dapat direkayasaa di negeri ini? Dari obat, daging sapi, ayam tiren, alat rumah tangga bermerk sehingga salah seorang teman memberikan julukan “negeri penuh rekayasa”. Justru sang tokohlah yang berusaha mengembalikan jati diri bangsa, mengingatkan kejayaan leluhur Sriwijaya dan Majapahit.

Sang Isteri: Ada seorang Guru TK yang terpengaruh pandangan Hanuman tentang kesadaran. Dia berkata bahwa ada Guru TK yang mengajar demi mencari sesuap nasi dan sebetulnya tidak begitu menyukai pekerjaannya. Ada juga seorang Guru yang lain yang menguasai ilmu belajar-mengajar dan bekerja secara profesional. Kemudian ada seorang Guru yang lain lagi, yang berpendapat bahwa tugas mengajar murid TK ini adalah Panggilan Nurani, Sang Guru ini ingin membentuk kader-kader bangsa, pekerjaan mengajar merupakan persembahan Sang Guru TK kepada Ibu Pertiwi. Dengan mengheningkan diri sejenak, kita semua dapat merasakan bahwa energi yang paling besar dimiliki oleh Guru TK yang terakhir. Dan dia sadar karena membaca buku-buku tentang Hanuman Sang Duta Kebenaran.

Sang Suami: Benar suamiku, samudera sangat luas, langit, ruang angkasa sangat luas, alam semesta mempunyai karakter yang luas. Niat , tujuan, wawasan yang sempit tidak selaras dengan alam semesta. Bumi menghidupi kita, makanan dan minuman berasal darinya, alat-alat rumah tangga, bahannya diambil darinya.  Seringnya manusia mengkoyak-koyak lapisan bumi untuk mengambil bahan tambang dari perutnya, Sang Bumi tetap “lega-lila”,  ikhlas melayani. Alam semesta hanya memberi dan tidak meminta. Bumi tidak memperdulikan yang hidup di atasnya sekelompok pemabuk atau teroris, dia tetap berputar pada porosnya dan beredar mengelilingi Matahari. Bila bumi beristirahat sejenak, kehidupan akan musnah. Berniat, bertujuan, berdharma-bhakti tanpa pamrih, tidak membeda-bedakan, tidak pilih kasih selaras dengan alam semesta dan energi alam semesta akan mendukungnya. Bertindak berani penuh kejujuran, bertindak berani atas dasar kebenaran selaras dengan alam semesta dan energi alam semesta pun akan menunjangnya. Alam akan mendukungnya.

Sang Suami: Kecintaan sang tokoh terhadap Kebenaran dan Ibu Pertiwi sungguh luar biasa. Lebih dari 150 bukunya telah membangkitkan semangat putra-putri bangsa. Jujur, diakui atau tidak saat ini generasi muda mulai mencintai budaya asal, lihatlah banyaknya iklan-iklan dan berita di koran yang menggambarkan budaya kita. Polemik batik dan reog membuktikan kebangkitan para pecinta budaya. Generasi muda mulai bangkit…….. Program bagi guru agar dapat mengajar tanpa dihajar stress, program tawa bersama di berbagai tempat. Berbagai diskusi dan Seminar Kebangsaan. Ajaran tentang mind, nurani dan kesadaran mulai menyebar. Lewat pandangannya agama adalah jalan, bolehlah setiap peziarah yakin jalannya mempunyai kelebihan dibanding jalan lainnya. Akan tetapi kesemua jalan yang berbeda tersebut menuju satu, menuju Tuhan yang mustahil banyak. Bila jalan tersebut dipakai untuk tujuan menuju kekuasaan maka terjadilah friksi-friksi. Semua tindakan sang tokoh selalu dalam berada dalam bingkai integrasi nasional. Terasa kesungguhan sang tokoh mendapatkan dukungan dari Sang Ibu Pertiwi. Tentu saja sang tokoh mulai dicari kelemahannya oleh pihak-pihak yang tidak senang dengan beliau.

Sang Isteri: Benar suamiku, coba perhatikan pernyataan beliau: “Bagimu, barangkali, sekadar Tanah-Air… Sebidang tanah yang dapat kau jualbelikan, dapat kau gadaikan demi kepingan emas… Dan, air yang tidak perlu kau tahu sumbernya, asal dapat kau minum. Hari ini kau masih memijakkan kakimu di atas tanah ini, besok kau akan memijakkan kakimu di atas tanah yang lain, dan melupakan tanah ini. Hari ini kau masih minum air dari sumur yang satu ini, besok kau bisa memilih sumur yang lain.

Bagiku, Indonesia adalah Ibu Pertiwi. Aku tidak dapat menggadaikan ibu demi surga, demi agama, demi apa saja – apalagi demi kepingan emas yang tak bermakna. Aku lahir “lewat” ibu kandungku, namun yang “melahirkan”ku sesungguhnya Ibu Pertiwi. Bagiku, Dialah Wujud Ilahi yang Nyata sekaligus Tak-Nyata…

Pernah kukatakan sebelumnya, mengabdi kepada-Nya adalah bagian dari Imanku… Sekarang harus kuralat pernyataanku tadi. Mengabdi kepada-Nya, kepada Ibu Pertiwi, itulah imanku, satu-satunya imanku. Itulah agamaku, itulah kepercayaanku

Engkau yang masih mencari surga, kenikmatan surgawi. Kuucapkan selamat kepadamu. Bagiku, pengabdian kepada Ibu Pertiwi, itulah surga. Itulah kenikmatan yang paling tinggi. Sembah Sujudku padaMu, Ibu Pertiwi.. Bende Mataram, Bende Mataram …”

Sang Suami: Dalam cerita pewayangan Kebenaran akan merebak setelah terjadi “goro-goro”. Goro-goro sudah dimulai dan kesadaran mulai menyebar. Kebenaran tak bisa dihambat, Kebenaran Selalu Jaya………. __/\__ …….

Situs artikel terkait

http://www.anandkrishna.org/oneearthmedia/ind/

http://triwidodo.wordpress.com

http://id-id.facebook.com/triwidodo.djokorahardjo

April, 2010.

Share on FacebookTweet about this on TwitterShare on Google+Email this to someone