September 22, 2010

Surat–surat Islam dari Endeh 7

(Surat menyurat Ir. Soekarno kepada Tuan A. Hasan, Guru “Persatuan Islam” Bandung 1 Desember 1934 hingga 25 Nopember 1936 , Sumber refrensi : Islam Sontoloyo : Pikiran-Pikiran Sekitar Pembaruan Pemikiran Islam  –  Ir Soekarno  –  Sega Arsy  2010)

Endeh, 22 April 1936

Assalamu’alaikum,

Tuan, post paket yang pertama sudah saya terima, post paket yang kedua sudah datang pula dikantor pos, tetapi belum saya ambil, karena masih ada satu dua kawan yang belum setor uang kepada saya padahal saya sendiri dalam keadaan “kering”, sebagai biasa, sehingga belum bisa menalanginya. Tapi dalam tempo tiga empat hari lagi , niscayalah kawan-kawan semua sudah setor penuh. Di dalam paket yang pertama itu, ada “ektra” lagi dari Tuan , yaitu biji jambu mede. Banyak terimakasih. Kami seisi rumah, itu hari pesta lagi biji jambu mede, seperti dulu. Juga saya mengucapkan banyak terimakasih atas Tuan punya hadiah buku serta pinjaman buku.

Kabar tentang berdirinya pesantren , sangat menggembirakan hati saya. Kalau boleh saya memajukan sedikit usul : hendaknya ditambah banyaknya “pengetahuan barat” yang hendak di kasihkan kepada murid-murid pesantren itu. Umumnya sangat saya sesalkan, bahwa kita punya Islam scholars masih sangat kurang sekali pengetahuan modern science. Walau  yang sudah bertitel “mujtahid” dan ulama sekalipun banyak sekali yang masih mengecewakan, pengetahuannya banyak sekali yang kuarang berkualitas. Dan jangan tanya lagi bagaimana kita punya kiai-kiai muda! Saya tahu, Tuan punya pesantren bukan universitas, tapi alangkah baiknya kalau western science di situ di tambahkan banyak. Demi Allah “Islam Science” bukan hanya pengetahuan Al- Quran dan hadis saja; “Islam Science” adalah pengetahuan Alquran dan hadis plus pengetahuan umum. Walau tafsir-tafsir Al quran masyur pun dari jaman dulu orang sudah kasih title Tafsir yang “keramat” seperti misalnya Tafsir Al-Baghawi, Tafsir Al-Baidlawi, Tafsir Al-Mazhari dan lain-lain. Masih bercacat sekali, cacat-cacat yang saya maksudkan ialah misalnya bagaimanakah orang bisa mengerti betul-betul firman Tuhan, bahwa segala barang sesuatu itu di bikin olehnya “berjodoh-jodohan”, kalau tidak mengetahui biologi, tak mengetahui electron, tak mengetahui posotif dan negative, tak mengetahui aksi dan reaksi? Bagaimanakah orang bisa mengerti firmannya, bahwa “kamu melihat dan menyangka gunung-gunung itu barang keras, padahal semua itu berjalan selaku awan”, dan bahwa “sesungguhnya langit-langit itu asal mulannya serupa zat yang bersatu, lalu kami pecah-pecah dan kami jadikan segala barang yang hidup daripada air”, kalau tak mengetahui sedikit astronomi? Dan bagaimanakah mengerti ayat-ayat yang meriwayatkan Iskandar Zulkarnain, kalau tidak mengetahui sedikit histori dan arkhaeologi ?. Lihatlah itu blunder-blunder Islam sebagai “Sultan Iskandar” atau “Raja Firaun yang satu” atau perang badar yang membawa kematian ribuan manusia hingga orang berenang di lautan darah”! semua itu karena kurang penyelidikan histori, kurang scientific felling.

Alangkah baiknya Tuan punya mubaligh-mubaligh nanti bermutu tinggi, seperti Tuan M Natsir, misalnya! Saya punya keyakinan yang sedalam-dalamnya ialah, bawah Islam di sini, dan di seluruh dunia masih mempunyai sikap hidup secara kuno saja, menolak tiap-tiap “kebaratan” dan kemoderenan” . Al – quran dan Hadis adalah kita punya wet yang tertinggi, tetapi Al-quran dan hadis itu, barulah bisa membawa kemajuan, suatu api yang menyala, kalau kita baca Al-Quran dan Hadislah yang mewajibkan kita menjadi cakrawala di lapangan segala science dan progress, di lapangan segala pengetahuan dan kemajuan. Kekolotan, kekunoan, kebodohan dan kemesuman itu menjadi sebab utama Headjaz dulu memaksa Ibnu Saud merombak kembali tiang radio Medinah. Kekunoan, kebodohan dan kemesuman itulah pula yang menjadi sebab banyak orang tak mengerti sahnya beberapa aturan-aturan baru yang di jadikan oleh Kemal Ataturk atau Riza Khan Pahlawi atau Jozep Stalin! Cara kuno dan mesum itulah, juga di atas lapangan ilmu tafsir, yang menjadi sebabnya seluruh dunia barat memandang Islam itu sebagai satu agama yang anti kemapanan dan yang sesasat. Tanyalah kepada itu ribuan orang Eropa yang masuk Islam di dalam abad kedua puluh ini; dengan cara apa dan darisiapa mereka mendapat pengetahuan baik dan bagusnya Islam, dan mereka akan menjawab; bukan dari guru-guru yang habnya menyuruh muridnya “beriman” dan “percaya” saja, bukan dari mubaligh-mubaligh yang tarik muka angker dan hanya tahu putaran tasbih saham tetapi dari mubaligh yang memakai cara penerangan yang masuk akal, karena berpengetahuan umum. Mereka masuk Islam, karena mubaligh-mubaligh yang menghela mereka itu ialah mubaligh-mubaligh yang modern dan scientific, dan bukan mubaligh “ala Hadramaut” atau “ala kiai bersorban”. Percayalah bahwa , bila Islam di propragandakan dengan c ara yang masuk akal dan up to date, seluruh dunia akan sadar kepada kebenaran Islam itu. Saya sendiri, seorang terpelajar, barulah lebih banyak mendapat penghargaan kepada Islam, sesudah saya mendapat membaca buku-buku Islam yang modern dan scientitif. Apa sebab umumnya kaum terpelajar Indonesia tak senang Islam? Sebagaian besar ialah oleh karena Islam tak mau membarengi zaman, dan karena salahnya orang-orang yang mempropagandakan Islam, mereka kolot, mereka orthodox, mereka anti pengetahuan dan mereka memang tidak berpengetahuan, tahayul , jummud, menyuruh orang bertaqlid begitu saja, menyuruh orang “percaya begitu saja, mesum mbahnya mesum!.

Kita ini kaum yang anti taqlidisme ? Bagi saya anti taqlidisme itu berarti bukan saja “kembali” kepada Al-quran dan Hadis, tetapi “Kembali kepada Al-quran dan hadis dengan menggunakan kendaraan pengetahuan umum”.

Tuan Hassan, maafkan saya bila saya punya obrolan ini. Benar satu obrolan , tapi satu obrolan yang keluar dari sedalam-dalamnya saya punya qalbu. Moga-moga Tuan suka perhatikannya berhubungan dengan Tuan punya pesantren. Hiduplah Tuan punya pesantren itu !.

Wasalam,

SUKARNO

Sekali lagi saya harus menyatakan kekaguman saya terhada bung Karno adalah pada semanagat beliau untuk belajar, dalam kondisi yang “kering” beliau masih berusaha untuk mendapatkan buku-buku dan belajar. Suatu prilaku yang harus kita contoh, apa lagi jika mengklaim sebagai ‘fansnya bung Karno’. Saya punya seorang teman, aktifis, dan memiliki cita-cita tinggi dalam membuat pembaharuan di Indonesia, juga mengaku sebagai fansnya Bung Karno. Pada suatu waktu kami sempat berdiskusi mengenai politik dan budaya serta kejadian yang ada di Indonesia, tiba pada perbincangan tentang sejarah, karena kita tidak bisa melepaskan kejadian hari ini dengan kejadian masa lalu. Dengan agak bingung dia mendengarkan pemaparan saya mengenai sejarah masa lalu Indonesia terutama pada jaman Majapahit dan kesultanan Islam. Terjadi perdebatan kusir, dan kemudian saya berikan dia beberapa buku yang memberikan informasi tentang apa yang saya ungkapkan perihal sejarah tersebut, mau tahu apa responnya, “Wah gua rada males kalau baca sejarah”.

Walah, mau ngomong apa ?. Saya sendiri harus bersusah payah membaca buku sejarah, karena memang mempelajari sejarah bukanlah hal yang mengenakan, gampang ngantuk, namun saya tetap membaca dan mempelajarinya.

Kemudian di acara gossip di teve ada seorang artis yang baru saja menikah ditanyai mengenai pernikahannya, jawabnya “Pokoknya kami akan menjalani seperti apa yang sudah diajarkan di dalam Al quran dan Hadis”, sang repoter bingung dan mulai mencari tahu, “Apa itu?”

Dan si artis juga kebingungan, mungkin benaknya juga bertanya “apa ya?”, namun gensi ada di depan kamera teve, dia kembali menegaskan dengan bahasa yang lebih keras, “Ya pokoknya harus sesuai dengan ajnjuran Al-quran dan Sunah Rasul”.

Wah, kira-kira apa ya ?.

Dan seperti itulah kondisi kita saat ini, kita menelam mentah-menatah segala sesuatu yang diberikan oleh pemuka agama, kita tidak lagi menggunakan akal dan pengetahuan untuk mengkaji. Bahkan apa yang di bicarakan oleh para ulama kita sangat dangkal  hanya berkisaran dari neraka, surga, dan akherat. Itu saja, dengan bahasa yang berbeda dan dalil yang berbeda, namun intinya hanya 3 hal itu saja. Tidakah ada hal-hal lain yang lebih berarti untuk di aplikasikan ke dalam kehidupan, semisal “Kebersihan adalah sebagiand ari pada Iman”. Lantas kemudian di implementasikan dengan cara menjaga kebersihan alam sekitar, lingkungan sekitar. Cara membuang sampah yang benar, menghindari penggunaan kantong plastic yangberlebihan dan banyak lagi yang dapat diambil dari pelajaran ilmu pengetahuan tentang alam, bukankah sekarang dunia senang asyik menggosipkan tentang global warming, go green. Andai ulama dan pemuka kita sedikit lebih cerdas, maka issu itu bisa diangkat untuk mencerdasakan masyrakat, en walah Islam akan dipandang di dunia sebagai salah satu agama yang turut menyelamatkan alam ini.

Bersambung

Di Publikasikan di :

Share on FacebookTweet about this on TwitterShare on Google+Email this to someone