October 12, 2010

Memaknai Kembali Nasehat RMP Sosro Kartono Renungan Keenambelas “Aji Tekad”

Nasehat RM Panji Sosro Kartono sedang dibicarakan oleh sepasang suami istri. Buku-buku Bapak Anand Krishna mereka jadikan sebagai referensi. Nasehat atau buku dapat digunakan sebagai alat untuk mendekatkan diri kepada Gusti. Asalkan nasehat atau buku tersebut tidak dijadikan sekedar textbook atau referensi, tetapi dijadikan workbook untuk dilakoni.

Sang Istri: Renungan “Eyang” Sosro Kartono keenambelas……… “Ajinipun inggih mboten sanes naming aji tekad, ilmunipun ilmu pasrah, rapalipun adiling Gusti”……. Jimatnya tidak lain hanya jimat tekad, ilmunya ilmu pasrah, japa atau zikirnya adalah keadilan Tuhan………

Sang Suami: “Eyang” Sosro Kartono memberi nasehat untuk berkarya dengan modal tekad yang  sepenuh hati, kemudian menerima apa pun hasilnya, serta yakin tentang adanya keadilan Tuhan, adanya hukum alam. Dalam buku “Bagimu Ibu Pertiwi, Realisasi Nilai-Nilai Luhur Bhagavad Gita Demi Kebangkitan Jiwa Indonesia” disampaikan…….. Bekerjalah dengan sepenuh hati, gunakan segenap energimu, jangan menyisakan sedikitpun untuk memikirkan hal-hal lain. Karena setiap aksi menghasilkan reaksi yang setimpal. Bukan sekedar reaksi, tetapi reaksi setimpal. Ini Hukum Fisika, Hukum Alam. Saat bekerja, bila ngelamun  memikirkan hasil, maka energi yang kau gunakan akan bercabang, untuk bekerja dan untuk berpikir, ngelamun atau apa pun istilahnya. Kau akan menggunakan 50 persen saja dari energimu, hasil yang kau peroleh pun setengah-setengah……… Dalam buku “Fear Management, Mengelola Ketakutan, Memacu Evolusi Diri” disampaikan…….. Lakukan tugas dan pekerjaan dengan baik. Tidak perlu memikirkan hasil akhir. Janganlah terikat dengan hasil. Keterikatan seperti itu malah memboroskan energi. Kebaikan sudah pasti menghasilkan  kebaikan. Percayailah hukum fisika, Hukum Alam, Hukum Karma ini.Berilah Keberadaan kesempatan untuk turut mengurusi diri Anda. Anda berkarya dengan baik, dan Ia menentukan hasilnya sesuai hukum alam yang berlaku. Percayailah kebijakan-Nya. Janganlah menyangsikan kearifan alam………

Sang Istri: Benar suamiku, saya ingat buku “Atisha, Melampaui Meditasi untuk Hidup Meditatif” yang menyampaikan…….. Jangan melakukan sesuatu dengan setengah hati. Keberhasilan seorang sangat tergantung pada tekad yang kuat. Tidak memikirkan “hasil akhir” melulu. Tekad yang kuat berarti “melakoni” peran dengan penuh kesungguhan dan ketulusan……… Dalam buku “The Gospel of Obama” juga disampaikan tentang tekad…….. Tekad bukan hanya “membuat keputusan yang buIat”, tetapi juga “mencari solusi” atas suatu masalah. Tekad yang bulat untuk “menghilangkan atau menghapus segala keraguan” dan “meraih kesimpulan yang tepat”………

Sang Suami: Salah satu modal untuk mencapai kesuksesan adalah tekad yang bulad. Dalam buku “Total Success, Meraih Keberhasilan Sejati” disampaikan……. Iccha Shakti atau the power of firm will, kekuatan niat, tekad yang bulat. Gyaan Shakti atau the power of expansive wisdom, kekuatan kebijaksanaan yang meluas dan meliputi segalanya. Kebijaksaan yang memperluas wawasan kita. Sesuatu yang mempersempit wawasan bukanlah kebijaksanaan. Itu adalah pengetahuan belaka. Kriya Shakti atau the power of right and effective action, kekuatan tindakan yang tepat dan efektif, berguna. Iccha Shakti, Gyaan Shakti, dan Kriya Shakti adalah istilah-istilah yang sangat kuno. Dalam tiga kekuatan ini, niat adalah kekuatan pertama……..

Sang Istri: ”Ilmunipun ilmu pasrah, ilmunya ilmu tentang pasrah. Pasrah bukan berarti duduk diam. Dalam buku “Bagimu Ibu Pertiwi, Realisasi Nilai-Nilai Luhur Bhagavad Gita Demi Kebangkitan Jiwa Indonesia” disampaikan……. Janganlah kau berduduk diam. Apa yang kau anggap “pasrah” sesungguhnya bukan pasrah. Kau tidak pasrah. Kau malas, kau pengecut. Pasrah berarti kau sudah bekerja sekuat tenaga, dan mensyukuri hasil apa yang kau terima. Tidak menuntut, tidak berharap, tetapi mensyukuri apa saja yang diberikan padamu. Itu baru pasrah!…….

Sang Suami: Benar istriku, mereka yang sadar akan berkarya terus, tidak mengikuti rencana pribadi tetapi mengikuti cetak biru Keberadaan. Dalam buku “Ah, Mereguk Keindahan Tak Terkatakan Pragyaa-Paaramitaa Hridaya Sutra Bagi Orang Modern” disampaikan…….. Setiap Avatar, setiap Buddha, setiap Mesias memang selalu inkonsisten, karena mereka tidak pernah “mengagendakan” hidup. Mereka sedang “mengalir”, mengikuti arus kehidupan. Mereka tidak memiliki rencana “pribadi”, mereka tengah mengikuti cetak biru Keberadaan. Mereka telah berserah diri sepenuhnya. Mereka berjiwa “Islam sejati”. Jadi, mereka memang harus inkonsisten, Tidak bisa konsisten. Yang konsisten adalah kita, saya dan anda yang masih belum bisa menerima “kehendak Ilahi” yang masih penuh dengan keluh kesah……… Yang konsisten memang kita-kita ini. Kita mengagendakan hidup, merencanakan hidup, kita belum bisa mengalir bersama Dia. Kita masih memiliki “ego” pribadi……… Siddhartha adalah seorang Buddha, seorang yang telah terjaga. Dan yang sudah terjaga memang tidak bisa duduk diam. Ia akan berkarya, akan menggerakkan badan, akan berjalan. Akan mengalir bersama Keberadaan. Inkonsistensi berarti “gerakan”. Inkonsistensi berarti “aliran”. Sebaliknya, jika kita masih belum terjaga, jika kita masih tertidur, kita bisa menjadi sangat konsisten. Tidak ada gerakan, kecuali sesekali saja, untuk mengganti posisi tidur. Tidak ada yang berjalan, tidak ada yang mengalir………

Sang Istri: ”Ilmunipun ilmu pasrah, ilmunya ilmu tentang pasrah. Pasrah bukan berarti duduk diam, tetapi mengalir bersama kehidupan, tidak berhenti di tempat. Dalam buku “Bersama Kahlil Gibran Menyelami ABC Kehidupan” disampaikan……. Ia yang sadar tidak akan berhenti di tempat. Ia yang sadar akan mengalir bersama kehidupan. Perhatikan langkah kita. Sedang maju ke depan, mundur ke belakang, atau tidak kemana-mana – berhenti di tempat? Hanya memperbaiki masa lalu bukanlah kemajuan. Mengambil langkah pasti ke depan, itulah kemajuan.” Masa lalu sudah menjadi sejarah – bagaimana kita bisa memperbaikinya? Jika memikirkan masa lalu melulu, kita tidak akan maju-maju. Pada saat yang sama Gibran juga tidak menyarankan “berpikir” tentang masa depan. Sudah banyak waktu yang kita sia-siakan. Bernostalgia tentang masa lalu atau berpikir tentang masa depan tidak berguna! Kemajuan berarti hidup dalam kekinian. Kemajuan berarti “mengambil langkah yang pasti” dalam kekinian. Langkah yang kita ambil sekarang, saat ini – itu yang penting! Maju terus, melangkah terus ke depan, jangan berhenti!……..

Sang Suami: ”Rapalipun adiling Gusti”……. Japa atau zikirnya adalah keadilan Tuhan. Keadilan Tuhan berarti berlakunya hukum alam. Dalam buku “Panca Aksara, Membangkitkan Keagamaan Dalam Diri Manusia” disampaikan……. Setiap aksi menuai reaksi yang setimpal. Aku menuai hasil perbuatanku sendiri. Maka, jika aku ingin mengalami sesuatu yang indah – perbuatanku haruslah mencerminkan keindahan. Jika aku ingin mengalami sesuatu yang baik, maka perbuatanku haruslah baik…….. Dalam buku “Total Success, Meraih Keberhasilan Sejati” disampaikan…….. One who protects Righteousness shall be protected by Righteousness, ia yang berpihak pada kebajikan akan dilindungi oleh kebajikan. Kebaikan menghasilkan kebaikan, dan kejahatan menghasilkan kejahatan. Ini adalah Hukum Alam………. Dalam buku “Masnawi Buku Kesatu, Bersama Jalaludin Rumi Menggapai Langit Biru Tak Berbingkai” disampaikan…….. Ada hukum Alam yang bekerja dengan rapi sekali. Yang mencela akan dicela.Yang menghujat akan dihujat. Yang menindas akan tertindas. Yang menzalimi akan dizalimi. Inilah Hukum Sebab Akibat. Dalam Fisika dikenal dengan sebutan Hukum Aksi-Reaksi. Setiap Aksi akan menimbulkan reaksi. Dan anda tidak dapat menghindarinya. Karena itu, mereka yang sedang berbuat baik sesungguhnya tidak perlumengharap imbalan. Tidak perlu membuang energi memikirkan hasil. Imbalan akan datang sendiri. Hasil akan terlihat sendiri……

Sang Istri: Seseorang yang berkarya dengan modal tekad yang kuat, menerima apa pun hasil akhirnya dan yakin tentang adanya hukum alam, maka dia tidak akan mengalami kegelisahan. Dalam buku “Otak Para Pemimpin Kita, Dialog Carut Marutnya Keadaan Bangsa” disampaikan……. Kegelisahan yang kita alami saat ini bukan karena orang lain, tetapi karena Mekanisme Hukuman dan Ganjaran yang ada di dalam diri kita sendiri, dalam tubuh kita, otak kita. Dalam keadaan selaras, kita tenang, damai, ceria, bahagia – dan hormon-hormon seperti Melatonin, Endorfin dan sebagainya melipatgandakan ketenangan, kedamaiaan, keceriaan, dan kebahagiaan kita. Dalam keadaan gelisah, hormon-hormon macam Adrenalin menghukum kita, menyebabkan stress berlebihan dan mengacaukan keseimbangan diri. Demikian Hukum Alam yang berlaku bagi setiap manusia, tidak peduli siapa dia, agamanya apa, bahkan beragama atau tidak………

Sang Suami: Bagaimana pun upaya yang kita lakukan, kita perlu menerima apa pun hasil yang akan terjadi. Mengapa? Karena definisi kita tentang keadilan dan belum tepat, hukum sebab-akibat tidak bersifat instan. Ada pohon yang berbuah dalam sekian bulan, atau sekian tahun. Persis seperti itu pula dengan perbuatan-perbuatan kita…….. Akan tetapi yang penting adalah kita yakin akan adanya hukum alam. Dalam buku “Indonesia Under Attack, Membangkitkan Kembali Jatidiri Bangsa” disampaikan……. Ada yang bertanya, “Pekerjaanmu berat, adakah jaminan bahwa kau akan berhasil?” Ya, kuakui, pekerjaanku memang berat. Tapi, aku tidak penah mencari jaminan. Aku tidak bekerja karena dijamin berhasil. Aku yakin seyakin-yakinnya bahwa setiap pekerjaan yang baik akan membawakan hasil yang baik pula. Jaminan apa lagi yang kubutuhkan? Keyakinanku itulah jaminanku. Karena, keyakinan itu bukanlah khayalan atau awan-awan belaka. Keyakinan itu sesuai dengan Hukum Alam, Hukum Aksi Reaksi, Hukum Sebab-Akibat. Sebab itu, sekali lagi kukatakan : Aku tidak membutuhkan jaminan nuntuk memotivasiku. Aku bekerja karena aku suka bekerja. Dan, jika ada seorang pun yang memahami apa yang tengah kulakukan, maka aku sudah merasa terberkati. Karena, dalam Hukum Alam yang kuketahui satu ditambah satu tidak selalu dua, seringkali ia menjadi sebelas. Apa yang sedang kulakukan saat ini, apa yang kau sebut pekerjaan berat ini, kelak akan dilakukan oleh lebih banyak orang. Kita akan mengerjakannya beramai-ramai, bersama. Aku yakin seyakin-yakinnya pada tradisi kita, pada prinsip gotong-royong yang telah mendarah daging dalam diri setiap Manusia Indonesia……… Terima Kasih “Eyang” Sosro Kartono……..

Terima Kasih Guru. Jaya Guru Deva!

Situs artikel terkait

http://www.oneearthmedia.net/ind/

http://triwidodo.wordpress.com

http://id-id.facebook.com/triwidodo.djokorahardjo

Oktober 2010

Share on FacebookTweet about this on TwitterShare on Google+Email this to someone