September 27, 2010

Surat–surat Islam dari Endeh 8

(Surat menyurat Ir. Soekarno kepada Tuan A. Hasan, Guru “Persatuan Islam” Bandung 1 Desember 1934 hingga 25 Nopember 1936 , Sumber refrensi : Islam Sontoloyo : Pikiran-Pikiran Sekitar Pembaruan Pemikiran Islam  –  Ir Soekarno  –  Sega Arsy  2010)

Endeh, 12 Juli 1936

Assalamu’alaikum,

Saudara! Saudara punya kartu pos sudah saya terima dengan girang. Syukur kepada Allah SWT punya usul Tuan terima!.

Buat menganjal saya punya rumah tangga yang kini kesempitan, saya punya onderstand dikurangi, padahal tadinya sudah sesak sekali buat mebelajari segala saya punya keperluan, maka sekarang saya lagi asyik mengerjakan terjemahan sebuah buku Inggris yang mentarikhkan Ibnu Saud. Bukan main hebatnya ini biografi! Saya jarang menjumpai biografi yang begitu menarik hati. Tebalnya buku Inggris itu, format Tuan punya tulisan “Al-Lisaan”, adalah 300 muka, terjemahan Indonesia akan menjadi 400 muka. Saya saudara tolong carikan orang yang mau beli copy itu barangkali saudara sendiri ada uang buat membelinya? Tolonglah melonggarkan rumah tangga saya yang disempitkan korting itu.

Bagi saya buku ini bukan saja satu ikhtiar ekonomi, tetapi adalah pula satu pengakuan, satu confenssion. Ia menggambarkan Ibnu Saud dan Wahhabism begitu rupa, mengkobar-kobarkan elemen amal, perbuatan begitu rupa hingga banyak kaum ‘tafakur’ dan kaum pengeramat Husain c.s akan kehilangan akal nanti sama sekali. Dengan menjalin ini buku, adalah suatu confenssion bagi saya bahwa, walaupun tidak  semua mufakat tentang system Saudisme yang juga masih banyak feudal itu, toch menghormati dan kagum kepada pribadinya itu yang “toring above all moslems of his time; an Immense man, tremendous, vital, dominant. A gian thrown up of the chaos  and agrory of the desert, to rule, following the example of this great teacher , Mohammad”. Selagi menggoyangkan saya punya pena buat menterjemahkan biografi ini, jiwa saya ikut bergetar karena kagum kepada pribadi orang yang digambarkan. What a man! Mudah-mudahan saya mendapat taufik menjelaskan terjemahan ini dengan cara yang bagus dan tak kecewa. Dan mudah-mudahan nanti ini buku, dibaca oleh banyak orang Indonesia, agar bisa mendapat inspirasi daripadanya. Sebab, sesungguhnya buku ini penuh dengan inspirasi. Inspirasi bagi kita punya bangsa yang begitu muram dan kelam hati. Inspirasi bagi kaum muslimin yang berlum mengerti betul-betul artinya perkataan “Sunah Nabi”, yang mengira, bahwa Sunah Nabi SAW itu hanya makan kurma di bulan puasa dan celam mata dan sorban saja !.

Saudara, pelase tolonglah. Terimakasih lahir-batin, dunia – akherat.

Wassalam,

SOEKARNO

Saat ini banyak yang tidak dapat memisahkan antaran Islam dengan Faham Wahabi, Nama “Wahabisme” dan “Wahabi” berasal dari Muhammad ibn Abd al Wahhab (1703-1792). Nama ini diberikan orang-orang yang berada di luar gerakan tersebut, dan kerap kali dengan makna yang terkesan buruk, dangkal dan penuh dengan kekerasan.

Wahabisme, menurut Ulil, mempunyai akar dari seorang pemikir besar, Ibn Taimiyah beberapa abad sebelumnya. Dalam kontekstualisasinya, gerakan wahabi bersinggungan keras dengan kelompok tasawuf dan Islam Syi’ah. Bagi gerakan Wahabi, kelompok-kelompok tersebut tidak mengikuti ajaran seperti yang dicontohkan Rasul. Dalam tataran yang lebih luas kelompok ini berusaha untuk menyingkirkan segala macam bid’ah, khurafat, dan berbagai tindakan kesyirikan lainnya, dan secara tidak langsung mempunyai jasa besar melahirkan terorisme. (http://islamlib.com/id/artikel/arabisme-dan-gerakan-wahabi/)

Faham Wahabisme inilah yang mengkerdilkan Islam dimana Islam hanya di indetikan dengan wujud jasad saja, yaitu jubah, kopyah, sorban, jengot, celak mata, tasbih. Dan cenderung menafsirkan Islam dari satu sisi dangkal yaitu Jihad saja, Jihad yang diartikan sebagai Perang. Karena paham ini muncul ketika bangsa Arab ingin melepaskan diri dari cengkraman kebudayaan Turki. Oleh karennya perlu dipahami bawah Wahabisme bukan gerakan Islam, melainkan gerakan budaya yang menggunakan Islam sebagai jubahnya, mengcopy 100% apa-apa yang ada di jaman rasul di dalam proses pencarian jati diri dan pembentukan bangsa Arab (Saudi) , namun kemudian seiring waktu faham ini berubah menjadi doktrin, menjadi ajaran yang dirafsirkan untuk keperluan militer (perang), sehingga faham ini berisikan kekerasan dan kekunoan yang di ekpor ke seluruh dunia, tak aneh kemudian jika dunia memandang Islam sebagai wujud agama yang penuh kekerasan, karena yang disebar luaskan bukan ajaran islam, melainkan faham Wahabisme.

Sahabat saya Alphada Satriansa banyak mengulas tentang Wahabisme main-mainlah ke profile FBnya, namun sebelum mempelajari sesuatu terlebih dahulu ada yang harus dibenahi yaitu kekolotan, dengan cara membuka diri seluas-luasnya terhadap semua kemungkinan, tanpa itu kita tidak akan pernah bisa belajar. Tanpa membuka diri Inspirasi tidak akan mengisi cawan jika kita, padahal yang kita butuhkan hanyalah Inspirasi.

“Aku membuka diri ku terhadap segala macam kemungkinan”.

Bersambung . . .

Di Publikasikan di :

Share on FacebookTweet about this on TwitterShare on Google+Email this to someone