November 9, 2010

Renungan Ketigabelas Tentang Berguru, Nasehat Mengenai Pengendalian Diri

Sepasang suami istri sedang belajar bagaimana cara berguru yang baik. Mereka berdiskusi tentang “berguru” sebagai bahan introspeksi. Mereka paham bahwa pemahaman pengetahuan menjadi tidak berharga bila tidak dilakoni. Buku “Sri Sai Satcharita” dan buku-buku Bapak Anand Krishna mereka jadikan sebagai referensi. Buku tidak dibaca tetapi dipelajari. Paathi-to learn, sebuah proses seumur hidup dari lahir sampai mati. Dengan mempelajari terjadilah pemahaman secara repetitif intensif , sehingga pemahaman tersebut dari dalam mengubah diri.

Sang Suami: Dalam buku “Genom, Kisah Species Manusia” oleh Matt Ridley terbitan Gramedia 2005, disebutkan bahwa Genom Manusia – seperangkat lengkap gen manusia – hadir dalam paket berisi dua puluh tiga pasangan kromosom yang terpisah-pisah. Genom manusia adalah semacam otobiografi yang tertulis dengan sendirinya – berupa sebuah catatan, dalam bahasa genetis, tentang semua nasib yang pernah dialaminya dan temuan-temuan yang telah diraihnya, yang kemudian menjadi simpul-simpul sejarah species kita serta nenek moyangnya sejak pertama kehidupan di jagad raya. Genom telah menjadi semacam otobiografi untuk species kita yang merekam kejadian-kejadian penting sesuai dengan keadaan sebenarnya. Kalau genom dibayangkan sebagai buku, maka buku ini berisi 23 Bab, tiap Bab berisi beberapa ribu Gen. Buku ini berisi 1 Milyar kata, atau kira-kira 5.000 buku dengan tebal 400-an halaman. Dan setiap orang mempunyai sebuah buku unik tersendiri……

Sang Istri: Suamiku, berarti dalam diri kita pun masih ada sifat hewani yang kita bawa dari evolusi sebelumnya. Berarti untuk meningkatkan evolusi kita harus bekerja keras. Aku jadi ingat kembali bahwa dalam buku “Bodhidharma, Kata Awal Adalah Kata Akhir” telah disampaikan…….. Pengendalian Diri bukanlah sesuatu yang terjadi secara alami. Untuk itu, kita harus bekerja keras. Terkendalinya diri oleh keadaan adalah sesuatu yang sangat alami. Bila kita masih belum dapat mengendalikan diri, dan masih terkendali oleh keadaan it makes sense, sangat alami. Bukanlah kita semua makhluk hidup? Bila makhluk hidup terkendali oleh kehidupan, apa salahnya? Kelak, bila kita berhasil mengendalikan hidup tidak perlu kita gembar-gemborkan juga. Saat itu, pengendalian diri menjadi sesuatu yang alami……..

Sang Suami: Benar istriku dan kita harus melakukan pengendalian diri dengan cara repetitif dan intensif sampai pengendalian diri sudah menjadi kebiasaan bahkan perilaku kita. Dalam buku “Neospirituality & Neuroscience, Puncak Evolusi Kemanusiaan” disampaikan……… Proses pembombardiran dilakukan dengan cara “pengulangan yang intensif dan terus menerus” atau repetitive and intensive. Cara ini pula yang digunakan oleh para ahli periklanan. Mereka membombardir otak kita dengan berbagai macam informasi tentang apa saja yang diiklankan. Televisi adalah pembombardir supercanggih. Tak henti-hentinya sepanjang hari dan setiap beberapa menit sekali, televisi mengiklankan sekian banyak produk. Dengan cara itu mereka dapat mempengaruhi otak kita dan “memaksa” untuk membeli sesuatu yang sesungguhnya tidak dibutuhkan. Pernahkah menyaksikan iklan tentang peralatan kesehatan dan sebagainya yang biasa mengulangi kalimat-kalimat yang sama hingga puluhan kali dalam beberapa menit? Terasa bodoh, tetapi sebenarnya tidak. Mereka pintar bahkan lick Mereka tahu persis bahwa dengan cara itulah mereka dapat mempengaruhi otak kita dan menanam informasi tentang produk mereka. Membombardir, pengulangan yang intensif secara terus menerus, adalah cara yang sama, ilmu yang sama, metode yang sama yang dapat diterapkan untuk merusak maupun memperbaiki mental kita. Pilihan berada di tangan kita. Jika kita melakukannya sendiri, maka pasti demi kebaikan diri sendiri. Jika kita membiarkan orang lain atau pihak lain melakukannya, maka itu adalah demi kepentingan mereka………..

Sang Istri: Suamiku, bukan hanya mengendalikan diri karena keinginan pribadi tetapi mengendalikan diri karena kesadaran. Bukankah Guru pernah mengingatkan…….. Keinginan selalu berasal dari ego. Keinginan tidak pernah berasal dari KehendakNya. Kesadaran akan KehendakNya memunculkan keikhlasan dan rasa syukur. Kendati demikian, kita pun tidak bisa sepenuhnya lepas dari keinginan, maka “besarkan” keinginanmu sesuai dengan “kebesaran”Nya. Tingkatkan keinginan sehingga menyatu dengan kehendakNya, “biarlah kehendakMu yang terjadi”. Itulah keinginan akhir yang mengantar kita pada keikhlasan…..

Sang Suami: Benar istriku, kita harus meningkatkan keinginan memilih pengendalian diri sebagai pilihan yang memuliakan atau shreya daripada pilihan berdiam diri yang meninabobokkan atau phreya. Dalam hidup ini kita memang selalu berhadapan dengan dua pilihan tersebut, shreya atau preya yang memuliakan, atau yang menyenangkan. Kita hendaknya memilih shreya, atau yang memuliakan. Dan, tidak memilih preya, yang menyenangkan. Kita harus “sadar” bahwa pengendalian diri itu tindakan mulia bagi kita. Dalam buku “Life Workbook, Melangkah dalam Pencerahan, Kendala dalam Perjalanan, dan Cara Mengatasinya” disampaikan…….. Guru Besar Shankara berkata: “Pengetahuan belaka tidak mampu membebaskan dirimu dari lingkaran kelahiran dan kematian yang tidak berkesudahan. Pujilah Govinda, Ingatlah pengendalian diri, pengendalian sifat-sifat hewani dan pikiran rendah oleh kesadaranmu!” Itulah makna Govinda, Govinda bukan sekedar nama, bukan sekedar sebutan bagi Tuhan, tetapi sebutan bagi sifat ilahi di dalam diri manusia yaitu, pengendalian diri……… Para leluhur mempunyai istilah Narapati seperti yang dijelaskan dalam buku “Wedhatama Bagi Orang Modern”………. Narapati adalah julukan bagi seorang penguasa, bagi seorang raja. Namun yang dikuasainya apa? Bukan sesuatu di luar dirinya. Yang dikuasai adalah dirinya sendiri. Nara berarti manusia. Pati berarti raja, pengendali. Yang dimaksudkan adalah pengendalian diri…………

Sang Istri: Untuk dapat merasakan kehadiran Gusti dalam diri kita harus melakukan pengendalian diri. dalam buku “Rahasia Alam, Alam Rahasia” disampaikan…….. Kehadiran-Nya dapat terasa bila pikiran dan panca indra sudah terkendali dan keseimbangan diri terasa.  Penyusun Atmopanishad menyebut tiga “bagian” Yoga supaya kita dapat merasakan kehadiran-Nya setiap saat dan di setiap saat. Pertama, Pranayama: Pengendalian pikiran lewat pengaturan napas. Tarik napas dan buang napas pelan-pelan. Gunakan lubang hidung dan napas harus lembut tanpa suara. Makin pelan napas, makin jarang pula pikiran yang melintas dan makin tenang diri anda. Kedua , Pratyahara: Pengendalian panca indra dengan cara menarik diri dari rangsangan- rangsangan dari luar. Ketiga , Samadhi  atau keseimbangan diri yang diperoleh lewat meditasi. Para pemula membutuhkan waktu dan tempat khusus untuk melakukan latihan meditasi. Dibutuhkan juga disiplin dan ketekunan. Lambat laun meditasi akan mewarnai seluruh hidup………

Sang Suami: Dalam buku “Be The Change, Mahatma Gandhi’s Top 10 Fundamentals For Changing The World” disampaikan…….. Jadikanlah pengendalian diri sebagai tujuan hidup, sebagai jihad… Bersungguh-sungguhlah untuk mengupayakan hal itu, kemenangan akan selalu ada di genggaman, dan kesempurnaan dalam hidup ini akan dapat diraih. Jadikanlah pengendalian diri sebagai kebiasaan, maka perangkap dunia yang ilusif ini tidak akan membelenggu kita. Dunia yang saat ini ada, dan sesaat kemudian tidak ada, ini tidak akan memerangkap kita. Pengendalian diri adalah kekuatan. Bila berhasil mengendalikan diri, kita akan dapat mengendalikan kekerasan dan ketakberesan di luar diri. Orang yang berhasil mengendalikan dirinya tak akan terkendali oleh orang lain. Ia tidak bisa dibeli, tidak bisa digoda, tidak bisa dirayu. Ia memiliki kepercayaan diri yang luar biasa. Jadilah orang itu……..

Sang Istri: Suamiku aku ingat dalam buku “Shri Sai Satcharita” disampaikan seorang murid yang begitu sedih, merasa bersalah karena menikmati pesona wanita cantik. Dan, Sang Guru menyampaikan…….. Kenapa gelisah? Kegelisahanmu percuma saja, untuk apa gelisah ? Biarlah indra melakukan pekerjaanya. Itu kewajiban mereka. Kita tidak perlu mencampuri urusan mereka. Pancaindra adalah ciptaan Tuhan. Setiap indra diberi tugas tertentu. Setiap indra punya tugas, dan punya kewajiban. Dunia yang indah pun ciptaan Tuhan. Adalah kewajiban kita untuk menghargai, mengapresiasi keindahan yang diciptakan-Nya. Sifat pikiran memang seperti itu. Sebentar lagi juga pasti tenang kembali. Tidak perlu khawatir, tidak perlu gelisah, tidak perlu berkecil hati. Jika hatimu bersih, apa yang kau khawatirkan ? Jika pikiranmu tidak jahat, apa pula yang kau gelisahkan? Biarlah indra mata melakukan pekerjaanya, kenapa kamu mesti malu, dan gelisah? Tidak ada persoalan, tidak ada masalah, tidak ada kesulitan apa pun jika hatimu  bersih, dan pikiranmu baik………

Sang Suami: Aku juga ingat cerita dalam buku “Shri Sai Satcharita” tersebut bahwa pengendalian pikiran sangat penting……… Wejangan Sang Guru, mind, atau pikiran manusia selalu berubah-ubah, tidak pernah tetap. Itulah sifat mind. Apa yang dapat dilakukan adalah pengendalian pikiran, supaya tidak liar. Itu saja. Ia tidak dapat dihentikan. Mengikuti gerak-gerik pikiran, indra manusia bisa terpicu juga. Badan bisa terpengaruh pula. Sebab itu, ketika mesti mengawasinya selalu. Kita tidak boleh ikut menjadi gelisah. Indra selalu tertarik dengan pemicu-pemicu di luar. Hendaknya kita tidak mengikuti ketertarikannya dan berkeinginan untuk memilikinya……… Sesungguhnya kita bisa mengendalikan pikiran. Prosesnya perlahan, bertahap, tapi pasti. Kegelisahan pikiran yang disebabkan oleh ketertarikannya pada sesuatu, bisa diatasi, bisa dilampaui. Hendaknya kita tidak terkendali oleh pikiran, tapi justru kitalah yang mengendalikan pikiran. Ketika pikiran terkendali, indra pun akan ikut terkendali. Tidak perlu menekan indra, tidak perlu pula menafikan mereka. Tidak bisa. Gunakan mereka sesuai dengan fungsi mereka, dan untuk kebutuhan kita. Indra mata diciptakan untuk melihat dan mengapresiasi keindahan. Gunakanlah mata untuk itu. Kenapa mesti malu menatap atau mengapresiasi keindahan? Kenapa mesti takut dan ragu? Kita hanya menjaga satu hal saja, yaitu tidak melayani pikiran jahat. Pikiran yang terkendali dan tidak menuntut melulu, adalah pikiran yang baik, tidak jahat………

Sang Istri: Akhir dari cerita tersebut dituliskan dengan sangat indah……… Dengan pikiran seperti itu, nikmatilah keindahan yang diciptakan oleh Tuhan. Apresiasilah keindahan itu. Ingatlah selalu bahwa semuanya itu, keindahan itu, berasal dari Tuhan. Dialah sumber keindahan. Jika kita menikmati keindahan dengan cara itu, maka semakin dekatlah diri kita dengan Tuhan. Setiap objek yang indah akan mengingatkan kita pada Hyang Maha Indah. Singkatnya, waspadalah selalu. Waspadailah indramu, pikiranmu, supaya tidak terikat dengan objek-objek di luar… Jika itu terjadi, maka terbebaslah kita dari lingkaran kelahiran dan kematian…………. Semoga……..

Terima Kasih Bapak Anand Krishna

Situs artikel terkait

http://www.oneearthmedia.net/ind/

http://triwidodo.wordpress.com

http://id-id.facebook.com/triwidodo.djokorahardjo

November 2010

Share on FacebookTweet about this on TwitterShare on Google+Email this to someone