December 1, 2010

Intelegensia Sel Dalam Tubuh Manusia, Renungan Keduapuluhlima Tentang Berguru

Sepasang suami istri sedang membuka catatan-catatan tentang berguru. Mereka berdiskusi tentang “berguru” sebagai bahan introspeksi. Mereka paham bahwa pengetahuan tak berharga bila tidak dilakoni. Mereka mengumpulkan wisdom dari buku “Shri Sai Satcharita” karya Sai das dan buku-buku Bapak Anand Krishna sebagai bahan diskusi. Mereka berharap mosaik dari wisdom dapat menjadi pemicu pribadi untuk memberdayakan diri.

Sang Istri: Dalam buku “Hidup Sehat Dan Seimbang Cara Sufi” disampaikan…… Setiap organ tubuh bergetar. Setiap organ tubuh memiliki ritme, nada dan irama sendiri. Setiap organ tubuh bahkan memiliki intelejensia sendiri. Bukan hanya otak yang memiliki intelejensia, tetapi setiap organ tubuh memilikinya. Otak memang berfungsi sebagai komandan, namun prajurit prajurit di bawahnya, perwira perwira di bawahnya juga memiliki intelejensia sendiri. Untuk menerima perintah dari komandan, untuk bisa melaksanakannya dengan baik, setiap prajurit, setiap perwira harus memiliki intelejensia. Begitu pula dengan badan kita, dengan organ organ dalam tubuh kita…….

Sang Suami: Benar istriku, konon dalam setiap 1 kg manusia terdapat 1 trilyun sel. Bahkan setiap sel merupakan unit kehidupan tersendiri, dia hidup, lahir, makan, bernafas, melaksanakan tugas dan akhirnya mati. Selanjutnya, akan ada sel baru yang menggantikannya. Trilyunan kehidupan tersebut berlangsung di dalam tubuh manusia…….. Setiap sel mempunyai intelegensia. Sel darah putih bisa membedakan antara bakteri musuh dan sari makanan yang tidak berbahaya. Informasi rasa manis dalam lidah sampai ke otak melalui barisan ribuan sel syaraf yang bersedia ber”estafet” mengantarkan informasi. Sel-sel dalam tubuh memahami tugas sel-sel yang lain, saling membantu, bekerjasama dalam keseluruhan. Deepak Chopra memberikan uraian tentang intelegensia sel: Pertama, tidak mementingkan diri sendiri. Setiap sel setuju untuk bekerja demi kesejahteraan keseluruhannya. Kesejahteraan individual menjadi nomer dua. Kalau perlu ia rela mati demi melindungi tubuh. Umur sel lebih pendek daripada umur manusia. Ribuan sel kulit mati setiap harinya. Demikian juga sel kekebalan tubuh yang memerangi mikroba yang menyerbu. Sikap mementingkan diri bukan pilihan; Kedua, kemenyatuan. Sebuah sel berhubungan dengan segala sel lainnya. Molekul-molekul utusan berpacu ke mana-mana untuk memberitahu tentang hasrat atau niat. Menarik diri atau menolak berkomunikasi bukanlah pilihan; Ketiga, kesadaran. Sel-sel beradaptasi dari saat ke saat. Mereka tetap fleksibel agar dapat memberikan respon terhadap situasi-situasi yang ada. Terperangkap pada kebiasaan kaku bukanlah pilihan; Keempat, penerimaan. Sel-sel saling mengenal satu sama lain sebagai sama pentingnya. Setiap fungsi dalam tubuh saling tergantung satu dengan lainnya. Berfungsi sendirian bukanlah pilihan; Kelima, keberadaan. Sel-sel itu patuh kepada siklus universal berupa istirahat dan aktif dalam kegiatan. Terekspresikan seperti tingkat hormon, tekanan darah, irama pencernaan yang berfluktuasi. Ekspresi yang paling jelas adalah tidur. Akan terjadi ketidakberfungsian total apabila kita tidak tidur. Dalam keheningan istirahat, tubuh berinkubasi. Terlalu aktif atau agresif bukanlah pilihan; Keenam, efisiensi. Sel-sel berfungsi dengan pengeluaran energi yang sekecil mungkin. Umumnya sebuah sel menyimpan hanya tiga detik makanan dan oksigen di dalam dinding selnya. Ia sepenuhnya percaya bahwa dirinya akan dipelihara. Konsumsi makanan, udara atau air yang berlebihan bukanlah pilihan; Ketujuh, pembentukan ikatan. Karena kesamaan warisan genetika, sel-sel itu tahu bahwa mereka itu pada dasarnya sama. Fakta bahwa sel hati itu beda dengan sel jantung tidak meniadakan kesamaan identitas mereka, yang tidak berubah-ubah. Sel-sel yang sehat tetap terikat dengan sumbernya yang sama. Entah seberapa sering pun mereka terbelah. Menjadi sel buangan bukanlah pilihan; Kedelapan, memberi. Kegiatan utama sel adalah memberi, yang akan memelihara integritas sel-sel lainnya. Komitmen total terhadap memberi menjadikan menerima itu otomatis. Menumpuk bukan pilihan; Kesembilan, keabadian. Sel-sel bereproduksi untuk meneruskan pengetahuan, pengalaman dan bakat mereka tanpa menahan apa pun kepada anak-anak mereka. Ini semacam keabadian praktis, tunduk kepada maut di bidang fisik, tetapi mengalahkannya di bidang non fisik. Jurang antara generasi bukan pilihan…….. Bagi tubuh, kualitas hanyalah cara kerja kehidupan. Mereka adalah hasil dari intelegensi kosmos yang mengekspresikan diri selama milyaran tahun sebagai biologi.

Sang Istri: Dalam buku “Mengikuti Irama Kehidupan Tao Teh Ching Bagi Orang Modern” disampaikan….. Setiap sel dalam tubuh kita mengalami kelahiran dan kematian. Selama mekanisme lancar, kita tetap segar, sehat. Begitu proses penggantian ini mulai perlahan bahkan berhenti, proses menua sudah tidak dapat dihindari lagi. Badan kita pun demikian, ibarat pakaian, apabila pakaian kita menjadi lusuh, sebentar lagi kita akan mendapatkan pakaian baru……… Suamiku, menurut para scientist dalam satu tahun, sekitar 98% , tubuh terbaharui. Jadi sampai dengan saat ini sudah tak terhitung sel yang sudah lahir dan mati demi kehidupan tubuh manusia…… Suamiku, mari kita pelajari intelegensia sel tubuh manusia, seharusnya kesembilan intelegensia tersebut: tidak mementingkan diri sendiri, kemenyatuan, kesadaran, penerimaan, keberadaan, efisiensi, pembentukan ikatan, memberi dan keabadian dilakukan manusia dalam kehidupan nyata.  Setiap sel memahami bahwa dirinya merupakan unit dari sistem tubuh manusia dan dia bertindak selaras dengan sistem tersebut. Manusia pun merupakan unit dari sistem kehidupan di bumi, seharusnya manusia bertindak selaras dengan sistem kehidupan bumi.

Sang Suami: Intelegensia selaras dengan alam semesta, maka intelegensia bersifat universal. Sedangkan mind merasa mempunyai kehendak bebas pribadi, kita harus mengusahakan agar mind kita selaras dengan alam semesta. Dalam buku “Atma Bodha Menggapai Kebenaran Sejati Kesadaran Murni dan Kebahagiaan Kekal” disampaikan…….. Ada mind, ada intelegensia. Bukan intelek, tetapi intelegensia, karena intelek masih merupakan bagian dari mind. Penghalusan mind itulah intelek. Mind bersifat “khas”, pribadi. Cara berpikir Anda dan cara berpikir saya berbeda. Tidak bisa 100% sama. Sebaliknya intelegensia bersifat universal. Misalnya: apa yang Anda anggap indah dan apa yang saya anggap indah mungkin berbeda. Definisi kita tentang keindahan mungkin bertolak belakang, karena definisi adalah produk mind, produk pikiran. Tetapi, ketertarikan kita pada keindahan bersifat universal. Menyukai keindahan ini berasal dari intelegensia. Anda ingin bahagia, saya ingin bahagia, kita semua ingin bahagia. Nah, keinginan untuk hidup bahagia berasal dari intelegensia. Bila Anda menemukan kebahagiaan dari “A” dan saya menemukan dari “B”, perbedaan itu disebabkan oleh mind……….

Sang Istri: Dalam buku “Atma Bodha Menggapai Kebenaran Sejati Kesadaran Murni dan Kebahagiaan Kekal” tersebut juga disampaikan…….. Proporsi mind dan intelegensia dalam diri setiap manusia bisa berubah-ubah. Bisa turun-naik. Bila proporsi mind naik, intelegensia akan turun. Bila intelegensia bertambah, mind berkurang. Bila proporsi mind mengalami kenaikan, manusia menjadi ego-sentris. Dia akan mengutamakan kebahagiaan, kesenangan, kenyamanan, kepentingan diri. Sebaliknya, intelegensia bersifat universal, memikirkan kebahagiaan, kenyamanan, kepentingan umum. Dalam satu kelompok atau satu organisasi level intelegensia setiap anggota biasanya mirip-mirip. Jelas tidak bisa sama, tetapi ya kurang lebihlah! Bila tidak, akan selalu terjadi kesalahpahaman dan pertikaian. Bangsa kita saat ini sedang mengalami krisis intelegensia, krisis “budhi”, krisis kesadaran. Ada yang berintelegensia tinggi dan bisa menerima perbedaan, tetapi ada juga yang berintelegensia sangat rendah, sehingga tidak bisa menerima perbedaan. Mereka yang berintegensia rendah ingin menyeragamkan segala sesuatu. Akibatnya, kita berada di ambang disintegrasi. Jalan keluarnya hanya satu: yang berintelegensia rendah meningkatkan intelegensia diri. Atau yang berintelegensia tinggi turun ke bawah. Mind atau mano selalu melihat dualitas; intelegensia atau budhi selalu melihat kesatuan. Sebetulnya, budhi juga melihat perbedaan, tapi ia melihat kesatuan di balik perbedaan. Sementara mind hanya melihat perbedaan. Budhi melihat isi; mano melihat kulit…….

Sang Suami: Selama ini orang berusaha menemukan Gusti menggunakan menggunakan pancaindra, menggunakan mind. Dalam buku “Neospirituality & Neuroscience, Puncak Evolusi Kemanusiaan” disampaikan…… Gusti, Sang Perancang yang Cerdas itu tak dapat diamati, diukur, atau dijelaskan, dijabarkan, dipaparkan lewat pancaindra. Karena pancaindra pun merupakan rancangan-Nya. Bila kita menggunakan pancaindra untuk menemukannya, kita tak akan pernah berhasil. Selanjutnya, Sang Cerdas itu, Inteligensia itu, hanya dapat ditemukan dalam Kecerdasan, dalam Inteligensia juga. Bila kita dapat melampaui lapisan mental dan pikiran kita, maka dalam alam Kesadaran yang melampaui pikiran itulah kita menemukan Inteligensia, Kecerdasan, atau apa pun sebutannya. Sesungguhnya, kita tidak berpisah dari Kesadaran, dari Inteligensia dan, dari Kecerdasan itu. Segala sesuatu adalah manifestasi dari-”Nya”…….

Sang Istri: Bila terjadi krisis intelegensia, krisis kesadaran, mind akan merajalela. Para penyembah napsu telah menempatkan napsu diatas segalanya, kemudian menjadikannya objek panembahan. Dan, semua itu mereka lakukan dalam keadaan sadar. Para budak napsu selalu menempatkan diri sebagai pemimpin, persis seperti Rahwana. Suamiku, aku ingat buku “Menemukan Jati Diri I Ching Bagi Orang Modern” yang menyampaikan…….. Dalam kisah Ramayana versi Sanskerta, Rahvana ditampilkan sebagai seorang ilmuwan. Bukan hanya ilmu pengetahuan yang ia kuasai, spiritualitas pun ia pahami. Tetapi, perilaku dan tindakannya tidak sesuai dengan pengetahuannya, dengan pemahamannya. la masih sepenuhnya dikendalikan oleh mind, oleh pikiran dan oleh hawa-napsu. Ia diperbudak oleh lima indera dan lima kelemahan. Itu sebabnya ia disebut Dashamukha. Dashamukha atau dalam bahasa Jawa “Dosomuko” berarti, “la yang memiliki sepuluh kepala”. Istilah “sepuluh kepala” ini simbolik sekali. Yang dimaksudkan adalah bahwa pikiran dia bercabang sepuluh. Lima cabang dikuasai oleh lima indera, panca-indera. Lalu, lima lagi dikuasai oleh lima kelemahan dalam dirinya, yaitu: napsu birahi, amarah, keterikatan, keserakahan, dan keangkuhan.

Sang Suami: Dikisahkan bahwa Rahwana dikendalikan oleh pikiran, diperbudak oleh panca indera, adalah seorang raksasa berbadan manusia, tetapi bersifat hewani. Dan jangan kira bahwa di jaman modern ini sudah tidak ada raksasa lagi. Penampilan para raksasa masa kini sudah tidak seperti penampilan Rahvana dalam lakon wayang. Mereka berpenampilan necis, berdasi dan berjas, naik-turun mobil mewah. Di depan dan di belakang mereka, berjajar banyak gelar. Dalam unit terkecil, diri kita adalah Alengka. Saat ini dasamuka mental/emosional berkuasa. Tapi kesadaran Wibisana, sang adik pun juga ada yang berupa suara hati. Berpihaklah pada dia, dan bebaskan diri dari kuasa dasamuka. Maka, niscaya Wibisana akan mengantar kita kepada Sri Rama, kepada Gusti………

Terima Kasih Bapak Anand Krishna.

 

Situs artikel terkait

http://www.oneearthmedia.net/ind/

http://triwidodo.wordpress.com

http://id-id.facebook.com/triwidodo.djokorahardjo

Desember 2010

Share on FacebookTweet about this on TwitterShare on Google+Email this to someone