Sepasang suami istri sedang membuka catatan-catatan tentang berguru. Mereka berdiskusi tentang Berguru sebagai bahan introspeksi. Mereka menggunakan buku “Shri Sai Satcharita” karya Sai das dan buku-buku serta beberapa artikel Bapak Anand Krishna sebagai referensi. Mereka ingin membombardir diri dengan wisdom-wisdom dari buku-buku yang mereka gali. Membuka hati dengan repetitif intensif untuk meningkatkan kesadaran diri. Mereka yakin repetitif intensif dari wisdom tersebut dapat berfungsi sebagai pupuk bagi benih kasih dalam diri.
Sang Istri: Suamiku, aku baru saja membaca artikel dalam topik Secangkir Kopi Kesadaran dari The Torchbearers Newsletter 1/2008. Dalam artikel tersebut disampaikan……. Keunikan setiap orang merupakan akibat dari perbuatannya di masa lalu yang telah berubah menjadi sifatnya. Obsesi dari masa lalu; ingatan atau memori dari masa lalu; hubungan atau relasi dari masa lalu – semuanya itu membentuk pribadi yang unik. Oleh karena itu setiap orang memang unik adanya. Cara dia menempuh perjalanan hidup; cara dia merespon terhadap tantangan hidup – semuanya unik. Keunikan manusia ini terjamin sepenuhnya oleh hukum karma, hukum evolusi, dan hukum-hukum lainnya. Tapi keunikan ini pula yang menciptakan ego pribadi. Ego dalam pengertian “aku”. Selama kita masih berada dalam wilayah hukum karma, keunikan kita adalah jati diri kita. Keunikan ini diterima oleh para psikolog modern sehingga mereka akan selalu menganjurkan supaya kita tidak melepaskan ego kita. Ego yang unik ini adalah jati diri kita. Ada kalanya, ego ini bersifat liar – maka diciptakanlah syariat atau dharma untuk menjinakkan ego-ego yang masih liar dan berbisa. Keunikan manusia adalah sangat manusiawi. Tetapi, itu bukanlah monopoli manusia saja. Hewan pun unik. Tanaman dan pepohonan adalah unik. Bukit, gunung, kali sungai – semuanya unik. Madam Katrina dan Ni Made Tsunami adalah unik. Kamu unik. Aku unik. Dia unik………
Sang Suami: Benar istriku, tetapi tulisan dalam artikel tersebut dilanjutkan……… Tetapi, kemudian hadirlah seorang Krishna di depan kita yang secara jelas dan tegas mengajak kita untuk menyerahkan ego kita sepenuhnya untuk melepaskan keunikan kita sepenuhnya. Ajakan dia sungguh berat sekali untuk diikuti dan sangat membingungkan. Krishna berada di satu pihak, seorang diri – dengan ajakannya yang tidak masuk akal. Di pihak lain adalah para cendekiawan, ilmuwan, psikolog yang semuanya masuk akal. Dan mereka menasehati kita, berhati-hatilah dengan Krishna. Dia akan merampas segala-galanya darimu! Sebab itu, hanyalah para Gopal dan Gopi yang akan mendekati Krishna. Mereka tidak peduli dengan keunikan mereka. Karena, seunik apapun diri mereka – tokh hanyalah got, kali, dan sungai. Mereka telah menyaksikan luasnya lautan Kasih Krishna. Apa gunanya mempertahankan keunikan diri lagi? Setiap manusia memang unik. Kemudian, manusia-manusia yang telah menyaksikan yang telah menyaksikan kemulian-Nya memutuskan untuk melepaskan keunikan mereka masing-masing dan berbhakti pada Hyang Mulia……..
Sang istri: Benar suamiku dan tulisan tersebut dilanjutkan dengan……. Bhakti merampas segala keunikan kita. Seluruh kepribadian kita larut dalam bhakti. Sehingga dalam Shrimad Bhagavatam, Shuka sang pendongeng bahkan tidak mampu menyebut nama Radha. Radha telah larut dalam Krishna. Berhadapan dengan Krishna, Shuka masih bisa berdongeng dan bercerita tentang bhakti. Tetapi, berhadapan dengan Radha – dia larut. Krishna sungguh besar, sungguh akbar, sungguh mulia. Ia tak terjangkau oleh pikiran manusia. Ia tak terjelaskan oleh kata-kata. Ia bersemayam di dalam diri seorang Radha. Mereka yang tinggal di Brindhavan, Maha Prabhu Chaitanya dan para bhakta lainnya telah larut dalam Radha. Dalam tradisi Sufi, inilah yang disebut fana fi Mursyid. Biasanya kita menginterpretasi fana fi Mursyid sebagai tahap awal, kemudian lanjutkan dengan fana fi Rasul dan fana fi Allah. Ini adalah sebuah hipotesa. Ketika saya larut dalam diri Mursyid saya, maka pribadi saya lenyap tanpa bekas – yang ada hanyalah ……. Segala macam hipotesa terlupakan.
Sang Suami: Artikel tersebut menyampaikan hal yang membuat kita tertegun……. Cinta masih di belakang layar. Ketika kau berhenti bertanya tentang definisi, saat itu terjadilah cinta. Bertanya tentang definisi berarti kita masih mau menimbang. Berarti masih belum siap. Kita masih mau cari tahu. Is it worthy? Tidak ada seorang Gopi pun yang bertanya kepada Krishna, apa arti cinta. Seperti yang dikatakan oleh Shri Rama Krishna Pramhansa, mereka hidup di tengah keluarga mereka tetapi hati mereka berada di tepi sungai Yamuna di mana Krishna sedang memainkan serulingnya…….. Keadaan kita terbalik, badan kita bersama Guru, dekat sekali – tetapi hati kita, seperti yang dikatakan oleh Yogananda, ada di Starbuck. Ketika kita sedang melayani – atau setidaknya menganggap demikian – saat itu pun pikiran kita di tempat lain. Ketika seorang Guru berada dekat kita secara fisik, kita masih bisa merasakan kedekatan fisik itu. Seorang Guru tidak merasakan kedekatan itu. Ia merasakan kedekatan jiwa. Oleh karena itu pikiran dan perasan kita tidak dapat ditutupi lagi. Dia merasakan sepenuhnya bila pikiran kita masih melayamh atau perasaan kita di tempat lain.
Sang Istri: Benar suamiku, aku terngiang-ngiang pernyataan dalam artikel tersebut……… Memang sulit menjadi seorang bhakta. Krishna hanya memiliki seorang Radha. Isa hanya memiliki Maria Magdalena. Demikian pula Avatar dan Nabi lainnya. Tetapi, itu bukanlah pembenaran atas kelemahan diri kita kita. Jiwa kita telah berevolusi selama beberapa milenia sejak Radha dan Maria. Semestinya saat ini lebih banyak Radha dan Maria di antara kita. Dan, saya yakin pasti ada. Cuma kita belum ketemu saja. Kenapa? Karena kita tidak memiliki perasaan sekuat itu yang dapat mengundang mereka. Seperti apa yang disebut the law of attraction dalam the secret dan literatur lainnya………
Sang Suami: Dalam buku “Menemukan Jati Diri I Ching Bagi Orang Modern” disampaikan……. Orang bijak melihat kesatuan di balik perbedaan. Jangan mempermasalahkan perbedaan-perbedaan yang ada. Perhatikan hal-hal yang bisa mempersatukan. Demikian, kau akan selalu jaya, selalu berhasil…….. Keberadaan tidak mengenal pengulangan. Karena Tuhan Maha Esa Ada-Nya, karena Allah Maha Kuasa Ada-Nya, setiap makhluk dalam alam ini adalah khas, unik. Perbedaan yang terlihat, justru membuktikan Kekuasaan-Nya, Keesaan-Nya. Perbedaan tidak bisa dihindari. Yang harus kita hindari adalah pertentangan. Pertentangan yang disebabkan oleh kesadaran rendah. Pertentangan yang muncul karena kita mempermasalahkan kulit sapi dan tidak memperhatikan susu sapi……… Selama anda masih sibuk “membahas” Allah, “mendiskusikan” agama, “memperdebatkan” spiritualitas, anda tidak akan pemah bisa melihat kesatuan dan persatuan di balik hal-hal yang berbeda. Anda harus berwawasan cukup luas, sehingga dapat menerima pandangan-pandangan yang berbeda. Pada saat yang sama, anda juga harus memiliki kesadaran yang cukup tinggi, sehingga bisa melihat keikaan di balik kebhinekaan. Tingkatkan kesadaran anda, lihatlah kesatuan dan persatuan di balik perbedaan, dan anda akan selalu jaya, selalu berhasil!………
Sang Istri: Aku ingat sebuah wejangan bijak yang intinya demikian…….. Dalam Yohanes 3:3, Yesus menyampaikan, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah”. Dalam Yohanes 3:5, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah”. Dalam Yohanes 3:6: “Apa yang dilahirkan dari daging, adalah daging, dan apa yang dilahirkan dari Roh, adalah roh”……. Darah dan daging ibu dan bapak yang melahirkan kita menuntut tanggung jawab terhadap darah dan daging. Kata orang, bagaimana pun juga, hubungan darah tetaplah hubungan darah. Daging sendiri tetaplah daging sendiri. Hubungan darah/daging adalah hubungan awal kita dengan dunia ini, dimana keluarga-“ku” menjadi lebih penting dari keluarga-“mu”. Karena bagaimana pun jua aku memiliki hubungan darah/daging dengan keluarga-“ku”……. Dalam hal ini maka setiap orang mempunyai keluarga yang unik, masing-masing tidak sama……. Yesus mengatakan, “Kau harus lahir kembali dari roh dan air”. air adalah esensi kehidupan. Dari airlah kita semua berasal. Planet kita mengandung 70 percent air. Lahir dari air adalah peringatan bagi kita, “Ingatlah asal-usulmu. Kalian semua berasal dari zat dan materi yang sama.” Jangan lagi memikirkan darah dan dagingmu saja. Ketahuilah setiap lapisan daging dan setiap tetes darah berasal dari “materi awal” – air yang satu dan sama. Janganlah memikirkan keuntunganmu pribadi saja, pikirkan kebaikan semua orang. Dan, dalam kebaikan semua itu, kebaikan keluarga-“ku” pun termasuk. Yesus mengajak kita untuk meningkatkan ego kita menjadi “kesadaran murni yang luar biasa”. Lahir kembali dalam kesadaran ilahi……….
Sang Suami: Selama kita berada dalam kesadaran fisik maka kita merasa unik. Hukum fisika mengikat kita. Dalam buku “Spiritual Astrology, The Ancient Art of Self-Empowerment ” disampaikan…….. Satu-satunya cara untuk melampaui hukum fisika adalah melampaui kesadaran fisik. Dan, ketika kita bicara tentang fisik maka pikiran, emosi, perasaan, dan segala tetek bengaek lainnya, termasuk prana, atau energi kehidupan, dan getaran-getaran kasar maupun halus yang merupakan inti atau esensi penciptaan, semuanya adalah fisik, semuanya materi, semuanya benda. Hukum fisika adalah kebendaan. Segala sesuatu yang memiliki wujud, rupa, bentuk dan/atau nama adalah benda. Jangankan sesuatu yang dapat diungkapkan atau dijelaskan, sesuatu yang baru terpikir atau terasa pun masih berada dalam alam fisika, alam kebendaan……. Alam fisika ini, kebendaan ini, kesadaran jasmani ini hanyalah terlampaui ketika ketidaktahuan kita, kesalahpahaman kita tentang definisi fisik “terbakar habis”. Tidak tersisa lagi. Ketika kita sadar sesadar-sadarnya bahwa apa pun yang terjelaskan, terpikir, dan terasa bukanlah kesadaran……. Selama masih ada “aku” sekasar atau sehalus apa pun jua, badan masih ada, fisik masih ada. Hukum fisika masih belum terlampaui……… Pelampauan kesadaran fisik dalammkehidupan bukanlah suatu pencapaian, tetapi suatu pencarian. Perjalanan panjang yang hanya akan selesai ketika “aku” selesai. Lagi-lagi bukan dalam pengertian “aku” mati, karena “aku” tidak pernah mati. “Aku” hanya meninggalkan badan-“ku”. Hidup berkesadaran berarti tidak pernah berhenti mengupayakan peningkatan kesadaran. Tidak pernah berhenti pada suatu definisi baku tentang kesadaran. Hidup berkesadaran berarti menggali diri secara terus-menerus. Upaya tanpa henti untuk menemukan jati diri………. Semoga keunikan kita semua bersatu dalam jati diri yang satu………
Terima Kasih Bapak Anand Krishna
Situs artikel terkait
http://www.oneearthmedia.net/ind/
http://triwidodo.wordpress.com
http://id-id.facebook.com/triwidodo.djokorahardjo
Januari 2011