Sepasang suami istri sedang membuka catatan-catatan yang berkaitan dengan pemrograman pikiran. Mereka menggunakan buku “Shri Sai Satcharita” karya Sai, buku-buku dan artikel Bapak Anand Krishna sebagai referensi. Mereka membombardir diri dengan wisdom-wisdom dari referensi yang mereka gali. Berusaha membuka hati dengan pemahaman secara repetitif intensif untuk meningkatkan kesadaran diri.
Sang Suami: Istriku, aku baru saja membuka arsip catatan tentang manipulasi pikiran, sebuah artikel tulisan Bapak Anand Krishna yang pernah dimuat Harian Kompas 15 Agustus 2009…….. Dalam sejarah modern, adalah Adolf Hitler (1889-1945) adalah yang pertama kali menggunakan mind manipulation atau manipulasi pikiran sebagai senjata. Ibarat komputer, mind atau ”gugusan pikiran” manusia dapat dimanipulasi, dapat di-hack, bahkan dapat disusupi virus untuk merusak seluruh jaringannya. Dalam otobiografinya (Mein Kampf), Hitler menulis, ”Teknik propaganda secanggih apa pun tak akan berhasil bila terdapat hal yang terpenting tidak diperhatikan, yaitu, membatasi kata-kata dan memperbanyak pengulangan.” Kemungkinan besar, Hitler telah mempelajari penemuan Pavlov, ilmuwan asal Rusia dan peraih hadiah Nobel 1904 untuk psikologi dan ilmu medis. Melalui teorinya tentang conditioned reflex atau involuntary reflex action, sang ilmuwan membuktikan, ”perilaku manusia dapat diatur atau dikondisikan” sesuai ”proses pembelajaran yang diperolehnya”. Sebenarnya Pavlov terinspirasi oleh law of association atau ”hukum keterkaitan” yang banyak dibahas para pujangga dan ilmuwan sebelumnya. Menurut hukum itu, ”suatu kejadian” dalam hidup manusia atau bentuk kehidupan lain —tetapi tidak terbatas pada hewan dan tumbuhan—dapat dikaitkan dengan ”keadaan” atau ”perangsang” atau ”apa saja” yang sebenarnya tidak terkait secara langsung dengan kejadian itu.
Sang Istri: Iya suamiku, dalam artikel tersebut disampaikan…….. Ketika seekor anjing diberi makanan, ia mengeluarkan air liur. Ini disebut refleks yang lazim atau unconditioned reflex. Ia tak perlu menjalani proses pembelajaran.Namun, pada saat yang sama bila dibunyikan lonceng, terjadilah proses pembelajaran. Anjing itu mulai ”mengaitkan” bunyi lonceng dengan makanan dan air liurnya. Setelah beberapa kali mengalami kejadian serupa, maka saat mendengar bunyi lonceng, air liurnya keluar sendiri meski tidak diberi makanan. Ini disebut conditioned reflex, refleks tak lazim. Keluarnya air liur itu tidak lazim, tidak ada makanan. Namun, ia tetap mengeluarkan air liur. Pembelajaran ini harus diulang beberapa kali agar ”keterkaitan” yang dihendaki tertanam dalam gugusan pikiran atau mind hewan, atau… manusia! Maka, tak salah bila Adolf Hitler menganjurkan ”pengulangan”. Dalam ilmu psikologi dan neurologi modern, pengulangan atau repetition juga dikaitkan dengan intensity. Apa yang hendak ditanam harus terus diulangi secara intensif. Demikian bila seekor anjing dapat mengeluarkan air liur yang sesungguhnya tak lazim, manusia pun dapat dikondisikan, dipengaruhi untuk berbuat sesuatu di luar kemauannya……… Pengulangan tidak dapat mengubah kebohongan menjadi kebenaran. Tetapi pengulangan dapat membuat orang percaya pada kebohongan. Hitler membuktikan keabsahan sebuah pepatah lama dari Tibet, Bila diulangi terus-menerus, kebohongan pun akan dipercayai orang………
Sang Suami: Dalam buku “Neospirituality & Neuroscience, Puncak Evolusi Kemanusiaan” disampaikan…….. Proses pembombardiran dilakukan dengan cara “pengulangan yang intensif dan terus menerus” atau repetitive and intensive. Cara ini pula yang digunakan oleh para ahli periklanan. Mereka membombardir otak kita dengan berbagai macam informasi tentang apa saja yang diiklankan. Televisi adalah pembombardir supercanggih. Tak henti-hentinya sepanjang hari dan setiap beberapa menit sekali, televisi mengiklankan sekian banyak produk. Dengan cara itu mereka dapat mempengaruhi otak kita dan “memaksa” untuk membeli sesuatu yang sesungguhnya tidak dibutuhkan. Pernahkah menyaksikan iklan tentang peralatan kesehatan dan sebagainya yang biasa mengulangi kalimat-kalimat yang sama hingga puluhan kali dalam beberapa menit? Terasa bodoh, tetapi sebenarnya tidak. Mereka pintar bahkan lick Mereka tahu persis bahwa dengan cara itulah mereka dapat mempengaruhi otak kita dan menanam informasi tentang produk mereka………
Sang Istri: Sebuah masyarakat yang malas berpikir dan terbiasa menerima “Kebenaran instan” mudah disalah gunakan oleh para manipulator otak. Dalam buku “Dari Syari’at Menuju Mohabbat, Sebuah Dialog” disampaikan…….. Kebiasaan menerima “kebenaran siap-saji” dapat disalahgunakan oleh penguasa, oleh imam agama apa saja. Kemudian, manusia menjadi robot. Ia dapat “disetel”, dapat “diprogram”, dapat diarahkan untuk berbuat sesuai dengan program yang diberikan kepadanya. Ini yang dilakukan oleh “para otak teroris”. Lewat lembaga-lembaga pendidikan agama yang mereka gelar di mana-mana, sesungguhnya mereka memprogram otak-otak yang masih segar, dan mematikan kemampuannya untuk ber-ijtihad. Kemudian, dengan sangat mudah mereka memasukkan program Jihad versi mereka”. Dan terciptalah sekian banyak pelaku bom bunuh diri yang siap membunuh siapa saja yang menurut programming mereka bertentangan dengan agama, dengan syariat, dengan apa yang mereka anggap “satu-satunya kebenaran”…………
Sang Suami: Dalam buku “Jangka Jayabaya, Saatnya Bertindak Tanpa Rasa Takut dan Meraih Kejayaan” disampaikan…….. Seekor kuda, bila diberi sambal, akan mengamuk. Ia akan lepas kendali karena kepedasan. Ia tidak doyan sambal. Tapi, apa yang terjadi bila kuda yang tidak doyan sambal, menjadi doyan? Kebiasaan baru itu pasti mengubah sifat dasarnya. Kuda tersebut menjadi tukang ngamuk ia akan lepas kendali, sulit diatur. Ini yang terjadi pada diri kita. Kita bukanlah bangsa yang percaya pada kekerasan. Pada dasarnya kita selalu mencari solusi damai. Kita adalah bangsa yang cinta damai. Kita bukanlah bangsa yang doyan makan “sambal kekerasan”. Tapi belakangan ini, kita gemar sambal kekerasan. Kita melupakan kodrat kita sebagai manusia Indonesia yang mencintai kedamaian. Kita melupakan Mpu Tantular yang senantiasa mencari solusi damai…….
Sang Istri: Dalam buku “Menemukan Jati Diri I Ching Bagi Orang Modern” disampaikan…….. Masalah terbesar yang dihadapi oleh bangsa kita bukan masalah agama. Tetapi masalah conditioning, masalah programming. Dan, masalah ini pula yang dihadapi oleh setiap bangsa, oleh seluruh umat manusia. Kita sudah terkondisi, terprogram untuk mempercayai hal-hal tertentu. Padahal kepercayaan harus berkembang sesuai dengan kesadaran kita. Jika terjadi peningkatan kesadaran , maka kepercayaan pun harus ditingkatkan………
Sang Suami: Benar istriku. Menjadi “sadar” itu tidak mudah, karena kita tidak pernah menyadari bahwa kita telah dibelenggu oleh pola pikiran akibat warisan genetik. Seseorang yang mempunyai warisan genetik dari orang tua, kakek-nenek bahkan beberapa generasi sebelumnya yang menganggap keyakinannya paling benar, dalam dirinya sudah terbentuk genetik yang menganggap keyakinan tersebut paling benar. Usaha mengubahnya tentu tidak mudah. Seseorang yang sejak balita, dimana perkembangan otaknya paling maksimal bahkan pada perkembangan awal sampai usia lulus sekolah dasarnya didikte bahwa keyakinannya paling benar, maka sudah terbentuk pola pikiran bawah sadar yang hampir stabil…….. Bagaimana pun selama otak masih dapat berfungsi dengan baik, kita dapat memperbaiki program yang telah terinstall di dalamnya. Dalam buku “Bodhidharma, Kata Awal Adalah Kata Akhir” disampaikan……… Mind ibarat perangkat lunak komputer. Ia tidak bisa berfungsi sendiri. Harus ada perangkat keras agar dia bisa berfungsi. Otak adalah perangkat keras yang dibutuhkannya. Kemudian, selama kita masih memiliki otak, perangkat lunak itu (mind)dapat di-over write dapat dirancang kembali, dapat diubah total, sehingga sama sekali berada dari aslinya. Ini yang disebut proses deconditioning dan re-creating mind yang sudah diulas dalam buku “Atisha, Melampaui Meditasi untuk Hidup Meditatif”. Isi mind bukanlah harga mati. Kita bisa mengubahnya. Mind itu sendiri tidak lebih dari sebuah ilusi. Diatas apa yang ditulis, kita dapat menulis ulang apa saja. Mind itu rewritable !
Sang Istri: Dalam buku “Neospirituality & Neuroscience Puncak Evolusi Kemanusiaan”, karya Bapak Anand Krishna & Dr. Bambang Setiawan Ahli Bedah/Bedah Saraf (Neurosurgeon) disampaikan…….. Kita telah paham bahwa sinap-sinap saraf dalam otak manusia mengantar muatan informasi dari satu sel ke sel yang lain. Jika kita membombardirnya dengan muatan informasi yang melemahkan jiwa manusia, informasi itu pula yang diteruskannya dari sel ke sel bahkan dari orangtua ke anaknya. Sebaliknya, jika kita membombardirnya dengan muatan informasi yang memberdayakan jiwa, informasi itu pula yang diteruskannya……… Membombardir, pengulangan yang intensif secara terus menerus, adalah cara yang sama, ilmu yang sama, metode yang sama yang dapat diterapkan untuk merusak maupun memperbaiki mental kita. Pilihan berada di tangan kita. Jika kita melakukannya sendiri, maka pasti demi kebaikan diri sendiri. Jika kita membiarkan orang lain atau pihak lain melakukannya, maka itu adalah demi kepentingan mereka………
Sang Suami: Istriku, aku ingat buku “Bhaja Govindam Nyanyian Kebijaksanaan Sang Mahaguru Shankara” yang menyampaikan……… Pikiran telah membentukmu. Kesadaran dapat mengubahmu. Pikiran adalah program yang sudah ter-install dalam dirimu. Ada bagian memori, ada bagian obsesi, ada khayalan, ada keinginan, ada impian. Program ini sudah baku, seluas-luasnya programmu tetap ada batasnya. Kesadaran membebaskan kamu dari segala macam program. Pikiran memperbudak dirimu. Kesadaran membebaskan dirimu………..
Sang Istri: Suamiku, bila kita sadar dan membombardir diri dengan informasi yang baik, yang memberdayakan jiwa, kita mempunyai kesempatan untuk memperbaiki genetik. Perbaikan karakter bangsa dimulai dari diri sendiri, dan diturunkan kepada anak keturunannya. Kemudian seorang yang sadar, mulai menyebarkan “virus kesadaran”- nya kepada lingkungannya. Pada gilirannya setiap orang yang telah sadar dalam lingkungannya tersebut akan menyebarkan virus kesadaran ke lingkungan mereka. Dan evolusi manusia akan berkembang semakin cepat………. Seorang Guru telah membangkitkan benih kesadaran dalam setiap murid dan sahabat-sahabatnya lewat pertemuan langsung, buku-buku karyanya, lewat jejaring masyarakat maupun jejaring di dunia maya. Benih kesadaran tersebut sudah ada dalam diri kita, tinggal ditumbuh-kembangkan saja………. Semoga…….
Terima Kasih Bapak Anand Krishna.
Situs artikel terkait
http://www.oneearthmedia.net/ind/
http://triwidodo.wordpress.com
http://id-id.facebook.com/triwidodo.djokorahardjo
Januari 2011