Mississippi Burning yang di bintangi oleh Gene Hackman & Willem Dafoe adalah merupakan kisah yang terinspirasi dari kejadian nyata di Mississippi pada tahun 1960 dimana ada kebencian antar ras kulit putih dan kulit hitam. Kisah ini berawal dari hilangnya 3 orang aktivis hak azasi manusia, 2 agen FBI bertugas menyelidiknya.
3 Aktivis hak azasi manusia ini di bunuh oleh sekelompok oknum polisi yang tergabung di dalam organisasi kluk kluk klan yang juga di kenal dengan khan, kluk kluk klan adalah merupakan sebuah organisasi rasis extrim yang berdiri pada tanggal 24 Desember 1865. Kelompok ini berkeyakinan bahwa ras kulit putih adalah ras yang terbaik. Mereka mendirikan organisasi tersebut dengan maksud untuk berjuang memberantas kaum kulit hitam dan minoritas di AS seperti Yahudi, Asia dan Katolik Roma. Meskipun kelompok Ku Klux Klan empat tahun setelah berdirinya diumumkan pemerintah AS sebagai organisasi illegal, namun masih tetap menjalankan aksi pembunuhannya terhadap warga kulit hitam. Bahkan, kelompok ini juga menyerang warga kulit putih yang dianggap sebagai pelindung kulit hitam.
Tak heran kemudian aksi-aksi anggota melibatkan kekerasan , beriksiar dari pemukulan, pembakaran hingga pembunuhan. Di dalam film ini berulang kali dipertanyakan apa yang menyebabkan kebencian pada diri mereka, apa yang membuat mereka begitu benci kepada kulit hitam sehingga mampu berbuat begitu keji. Jawabannya adalah karena kebencian itu diajarkan, kebencian itu diajarkan di meja makan, di dalam rumah ibadah, di dalam bar, dan yang paling fatal adalah kebencian itu diajarkan dibangku-bangku sekolah dasar. Anak sekolah dasar berumur 7 tahun sudah diajarkan untuk membenci, dan kemudian pada akhirnya bahasa kebencianlah yang mereka tahu. Pijaran mata polos mereka berubah menjadi sorotan kebencian pada kaum kulit hitam, mereka mengajarkan pada anak cucu mereka untuk membenci,mereka mewariskan pada genarasi penerus mereka sebuah kebencian.
Indonesia jauh lebih beraneka ragam dibandingkan dengan Amerika pada waktu itu, Indonesia memiliki beragaman suku, beragam bahasa , beragam warna kulit, bergaman keyakinan. Dan jika itu tidak disingkapi dengan baik maka bukan tidak mungkin keberagaman itu bisa menjadi petaka, dapat menjadi kebencian antar sesama anak bangsa. Dan untuk mencegah hal itu jawabannya ada pada pendidikan. Kita semua harus memberikan pendidikan yang berisifat universal yang menitik beratkan pada keberaneka ragamanan, pendidikan yang berorentasi pada agama tidak akan menyelesaikan masalah. Justeru akan menambah masalah karena akan cenderung mencetak manusia-manusia fanatic. Kita harus belajar dari leluhur bangsa ini yang telah berhasil melihat persatuan dibalik perbedaan, Bhinneka Tunggal Ika adalah warisan berharga dari leluhur kita, dan kita harus melestarikannya. Kita harus menerapkannya di dalam kehidupan berbangsa kita.
Rwāneka dhātu winuwus Buddha Wiswa,
Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen,
Mangka ng Jinatwa kalawan Śiwatatwa tunggal,
Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.
(kakawin Sutasoma – pupuh 139, bait 5 – Mpu Tantular)
Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda.
Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali?
Sebab kebenaran Budha dan Siwa adalah tunggal
Terpecah belahlah itu, tetapi satu jugalah itu. Tidak ada dualitas dalam kebenaran.
(kakawin Sutasoma – pupuh 139, bait 5 – Mpu Tantular)
Budha dan Siwa adalah merupakan perwakilan dari agama mayoritas yang ada pada waktu itu, jika pada waktu itu agama mayoritas adalah agama-agama yang lain tentunya sang Empu akan menyebutkan agama tersebut, artinya adalah ritus agama-agama akan selalu berbeda namun pada hakekatnya setiap agama mengangungkan Tuhan yang satu, Tuhan yang masa esa.
Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa adalah warisan yang berharga jangan pernah melupakanya.
= =
Di Publikasikan di :
http://www.surahman.com/
http://www.oneearthmedia.net/ind
http://www.facebook.com/su.rahman.full
http://www.kompasiana.com/surahman