December 11, 2010

Semangat Menyelam

“Katakanlah: “Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)” Al Kahfi. 109

Malam itu sambil menikmati kue nastar  Sudarman bersama Sutoyo terlibat diskusi mengenai pluralisme dan kebebasan dalam mengapresiasikan agama, awalnya diskusi berjalan mulus saling isi namun ketika sampai pada bagian  bahwasanya semua agama adalah sama baiknya dan sama tingginya yang membedakan adalah tingkat kesadaran masyarakat dan budaya dimana agama itu dilahirkan, Sutoyo ngotot, mendadak dia menjadi fanatik en keras kepala. Sutoyo berkukuh bahwasanya agamanyalah yang paling benar dan yang lain salah, dan untuk menuju Tuhan harus masuk lewat jalur agamanya.

Sudarman menangkap energy marah, dia meredam gejolak di dalam dirinya yang sebenarnya juga siap meledak, Sudarman meminum airnya, kemudian beberapa saat kedepan dia berkata, “Lu tahu ngga Depe ada photo bugilnya, gua liat di twiter , keren juga sih. . . . . .  “

Dan mak nyuss, angin dingin lewat. Seperti biasa topic wanita akan selalu dapat mencairkan semua ketegangan, dan pembicaraanpun bergeser   keurusan selangkangan, dangkal tapi membahagiakan semua pihak.

Tengah malam Sudarman kembali memutar ulang diskusi dengan Sutoyo itu di dalam otaknya, sebenarnya bisa saja dia menimpali diskusinya itu namun akhirnya akan terjadi perdebatan, dan Sudarman akan pusing sendiri, juga bisa kebawa marahnya sendiri, ujung-ujungnya stress en senewen sendirian, ngga luculah. Oleh karena itu dia memilih untuk diam, meski sesungguhnya Sudarman memiliki pemikirannya sendiri.  Alangkah miskinya Tuhan jika hanya menyediakan satu jalan menuju diriNya, bukti lahirnya banyak agama adalah merupakan kekayaan Tuhan, jangan dikira Tuhan tidak merestui agama-agama tersebut. Jika Tuhan sudah tidak merestui maka agama-agama tersbut sudah tidak eksis, sudah punah. Sejarah mencatat banyak agama-agama besar pada masa lampau yang sudah punah, karena Tuhan sudah menganggap peranan agama tersebut sudah selesai, maka kemudian punahlah dari peredaran dibumi, jika Tuhan menghendaki apa sih yang ngga mungkin ?.

Saat ini kita terjebak pada arogansi  sehingga sibuk berkompetisi, melakoni agamapun terlupakan. Agama menjadi riasan, menjadi make up, menjadi barang dagangan. Dan sebagai produk maka setiap marketing, setiap pengguna akan mengatakan produknya yang paling baik. Padahal  jika dipergunakan dengan baik dan benar maka produk-produk tersebut dapat memberikan manfaat yang sama, namun karena terjebak pada arogansi dan semangat berkompetisi setiap pihak lupa menggunakan produknya, hanya sibuk menenteng dan menontonkan produknya tersebut keseluruh penjuru dunia.

Sudarman menghela nafas, ya sudahlah biarkan mereka berdangan, biarkan mereka berkompetisi, kita memperbaiki diri saja, berhenti memperdangankan dan mempertontonkan agama, mulai melakoni agama, mulai menghias dunia agar menjadi lebih baik.

Dengarkan lah “Katakanlah: “Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)” , setiap agama hanya mampu menampilkan satu sisi dari Tuhan, tidak pernah bisa menampilkan sisi penuh dari Tuhan. Untuk dapat menangkap Tuhan dengan penuh tiada lain adalah dengan menyelami Tuhan melalui alat selam agama. Tetap semangat dalam memberdaya diri, Salam menyelam.

Seperti yang di ceritakan Sudarman kepada Surahman

= =

Di Publikasikan di :

Share on FacebookTweet about this on TwitterShare on Google+Email this to someone