January 27, 2011

Mahasiswa Frustrasi (Mendesaknya Pendidikan Holistik)

(Cerita dibawah ini adalah merupakan cuplikan dari Novel yang sedang saya buat, cerita ini saya persembahkan untuk pendidikan Indonesia agar segera berbenah diri)

Parlian Tobing adalah mahasiswa sebuah perguruan swasta ternama di Jakarta, sepanjang ingatan lelaki ini sudah berkuliah dan sekarang juga masih kuliah, ngakunya sudah masuk ke semester akhir sedang skripsi, namun itu adalah jawaban 2 tahun lalu, dan hari ini masih itu juga jawabannya, yang sebenar-benarnya terjadi hanya Parlian Tobing dan Tuhan yang tahu.

Parlian ini adalah teman Adrian dan dari Adrianlah Parlian berkenalan dengan Jiwo, Parlian dan Jiwo dapat akrab dengan c epat. Parlian banyak mengoceh tentang betapa bobroknya pendidikan di negeri ini, “Coba lu pikir, setiap gua ketemu mahasiswa atau mahasiswi baru, gua tanya ntar lulus kulian mau ngapain ?”

“Lu tahu jawabnya apa ?” tanyanya kepada Jiwo

“Kawin ?” Jawab Jiwo spontan

“Hahahaha kalau itu sih udah sering, luh ngga tahu aja pergaulan di kampus, kalo lu mau duit 250ribu lu bisa begini ama mahasiswi fresh, serius , lu mau ? gua cariin”

“boleh. . . boleh, cuma gua sekarang cuma punya gocap, apa bisa”

“Bisa ngisep jempolnya doing lu mau?

“hahaha”

Keduanya tertawa, kemudian kembali ke topik  awal, “Bahwa mereka kuliah cuma agar pas lulus nanti bisa dapat kerja dengan posisi bagus. Gila kan ?”

Jiwo masih ngga ngerti arah pembicaraan dan apa yang di maksud Parlian, apa salahnya dengan mendapatkan pekerjaan yang layak.

“Salah bro!, mahasiswa lulus bukanya untuk nyari kerja bro, tapi untuk menciptkan lapangan pekerjaan. Mengimplementasikan ilmunya yang di dapat dari bangku kuliah, kemudian menyerap tenaga kerja, ngga usah banyak 1 atau 2 orang lulusan es em a juga udah lumayan, kalau ada 10 juta mahasiswa yang baru lulus di Indonesia melakukan hal itu, beban pemerintah kita bisa berkurang, Negara kita bisa maju melesat karena di topang oleh ekonomi kuat para pengusaha lokal yang berdikari”

Jiwo baru dapat membaca arah pikiran Parlian,

“Cuma itu ngga mungkin bisa bro, soalnya lu tahu kenapa ?”

Jiwo menggeleng,

“Masalahnya pelajaran yang diberikan di bangku kuliah sama kaya di es em pe, sama kaya di es em a, menghapal. Kan bloon!!!”

Dia menelan ludah, kemudian melanjutkan

“harusnya pelajaran itu lebih banyak praktek, mahasiwa dibiarkan kreatif mengembangkan dirinya. Mengembangkan potensinya. Dosen hanya menjadi fasilitator yang memicu potensi simahasiwa, bukan sebaliknya menjadi monster yang siap nelen mahasiwanya  kalau ngga bisa menghapal”

Jiwo mengangguk-angguk, masuk akal.

“Cuma di negeri kita kacau, semua di nilai berdasarkan hapalan, bahkan ada yang lulusan informatika sama sekali ngga bisa buat program,  bahkan ngetik di komputerpun ngga lancar. Lu bisa bayangin  kalau lulusan informatika tapi ngga bisa jalanin MS word”

“Masak?!”

“Asli, sumpah ada ! itu kisah nyata bro, terjadi di kampus-kampus kita”

Tak tahan akhirnya Jiwo bertanya, “Lu sepertinya sih pinter, Cuma kenapa lu ngga lulus-lulus, ngga wisuda-wisuda ?”

Parlian menarik nafas, “Sengaja”

Diam sejenak, kemudian melanjutkan

“Nyokap bokap gua pengennya gua jadi sarjana, sarjana apa aja yang penting jadi sarjana. Awalmya gua kuliah pengen mendalamin manajemen untuk menyalurkan hobby dagang gua, biar pas buka usaha sendiri , gua tahu cara mengelola sebuah usaha dengan baik dan benar”

Parlian kembali menghela nafasnya, “Cuma pas sampai di bangku kuliah pelajaranya sama sekali jauh dari bayangan gua, teori mulu, kapan prakteknya, mumet…. mumet … mumet” menelan ludah

“Pergaulan di kampus pun tidak menunjang, yang ada bawaannya pada ingin hura-hura, meski ngga semua namun umum seperti itu. Abis mau bagaimana, gua rasa mereka juga merasakan hal yang sama, frustasi dengan system pendidikan, yang membebani siswa dengan segudang hapalan.

Lantas dari pada stress, gila, mending hura-hura. Seneng-seneng, dugem, mabok. Nonton bokep, maen cewe, orang duit dateng tiap bulan, dari pada buat beli buku menambah beban otak mending buat maen ama ayam kampus, ya ngga ?”

Jiwo tertawa,

“Doa gua biar nyokap ama bokap gua males ngongkosin gua kuliah, terus gua balik ke Medan, bikin perternakan babi sama ayam di pematangsiantar, jualan ayam ama babi”

“Kenapa ngga bilang aja kalau lu udah bosen kuliah”

“Ah, tadi kan udah gua bilang kalu nyokap bokap gua pengennya gua jadi mahasiswa, jadi sarjana. Biar ada ijasah yang bisa di pajang pake bingkai  emas di ruang tamu”

Keduanya diam mencoba mencerna,

“kadang gua pengen beli aja ijasah, lu tahu dimana ?”

“Gak tahu”

“Jadi gua beli ijasah, terus kasih nyokap bokap gua biar bisa di pajang diruang tamu, gua cetak kartu nama pake title gua, selesai. Gua bisa hidup damai membangun cita-cita gua, toh yang dibutuhkan ortu gua cuma ijasah”

Tekanan selalu melahirkan kefrustrasian, termasuk tekanan di pendidikan. Di salah satu stasion teve pernah di tayankan tentang pendidikan di US sana, dimana anak-anak yang bermasalah di sekolah public, yang bodoh-bodoh juga di oper ke sekolah-sekolah khusus. Kemudian ada satu sekolah yang memiliki system pengajaran yang berbeda, Siwa diajarkan sambil beryanyi, sambil menari, pokoknya dengan gaya yang ceria, juga tidak formal, pengajaran di kelas di sampaikan dengan gaya yang funky dan menghibur.

Hasilnya luar biasa anak yang tadinya bodo ngga pernah naik-naik kelas, setelah menjalani pendidikan di sekolah tersebut dapat melewati serangkaian test dengan hasil yang sangat memuaskan. Apa yang di paparkan oleh Parlian masuk akal juga, pendidikan kita sudah kono dan membosankan, perlu dipikirkan cara mengajar yang lebih progresif dan memerdekaan potensi siswanya, namun nampaknya itu masih jauh, karena menteri pendidikan kita sendiri justeru memperketat syarat-syarat kelulusan.

Teringat lagu kebangsaan Indonesia, “Bangun Jiwanya…. Bangun badannya”, jiwanya, mentalnya, kespiritualan dirilah yang harus dibangun terlebih dahulu, salah satu cara membangunkannya adalah dengan memberikan theraphy keceriaan seperti yang di lakukan di salah satu sekolah alternatif di US itu. Baru dengan sendirinya badannya akan dapat di bangun, akan dapat berkarya mewujudkan cita-cita pendiri bangsa Indonesia. Indonesia yang berkehidupan sejahtera.

Kesadaran diri harus di bangunkan terlebih dahulu, baru kemudian karya-karya luar biasa akan lahir dari putera dan puteri Indonesia, oleh karenanya memberlakukan system pendidikan yang holistik adalah kebutuhan mendesak untuk segera diwujudkan, sebelum kefrustrasian ini kian menyebar dan membuat mental putra dan puteri Indonesia melempem sehingga mudah di perbudak untuk kepentingan sempit.

Nabi Muhammad sudahmembuktikan, bahwa bukan otak yang mesti dipintarkan dengan hapalan-hapalan, melainkan jiwanya harus dibagunkan, kesadarannya harus di nyalakan.

Ketika di goa hira datanglah malaikat Jibril, kemudian sang malaikat memberikan wahyu pertawa kepada Nabi Muhammad, “BACALAH !”

Sang Nabi bingung, apa yang harus dibaca,

Tengok kiri, tengok kanan, tengok atas , tengok bawah tidak ada text satupun. Meskipun ada text bukankah  Sang Nabi tidak dapat membaca karena buta huruf ?, latas apa yang harus dibaca ?

Kembali Jibril mempertegas wahyu pertama dengan wahyu kedua “BACALAH !”

Makin bingung Sang Nabi,

“BACALAH! Dengan menyebut nama Tuhanmu yang maha pengasih lagi maha penyayang”

Dan sang Nabipun membisu memejamkan mata, menoleh ke dalam dirinya. Membangkitkan kesadaran diri  dan kemudian potensi-potesi terpendampun ikut bangkit seiring dengan kesadaran yang mengembang. Kemudian sejarah mencatat bahwa Nabi Muhammad adalah salah satu pelaku kebangkitan yang membangkitkan jiwa dari kebodohan menuju cahaya yang menyadarkan.

Bangun Jiwanya,

Bangun badannya.

*

= =

Di Publikasikan di :

http://www.surahman.com/

http://www.oneearthmedia.net/ind

http://www.facebook.com/su.rahman.full

http://www.kompasiana.com/surahman

Share on FacebookTweet about this on TwitterShare on Google+Email this to someone