June 17, 2010

Renungan Tentang Kesadaran Berbangsa Dengan Meneladani Karakter Leluhur yang Mulia

Sepasang suami istri setengah baya sedang terobsesi dengan buku Neospirituality & Neuroscience Puncak Evolusi Kemanusiaan, karya Bapak Anand Krishna & Dr. Bambang Setiawan Ahli Bedah Saraf,  terbitan Gramedia Pustaka Utama. Kemudian, berdasar buku tersebut mereka mulai mencermati karya para pujangga lama. Luar biasa, ternyata para pujangga telah begitu maju pandangan kebangsaanya.

Sang Suami: KGPAA Mangku Negara IV (1811-1881), menulis tidak kurang dari 42 buku dan saat menjadi Raja, Istana Mangkunegaran berada dalam puncak masa kejayaan. Beliau bersahabat dengan Ranggawarsita (1802-1873), penulis tidak kurang dari 23 buku, Pujangga dari Kraton Kasunanan. KGPAA Mangku Negara IV sadar bahwa pada saat tersebut ada empat kerajaan di wilayah Surakarta dan Yogyakarta. Sedangkan secara keseluruhan Pulau Jawa dikuasai oleh Belanda. Bagaimana pun empat kerajaan tersebut berperan penting sebagai pengawal budaya, agar tradisi dan budaya leluhur masih dipertahankan dan dipelihara. Beliau mengingatkan kepada para raja koleganya dan juga kepada seluruh masyarakat, bahwa pernah berdiri satu Kerajaan Mataram yang didirikan oleh Panembahan Senopati yang wilayahnya hampir meliputi seluruh pulau Jawa. Panembahan Senopati pantas diteladani sebagai seorang Manusia Utama.

Sang Istri: Benar suamiku, mari kita perhatikan Serat Wedhatama tulisan KGPAA Mangku Negara IV, bait pertama Pupuh Kedua dengan tembang Sinom, yang  bermakna ditujukan kepada “para anom”, kawula muda. “Nulada laku utama, tumrape wong Tanah Jawi, Wong Agung ing Ngeksiganda, Panembahan Senopati, kepati amarsudi, sudane hawa lan nepsu, pinesu tapa brata, tanapi ing siyang ratri, amamangun karenak tyasing sesama”……. Terjemahan bebasnya, Mari kita mencontoh perilaku utama  bagi orang Jawa. Orang besar dari Mataram, Panembahan Senopati yang tekun berusaha mengendalikan hawa nafsu dengan bertapa. Pada waktu siang maupun malam selalu berkarya penuh kasih membuat tenteram hati sesama…….

Sang Suami: Beliau sadar ada “hukum sebab-akibat” yang telah berjalan sekian lama. Karakter yang beliau miliki adalah hasil dari warisan genetik para leluhurnya. Warisan Genetik yang berharga dari leluhur keempat raja di Surakarta dan Yogyakarta. Beliau bernama Panembahan Senopati yang diidolakan sebagai Sosok Manusia Utama……. Kita sekarang paham bahwa “Genom” manusia adalah semacam otobiografi yang tertulis dengan sendirinya. Berupa sebuah catatan, dalam bahasa genetis, tentang semua nasib yang pernah dialaminya dan temuan-temuan yang telah diraihnya. Yang kemudian menjadi simpul-simpul sejarah species kita serta nenek moyang sejak kehidupan pertama di jagad raya. Genom telah menjadi semacam otobiografi untuk species kita yang merekam kejadian-kejadian penting sesuai dengan keadaan sebenarnya. Kalau genom dibayangkan sebagai buku, maka buku ini berisi 23 Bab, tiap Bab berisi beberapa ribu Gen. Buku ini berisi 1 Milyar kata, atau kira-kira 5.000 buku dengan tebal 400-an halaman. Dan setiap orang mempunyai sebuah buku unik tersendiri baginya.

Sang Istri: Dalam buku “Neospirituality & Neuroscience” disampaikan bahwa synap-synap saraf manusia mengantar muatan informasi dari satu sel ke sel lainnya.  Informasi yang melemahkan maupun yang menguatkan manusia diinformasikan dari sel ke sel bahkan diwariskan kepada anak keturunannya.  Bila kita sadar dan membombardir diri dengan informasi yang baik, yang memberdayakan jiwa, maka kita mempunyai kesempatan untuk memperbaiki genetika. Perbaikan karakter bangsa dimulai dari diri sendiri, dan diturunkan kepada anak keturunannya. Kemudian seorang yang sadar, mulai menyebarkan “virus kesadaran”-nya agar orang lain yang kontak dengannya dapat tumbuh kesadaran dari dalam dirinya.

Sang Suami: KGPAA Mangku Negara IV yang telah “cerah”, membangkitkan benih kesadaran dalam diri para sahabat dan warganya lewat buku-buku karyanya diantaranya Serat Wedhatama. Beliau telah sadar bahwa agar berhasil keinginannya, beliau harus membombardir dengan informasi secara repetitif-intensif kepada masyarakatnya! Pengaruh beliau masih terasa sehingga almarhum kakek saya pun masih hapal Serat Wedhatama. Pada saat itu belum ada lagu pop maka tembang adalah lagu wajibnya. Kita patut berbangga hati mempunyai seorang pujangga yang telah cerah pada zamannya.

Sang istri: Disebutkan dalam tembang tersebut bahwa Laku Utama Panembahan Senopati ada tiga. Pertama berupaya mengendalikan hawa nafsu, kedua melakukan tapa dan ketiga selalu berkarya penuh kasih terhadap sesama.

Sang Suami: Dalam buku “Reformasi, Gugatan Seorang Ibu”, karya Bapak Anand Krishna disebutkan bahwa nafsu mewarnai segala aspek kehidupan manusia. Nafsu untuk mengejar harta, nama, atau apa saja, sama dengan hawa nafsu yang sering kita kaitkan dengan birahi, dengan naluri seks manusia. Nafsu adalah nafsu, ada yang menyalurkannya lewat seks di dalam kamar, atau melampiaskannya di dalam Lembaga Negara atau perusahaan dengan melacurkan jiwa dan menggadaikan amanah, demi keuntungan pribadinya. Kita harus memahami hawa nafsu, harus menggunakannya untuk hal-hal yang lebih bermanfaat dan tidak melawannya. Jangan menyatakan perang terhadapnya hanya karena mampu melakukan puasa, atau mengikuti beberapa akidah agama lainnya. Tidak perlu diperangi, tetapi harus dipahami karakteristik hawa nafsu itu sendiri bagaimana. Nafsu bisa dikembangkan sampai tingkat “excellence”, “from passion to compassion” istilahnya. Bernafsu untuk persada Nusantara yang damai, dan untuk masyarakat yang sejahtera. Hawa nafsu adalah energi yang nyata, yang penting adalah mentransformasikannya menjadi kasih, nafsu melayani alam semesta.

Sang Istri: Dalam buku “Masnawi Buku Keempat, Bersama Jalaluddin Rumi Mabuk Kasih Allah, karya Bapak Anand Krishna disampaikan bahwa hawa nafsu harus terbakar habis, sehingga “air jiwa” mendidih, menjadi bersihlah batin kita. Hawa nafsu pun tidak bisa diabaikan, tidak bisa dilepaskan begitu saja. Diabaikan atau dilepas begitu saja, hawa nafsu malah mengamuk, makin liar saja. Hawa nafsu harus dipahami perannya. Terbakarnya hawa nafsu menciptakan energi yang luar biasa. Energi yang bisa mendidihkan jiwa kita, membersihkan batin kita. Itulah peran hawa nafsu yang berarti hawa nafsu dibutuhkan sebagai bahan bakarnya. Hawa nafsu adalah produk mind, produk pikiran. Dan, keberadaan mind tidak bisa dielakkan. Menolak keberadaannya tidak akan membebaskan dari cengkeraman pikiran. Mind tidak perlu ditolak dan mind juga tidak bisa dikosongkan. Terbakarnya hawa nafsu berarti terbakarnya mind yang lama, terbakarnya kesadaran rendah dan insting-insting kehewanian. Lalu energi yang tercipta dari pembakaran itu akan mendidihkan jiwa kita dan batin kita terbersihkan.

Sang Suami: Laku Utama Kedua adalah Melakukan Tapa. Tapa berarti “latihan-latihan untuk mengendalikan diri”. Menjadi seorang Tapasvi atau “praktisi tapa” berarti telah berhasil mengendalikan diri. Kemudian tapa bisa berarti disiplin juga. Kendati latihan dan tujuan pengendalian sudah benar, latihan tetap harus dilakukan secara teratur juga. Hari ini latihan untuk mengendalikan diri, besok tidak dan lusa latihan lagi, lalu berhenti lagi, ini belum bisa disebut tapa. Latihan untuk mengendalikan diri secara teratur, itulah tapa. Berlatih untuk mengendalikan diri pada setiap saat, itulah tapa.

Sang istri: Bagi KGPAA Mangku Negara IV, untuk menjadi Guru tidak cukup bahwa seseorang telah menjadi sarjana. Ia harus seorang pertapa. Definisi tapa sering disalahartikan sebagai pelarian diri dari keramaian dunia. Tidak demikian, tapa berarti “pengorbanan”. Apa yang harus dikorbankan? Keangkuhan, hawa nafsu, ketamakan dan keserakahan. Semua itu yang harus dikorbankan, dilepaskan.  Tapa berarti pelepasan diri dari keterikatan duniawi, tetap berada di dunia ini, menikmati segalanya, tetapi tidak ada keterikatan. Mereka yang sanggup melakukan hal itu, baru bisa disebut Pertapa, demikian Wedhatama menyebutkan. Ketergantungan pada logika dan pikiran, perlu dilepaskan.

Sang Suami: Laku Utama ketiga, selalu berkarya dengan penuh kasih terhadap sesama. Berkaryalah sesuai dengan keahlian dan kemampuan. Itu keselarasan. Silakan masuk bidang lain, asal keahlian dan kemampuan, dua-duanya di “up-grade” dilakukan perbaikan…… Berada pada tingkat kasih, manusia sudah tidak bisa menempatkan kepentingan pribadi di atas kepentingan sesama. Dia tidak bisa merugikan orang lain demi keuntungan pribadinya….. Bangsa kita membutuhkan banyak orang yang berada dalam Kesadaran Kasih, bertindak dengan kekuatan cinta. Bila seorang penulis atau penyair dalam kesadaran kasih, biarlah ia berbagi pengalaman lewat tulisannya, lewat syair-syairnya. Bila seorang pengusaha penuh kasih, biarlah ia menerjemahkan kasih dalam keseharian usahanya. Seperti itu pula dengan para birokrat, wakil rakyat, profesional dan lain sebagainya. Seorang pengusaha yang mengasihi tidak akan merugikan konsumennya hanya untuk memperkaya dirinya. Seorang birokrasi yang mengasihi akan melayani saudara-saudaranya sebangsa. Seorang wakil rakyat yang telah tersentuh jiwanya oleh kasih tidak akan menerima uang saku tambahan untuk melakukan tugas-tugas yang sudah menjadi kewajibannya. Begitu pula dengan para industrialis, para profesional di segala bidang, para guru dan mahasiswa. Kuncinya, adalah Kasih. Bila seseorang berpikir dengan Kasih, pikirannya menjadi jernih. Dan, dia telah menemukan Kebenaran. Bila dia merasakan dengan Kasih, hatinya menjadi tenang dan mencapai Kedamaian. Bila dia bertindak dengan kasih, dia tak akan berbuat salah, hasilnya adalah Kebajikan……

Sang Istri: Rumusan Tiga Laku Utama yang Tepat dalam Wedhatama. Sangat bermanfaat sebagai pedoman anak bangsa.

Terima Kasih Guru, Jaya Guru Deva!

Situs artikel terkait

http://www.anandkrishna.org/oneearthmedia/ind/

http://triwidodo.wordpress.com

http://id-id.facebook.com/triwidodo.djokorahardjo

Juni, 2010.

Pointer Tambahan hasil dari Komentar dan tanggapan di Facebook

Renungan Tentang Kesadaran Berbangsa Dengan Menghormati Karakter Leluhur yang Mulia

  1. Mangku negara memang sosok yang mulia, inspirasi dan bapak negara, dan ajarannya dalam Wedhatama jika diaplikasikan oleh seluruh rakyat indonesia akan berakibat meningkatnya kesadaran masyarakat dan bangsa.
  2. Beliau mengetengahkan pendidikan “rasa” perlu didahulukan, bukan hanya meningkatkan kecerdasan.
  3. Menjaga sepercik kesadaran di dalam diri dari samudra kasih Guru, dengan terus menerus dan penuh disiplin sepanjang hayat dengan terus memekarkan rasa, menundukkan ego, dan menjadi respektif. Memanage energi yang ada dan sering tak terkendali untuk membesarkan jiwa, memberikan tempat yang pantas dan mulia bagi setiap jiwa yang sedang belajar berjalan di jalan kesadaran.
  4. Semoga kita semua saling ingat mengingatkan dalam mempertahankan benih kesadaran.
  5. Semoga energi besar yang dimiliki anak bangsa ini,mampu mentransformasi menjadi energi Kasih. Karena kita sungguh bangga memiliki warisan luhur, dan semoga bisa berkarya demi kepentingan bersama.
  6. Kalau di al quran dikisahkan pada hari kiamat kita berjalan sambil membawa sebuah kitab yang berisikan catatan sejarah hidup kita selama di dunia…… Bahasa Al Quran sederhana, karena keterbatasan wawasan pendengarnya pada waktu itu, namun untuk saat ini sudah bisa dijabarkan secara ilmiah, terserah kita mau menerima dan memahaminya atau menolaknya. Dan yang pasti penolakan kita tidak akan berpengaruh sama sekali.
  7. Pencerahan yg telah di beberkan dengan penuh kasih, terutama bagi kami generasi yg masih kurang tanggap terhadap kekayaan pengetahuan spiritual asli Nusantara tercinta ini, sekali lagi terima kasih semoga permenungan ini bisa membantu saya dan kebanyakan orang untuk naik kelas kesadarannya jangan hanya berhenti di kelas kesadaran sex dan cinta saja tetapi bisa mencapai kesadaran rasa kasih yang memang luar biasa.
  8. Rakyat sangat merindukan kelahiran kembali jiwa-jiwa nasionalis yang berwawasan luas seperti Rangga Warsito & Mangku Negara IV.
  9. Semoga pikiran pembaca kisah ini bervibrasi ke semesta dan menebar…. Tebaran kesadaran di udara akan beresonansi meluas dan semakin meluas…. Setiap bacaan kesadaran menebar kesadaran ke semesta… Semakin sering membaca dan menulis, vibrasi kesadaran semesta semakin banyak. Kesadaran adalah keselarasan alam, dan ini akan di rekonfirmasi oleh alam dan tentu semakin besar resonansinya…
  10. Leluhur para raja Mataram adalah kelanjutan dari dinasti Rajasa dari imperium Singhasari dan Majapahit, para pelaksana sadhana Tantrayana yang unggul. Ajaran Wedhatama adalah Dharma, yang mengajarkan pada kita Kesunyataan dalam hidup kita, proses-proses yang berlangsung di dalamnya, dan bagaimana kita sebaiknya menempatkan diri di dalamnya….
  11. Pelaksanaan dharma yang tertinggi adalah kesabaran, demikian Sang Buddha Gautama bersabda kepada para muridnya. Sungguh tepat, jika pertapaan ini dimengerti sebagai pengorbanan diri kita, yang merelakan egonya Hancur, sehingga halangan dan rintangan dalam diri kita bisa musnah berangsur-angsur.
  12. Semoga masyarakat Jawa mau dan siap nulada Panembahan Senopati.
  13. Tiga hal utama yang seharusnya selalu kita lakoni dalam kehidupan ini. Kesadaran diri sangatlah bermanfaat utk memahami rahasia alam semesta ini dgn tepat. Semoga cahaya kesadaran diri kita semua merambah seluruh suadara-saudara kita yang masih terkungkung.
  14. Rumusan Tiga Laku Utama Panembahan Senopati dalam serat Wedhatama KGPAA Mangku Negara IV memang tepat dijadikan pedoman. Dengan tapa kita akan bisa mengendalikan hawa nasfu sehingga menghasilkan pribadi-pribadi sadar yang selalu berkarya penuh kasih sambil menyebarkan “virus kesadaran”-nya kepada sesama dan anak keturunannya.
  15. Menurut saya, Kesadaran tidak bisa diwariskan kepada anak keturunannya secara genetik. banyak contoh orang tuanya baik tapi anaknya bejat dan sebaliknya. Genetik hanya menyangkut masalah biologi dan fisik, sedang psikis, kejiwaan, personality tidak. So, untuk mencapai kesadaran semua orang harus berusaha sendiri, bukan dengan mengandalkan/membanggakan leluhurnya karena sebenarnya kita hanya memasukkan mereka kedalam ego kita. Yang semestinya adalah kita menghormati leluhur dan mencontoh perilaku mereka.
  16. Dari passion ke compassion. semoga kita bisa melakukan transformasi tersebut. compassion to be a servant of the universe.
  17. Andaikan ada satu jam saja pelajaran di sekolah yg mengupas sejarah sekaligus pedoman didalamnya betapa eloknya.
  18. KGPAA Mangu Negara IV dan R. Ngabei Ronggowarsito, hidup pada zaman sistem tanam paksa dan perang Diponegoro, sehingga terutama tulisan Ronggowarsito selalu diawasi Belanda, karena mengobarkan sifat nasionalisme.
  19. Kesadaran bahwa kita semua berada dalam Dia, sehingga tak ada yang sesuai selain bertindak penuh kasih terhadap sesama.
  20. Dari buku-buku yang dijadikan referensi ciri-ciri seseorang yang bertindak penuh kasih adalah apabila seseorang mengasihi setiap makhluk, segala sesuatu yang ada dalam alam ini, mengasihi alam semesta ini. Dia sudah tidak bisa menempatkan kepentingan pribadi di atas kepentingan orang lain. Dia tidak bisa merugikan orang lain demi keuntungan pribadi.

Terima Kasih

Salam __/\__

Share on FacebookTweet about this on TwitterShare on Google+Email this to someone