Suluk Saloka Jiwa adalah Karya Ranggawarsita yang ditebitkan oleh percetakan Albert Rusche, Surakarta 1915. Karya ini di cetak dengan buruf dan bahasa jawa, setebal 32 halaman, dan bersekar macapat. Isi serat ini adalah merupakan sebuah kisah simbolik tentang perjalanan spiritual dan perkawinan antar agama terhadap kebudayaan lokal.
Di kisahkan dalam serat ini tentang Syeh Suman yang pergi ke Turki untuk mendalami ajaran Marifat dari master-master sufi di Turki. Di Turki Syeh Suman bertemu dengan seorang master bernama Syeh Usman Najib. Sebagai seorang Dewa Hindu, maka Wisnu yang menjelma sebagai Syeh Suman yang akan berguru ilmu keislaman, tetap beragama Hindu namun batinnya memeluk agama Islam. Hal ini menerangkan bahwa tidak harus pindah agama untuk mendalami ilmu marifat, yang terpenting adalah jiwanya, jiwanya Tunduk kepada Kehendak Dia yang Maha, dan dapat melihat kehadirannya di Timur dan Barat, dan kemana wajah dipalingkan maka yang terlihat adalah DIa, yang satu dan esa adanya.
Di dalam kisah ini ada dialog Mistik Usman Najid, Takrul Alam, Bukti Jalal, Pramana Jati, Brahmana Darma, dan Syeh Suman. Dialog Tanya jawab ini membeberkan tentang Ilmu kesempurnaan, “Sesungguhnya sebelum ada apa-apa, dalam kondisi awing uwung (keadaan kosong), yang ada hanya Tuhan. Tuhan menciptakan cahaya Nu ru’yah, kemudian menjadi unsur-unsur yang terurai menjadi tanah, api, angin (udara) dan air. Kemudian unsure-unsur itupun terurai kedalamberbagai bentuk unsur yang kemudian menjelma menjadi kehidupan di dunia.
Adapun dialog tentang adanya Tuhan dan hubunganya dengan manusia di uraikan sebagai berikut, Tuhan telah ada sebelum adanya alam kosong. Tuhan telah bersemayam dalam mukat ghaib. Tuhan diibaratkan sebagai halnya huruf Alif, yang di sifati dengan wajib al-wujud. Istilah wajib al Wujud dalam ilmu kalam, berarti ada dari Dzat-Nya sendiri, tanpa sebab dari luar. Dan adanya adalah wajib artinya pasti adanya. Adapun sifat-sifat Tuhan diuraikan sebagai : Yang Esa itu sungguh satu adanya, dan hanya benar-benar satu adanya.
“Jangan berhenti selalulah berusaha membuat kebajikan,
Agar mendapat kegembiraan,
Serta keselamatan serta tercapai segala cita-cita,
Terhindar dari perbuatan yang bukan-bukan,
Caranya harus gemar prihatin.
Dalam hidup keprihatinan ini pandanglah dengan seksama,
Intropeksi, telitilah jangan sampai salah,
Endapkan dalam hati,
Agar mudah menanggapi sesuatu.
Dapatnya demikian kalau senantiasa
Mendambakan kebaikan,
Mengendapkan pikiran,
Dalam mawas diri sehingga seolah-olah hati ini kosong
Tetapi sebenarnya akan menemukan cipta yang sejati
Sebagalnya itu harus dijalankan dengan penuh kesabaran.
Sebab jika bergeser dari hidup yang penuh kebajikan
Akan menderita kehancuran.
Kemasukan setan (pikiran liar) gundul,
Yang menggoda membawa kendi berisi uang banya (hasrat dan keinginan liar)
Bila terpengaruh akan perbuatan yang bukan-bukan,
Sudah jelas akan menjadi sarang iblis,
Senantiasa mendapat kesulitan-kesilitan (hidup di dalam neraka),
Kerepotan-kerepotan,
Tidak dapat berbuat dengan itikad hati yang baik,
Seolah-olah mabuk kepayang (hilang kesadarannya)
Bila sudah terlanjur demikian tidak tertarik terhadap perbuatan
Yang menuju pada kebajikan.
Segala yang baik-baik lari dari dirinya.
Sebab sudah meliputi perbuatan dan pikiran yang jelek.
Sudah melupakan Tuhan dan keesaan Tuhan.
Inti dari ajaranpun (keagamaan) musnah berkeping-keping.
Tapi demikian yang melihat,
Bagai matanya kemasukan pasir,
Tidak dapat membedakan yang baik dari yang jahat,
Sehingga yang jahat lebih disukai dan dianggap utusan Tuhan”
(Ranggawarsita)
Refrensi :
Serat Kalatidha Tafsir dan Filosofi Pujangga Jawa Terhadap Kondisi Sosial – Wiwin Widyawati R – Shaida Yogyakarta
==
Di Publikasikan di :