April 27, 2010

Pusat Rehabilitasi Dunia dan Mempercepat Evolusi Selagi Hayat Masih Dikandung Badan

Malam sudah begitu larut, tetapi sepasang suami istri setengah baya masih berbicara mengenai evolusi manusia. Di depan mereka terdapat laptop dan 2 buah buku karya Bapak Anand Krishna bersama Dr. Bambang Setiawan Ahli Bedah/Bedah Saraf, terbitan Gramedia Pustaka Utama: “Neospirituality & Neuroscience Puncak Evolusi Kemanusiaan” dan “Medis dan Meditasi”. Di balik laptop masih ada buku lain karya Bapak Anand Krishna, “5 Steps to Awareness, 40 Kebiasaan Orang yang Tercerahkan”.

Sang Istri: Ulat yang berubah menjadi kupu-kupu tidak membutuhkan waktu yang panjang. Namun, ada pula bentuk-bentuk kehidupan yang membutuhkan waktu yang sangat panjang hingga jutaan tahun. Inilah yang disebut evolusi. Perubahan dari manusia purba yang hanya mampu membuat kapak dari batu hingga manusia modern yang dapat membuat bom atom juga membutuhkan waktu yang sangat panjang.

Sang Suami: Walau kita tidak dapat memahami Kesadaran, Kecerdasan atau Inteligensia di balik evolusi, kita dapat mengamati ada 3 sifat dari evolusi, Kedinamisan, perubahan yang terus terjadi dan tidak pernah berhenti; Kesinambungan, setiap perubahan yang terjadi merupakan kelanjutan dari perubahan sebelumnya; Keserasian, Keselarasan, atau Keharmonisan. Kesinambungan yang terjadi bukanlah kesinambungan yang kacau, tetapi saling melengkapi dan menunjang. Semuanya terkoordinasi, terintegrasi, dan merupakan bagian dari satu kesatuan. Kemajuan dan peningkatan itulah evolusi dan itu pula tujuannya.

Sang Istri: Disebutkan bahwa setelah kematian tubuh, “subconscious mind” yang berupa energi tidak ikut mati dan akan lahir kembali setelah mengalami proses “pengolahan”.

Sang Suami: Benar istriku, “Medan Energi” yang tidak ikut mati membentuk synap-synap asli dalam otak bayi yang baru lahir. Demikian, otak bayi mewarisi informasi, keinginan, dan obsesi yang tersimpan dalam “Medan Energi” tersebut. Dr. Bambang Setiawan menyatakan bahwa kemudian terbentuk pula bagian-bagian tubuh lainnya sebagai pelengkap pelaksana. Bahkan, “Medan Energi” bisa memilih tempat dan situasi, di mana tersedia stimulus-stimulus sesuai dengan yang dibutuhkannya. Dalam arti kata lain, “kita” memilih tempat lahir. Bahkan orangtua pun pilihan kita sendiri! “Medan Energi” seorang musikus bisa memilih lahir dalam keluarga yang senang dengan musik.

Sang Istri: Setelah terjadi kelahiran kembali, proses evolusi tergantung pada masing-masing pribadi. Bisa terbentuk synap-synap baru beserta reseptornya. Dan synap baru ini bisa memperkuat atau melemahkan synap-synap asli. Proses evolusi justru terjadi pada saat mind terwujud sebagai materi yang solid – yaitu tubuh. Dengan kata lain, tubuh beserta otaknya adalah alat untuk berevolusi.

Sang Suami: Istriku, mari kita lihat arsip Blog bulan Mei 2008, kategori puisi rohani dengan judul “Pusat Rehabilitasi Dunia”. Puisi tersebut dijiwai buku “5 Steps to Awareness, 40 Kebiasaan Orang yang Tercerahkan”.

Dan, kemudian mereka saling berbalas pantun membaca tulisan pada blog tersebut.

Sang Istri: Lahir ke dunia merupakan bukti kita belum sempurna. Tetapi dunia bukan bui atau penjara. Menurut Guru, Dunia lebih cocok disebut Pusat Rehabilitasi. Programnya disesuaikan bagi setiap diri. Rehabilitasi khusus yang didisain mulia. Agar setiap jiwa menjalani program pembersihan dan pelurusan. Semuanya terarah bagi jiwa, agar mengalami proses pensucian dan pengembangan.

Sang Suami: Kelahiran di lingkungan tertentu pada suatu masa. Orang tua dan saudara, pun bukan tanpa rencana. Negara kelahiran diselaraskan pula. Sahabat dan musuh juga ada alasannya. Semuanya mempunyai tujuan utama. Untuk pensucian dan pengembangan jiwa.

Sang Istri: Rintangan, tantangan, kesulitan dan persoalan. Dimaksudkan demi pembersihan dan pengembangan. Menyalahkan orang lain dan mencari kesalahan. Mengeluh dan kecewa berlebihan. Belum menyadari program dari Keberadaan. Memahami hal demikian. Sudah waktunya menerima semua dengan penuh kesadaran. Melampaui kesenangan dan kedukaan. Biarlah mekanisme alam yang berjalan.

Sang Suami: Dari pagi hingga malam. Sejak matahari terbit hingga saat terbenam. Sejak membuka mata hingga waktu terpejam. Biarlah semua diatur alam. Jalani semua. Lampaui semua. Perjalanan mulia. Kembali kepada-Nya.

Sang Istri: Kita semua lahir di Indonesia, negeri penuh rekayasa, di Asia Pasifik menjadi negeri terkorup bagi investasi dari 16 negara, kekerasan merajalela, perkelahian suporter sepak bola, antar kampung, antar mahasiswa, korban oplosan minuman keras di mana-mana. Teror dan bom hasil doktrin repetitif intensif dibungkus dengan nama agama. Lengah sedikit disintegrasi menjadi nyata. Bukankah masalah ini merupakan program peningkatan kesadaran bagi kita semua?

Sang Suami: Benar istriku, semuanya merupakan tantangan bagi putra-putri bangsa. Mencerdaskan bangsa, menyebarkan kesadaran, meningkatkan “public awareness” adalah tugas mulia putra-putri bangsa.

Sang Istri: Suamiku, bukankah istilah bui atau penjara pun sudah lama diganti menjadi Lembaga Pemasyarakatan. Diharapkan semua narapidana yang masuk Lembaga Pemasyarakatan dipersiapkan setelah selesai masa hukumannya, mereka dapat kembali ke masyarakat dengan baik. Akan tetapi ada juga yang di Lembaga Pemasyarakatan malah berkembang ilmu kriminalnya, sehingga belum lama berada di masyarakat sudah dikirim kembali ke Lembaga Pemasyarakatan. Bahkan ada yang masuk-keluar Lembaga Pemasyarakatan berkali-kali dan disebut “penjahat kambuhan”. Padahal hidup di Lembaga Pemasyarakatan bukan hidup yang bebas, para penghuni terbelenggu.

Sang Suami: Mungkin demikian pula manusia dikembalikan ke dunia dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran, tetapi banyak pula yang semakin terperosok ke dalam dunia ketidaksadaran, “penghuni dunia kambuhan”……. Seorang Master, seorang Guru ibarat Duta Besar dari Negara Ilahi yang mengingatkan bahwa jatidiri, kewarganegaraan manusia adalah sebagai warga negara Ilahi. Segera ikuti Sang Duta Besar kembali ke negara Ilahi. “Inna lillahi wa inna lillahi raji’uun”. Sesungguhnya manusia berasal dari Ilahi dan akan kembali ke Ilahi.

Sang Istri: Iya suamiku, kita sudah seperti mesin, seperti robot, begitu mendengar berita kematian, langsung mengucapkan “Inna lillahi wa Inna Ilahi raji’uun”. Kita tidak pernah merenung, yakinkah bahwa kita berasal dari-Nya dan akan kembali kepada-Nya? Selama masih takut mati, selama masih menganggap kematian sebagai titik akhir kehidupan, sesungguhnya kita belum yakin, tidak yakin bahwa kita akan kembali kepada-Nya. Jika yakin, kita tidak akan takut mati.

Sang Suami: Dengan hati yang diselimuti oleh rasa takut, kata-kata indah “Inna lillahi wa Inna iIlahi raji’uun” kehilangan makna. Percuma saja  mengucapkannya bila kita tidak meyakini ucapan sendiri. Kata-kata yang tidak berbobot, hanya “meneruskan” informasi saja, seperti penyiar warta berita……… Mind atau pikiranlah yang membuat manusia merasa sebagai warga dunia yang takut mati. Kumpulan urusan sebab-akibat semakin menjerat diri, bahkan ada yang berusaha memperangkap Sang Duta Besar agar dihukum di dunia. Seorang Duta Besar adalah Duta, Utusan Ilahi dan Sang Ilahi tak akan membiarkan Dutanya dianiaya begitu saja.

Situs artikel terkait

http://www.anandkrishna.org/oneearthmedia/ind/

http://triwidodo.wordpress.com

http://id-id.facebook.com/triwidodo.djokorahardjo

April, 2010.

Share on FacebookTweet about this on TwitterShare on Google+Email this to someone