September 19, 2010

Surat–surat Islam dari Endeh 6

(Surat menyurat Ir. Soekarno kepada Tuan A. Hasan, Guru “Persatuan Islam” Bandung 1 Desember 1934 hingga 25 Nopember 1936 , Sumber refrensi : Islam Sontoloyo : Pikiran-Pikiran Sekitar Pembaruan Pemikiran Islam  –  Ir Soekarno  –  Sega Arsy  2010)

Endeh, 22 Pebruari 1936

Assalamu’alaikum,

Belum juga saya bisa tulis artikel tentang nomor ektra taqlid sebagaimana saya janjikan, report “mereportir” sekolahnya anak saya, dan  karena di Endeh ada datang seorang guru  pesan golongan muda dari Banyuwangi, sehingga, walaupun mereka itu dua-duanya datang di Endeh untuk buat dagang, toch setiap malam mereka bertamu di rumah saya. Sampai jauh – jauh malam mereka berbincang-bincang satu sama lain dan kadang-kadang udara Endeh  menjadi naik temperature hingga hamper 100 derajat! Saya tertawa saja, senang dapat melihat orang dari “dunia ramai” hanya menjaga saja jangan sampai udara itu terbakar sama sekali. Dan selamanya saya diminta menjadi hakim. Tak usah saya katakan Tuan, bahwa kehakiman saya itu, sering membikin tercengangnya guru pesantren, padahal seadil-adilnya menurut hukum!.

Karena rupanya berhadapan dengan orang Interniran politik, maka kawan muda ini bertanya “ bagaimana siasahnya , supaya jaman kemegahan Islam yang dulu-dulu itu bisa kembali ?”,

Saya punya jawab singkat : “Islam harus berani mengejar zaman” Bukan seratus tahun tapi seribu tahun Islam ketinggalan zaman. Kalau Islam tidak cukup kemampuan buat “mengejar” seribu tahun itu niscaya ia akan tetap hina dan mesum. Bahkan kembali kepada Islam – glory yang dulu bukan kembai kepada “zaman Khalifah”, tetapi lari kemuka, lari mengejar zaman, itu salah satu jalan buat menjadi gilang-gemilang kembali. Kenapa toch kita selamanya dapat ajaran , bahwa kita harus mengkopi “zaman khalifah” yang dulu-dulu? Sekarang tahun 1936, dan bukan tahun 700 atau 800 atau 900? Masyarakat bukan satu gerobak yang boleh kita “kembalikan” semau-mau kita? Masyarakat minta maju, maju ke depan, maju ke muka, maju ke tingkat yang “kemudian”, dan tak mau di suruh “kembali”.

Kenapa kita musti kembali kezaman “kebesaran Isam” yang dulu-dulu? Hukum syariat? Lupakah kita, bahwa hukum syariat itu bukan hanya haram, makruh, sunnah, dan fardu saja ? Lupakah kita bahwa masih ada barang “mubah” atau “djaiz”? alangkah baiknya kalau umat Islam lebih ingat pula kepada yang mubah atau djaiz ini! Alangkah baiknya , kalau ia ingat, bahwa di dalam urusan dunia, di dalam urusan states manship, “boleh berqias, boleh berbid’ah, boleh membuang cara-cara dulu, boleh mengambil cara-cara baru, boleh beradio, boleh mengambil cara-cara baru, boleh beradio, boleh berkapal-udara, boleh berlistrik, boleh bermodern, boleh berhyper-hyper modern”, asal tidak nyata dihukum haram atau makruh oleh Allah dan Rasul! Adalah suatu perjuangan yang paling berfaedah bagi umat Islam. Yakni perjuangan menentang kekolotan. Kalau Islam sudah bisa berjuang melawan kekolotan itu, barulah ia bisa lari secepat kilat mengejar zaman yang seribu tahun jaraknya kemuka itu. Perjuangan menghantam orthodoxie kebelakang, mengejar zaman kemuka, perjuangan inilah yang Kemal Ataturk masudkan, tatkala ia berkata, bawah “Islam tidak menyuruh orang duduk termenung sehari-hari di dalam mesjid memutar-mutar tasbih, tetapi Islam ialah perjuangan”. Islam is progress: Islam itu kemajuan!.

Tindakan-tindakan ulilamri-ulilamri zaman Islam – glory itu tidaklah, dan tidak boleh menjadi hokum bagi umat Islam yang tak boleh diubah atau ditambah lagi, tetapi hanyalah boleh kita pandang sebagai tingkat-tingkat perjalanannya sejarah, merely as historic degrees.

Bilakah kita punya penganjur-penganjur Islam mengerti falsafahnya historic degrees ini, membangun kecintaan membunuh “semangat – kurma” dan “semangat sorban” yang mau mengikat Islam kezaman kuno ratusan tahun yang lalu. Kecintaan berjuang mengejar zaman, kecintaan berqias dan ber bid’ah di lapangan dunia sampai ke puncak-puncaknya kemoderenan, kecintaaan berjuang melawan segala sesuatu yang mau menekan umat Islam kedalam kenistaan dan kehinaan ?.

Kabar Endeh sehat wal afiat. Bagaimana di sini ?

Wassalam,

SUKARNO

Membunuh kekolotan, melepaskan diri dari kekolotan, berjuang lepas dari kekolotan adalah sesuatu yang berat, perlu usaha extra, perlu banyak belajar, dan yang terpenting adalah mau berkorban, perlu adanya pengorbanan. Karena berat dan sulit itu, maka kemudian kita mencari cara Instan, mencari cara mudahnya saja, yaitu dengan menerapkan hukum syariat, seolah-olah jika hukum syariat di terapkan maka berkah Allah akan mengucur di buma bumi Negara yang menerapkan, benarkah ?.

Sejenak kita mundur pada masa di mana sang Rasul hidup,  yang terjadi pada waktu itu sang Rasul tidak diam dan duduk di  dalam mesjid sambil memutar-mutar tasbih, tidak, sang Rasul tetap berjuang mencerdaskan masyrakat Mekah pada waktu itu. Sang rasul datang membawa pembaharuan kesadaran, dan pembaruan agin segar kesadaran akan selalu mendapat tentangan dari status quo yang akan merasa di rugikan jika banyak masyarakat yang tercerdaskan. Oleh karenanya kemudian status quo itu menyerang sang Rasul, dan sang Rasulpun terpaksa hijrah ke Madinah. Di Madinah ini lah sang rasul mulai membangun masyrakat dengan menerapkan peraturan hukum, karena pada waktu itu di Madinah memang belum ada peraturan hukum yang layak, dan peraturan-peratun yang di buat oleh sang Rasul pada waktu itu sesuai dengan kebutuhan masyarakat Madinah pada waktu itu, termasuk juga keluarnya peraturan tentang perang jihat karena pada waktu itu Medinah sedang di serang oleh orang-orang Mekah yang ingin menghancurkan sang Rasul karena merasa terancam oleh keharuman nama sang Rasul. Dari situ dapat kita simpulkan meski berada di dalam lindungan dan rahmat Allah, sang Rasul tetap harus berjuang, tetap harus belajar.

Apa yang terjadi jika kita mengetahui cara membeli tiket perjalanan wisata langsung pada sumbernya ?, tentunya kita tidak memerlukan calo, namun kemudian kenapa calo tetap dapat hidup dan meraih keuntungan, jawabanya karena kita malas, kita ingin solusi instan. Dan inilah yang terjadi saat ini, dimana  kita ingin menerapakan hukum syariat dengan harapan akan memperoleh kejayaan ?.  Dengarkanlah bung Karno agar kita dapat  kembali pada sebuah kejayaan adalah dengan berjuang menentang kekolotan, berjuang  untuk menjadi  sadar, Bung Karno sudah memulai dari dirinya sendiri, saatnya kita meneruskannya dengan menyadarkan diri sendiri. Kesadaran itu akan menyebar dan perubahan akan terjadi.

Di Publikasikan di :

Share on FacebookTweet about this on TwitterShare on Google+Email this to someone