February 8, 2011

Hidup Berkesadaran Dalam Zaman Yang Membingungkan, Renungan Ke-62 Tentang Berguru

Sepasang suami istri sedang membuka catatan-catatan tentang berguru. Mereka menggunakan buku “Shri Sai Satcharita” karya Sai das dan buku-buku serta beberapa artikel Bapak Anand Krishna sebagai referensi. Mereka ingin membombardir diri dengan wisdom-wisdom dari buku-buku yang mereka gali. Membuka hati dengan repetitif intensif untuk meningkatkan kesadaran diri.

Sang Suami: Alhamdulillah, Puji Tuhan, Terima kasih…… Istriku, diriku telah mulai pulih. Beberapa hari ini diriku berada dalam keputusasaan dan kedukaan yang mendalam, kau pun dapat merasakannya.  Kita melihat di jejaring sosial FB disebutkan seorang penulis FB dilaporkan ke polisi karena dianggap menistakan suatu agama. Kemudian kita semua melihat ada video beredar tentang seorang pemuka masyarakat yang menyampaikan himbauan untuk membunuh kelompok tertentu yang juga sesama warga negara, sesama anak bangsa. Kita belum tahu yang berwenang sudah bertindak belum…… Kemudian beredar video tentang peristiwa yang terjadi di Cikeusik, Pandeglang, Banten yang membuat bulu kuduk berdiri tegak, inikah warga negara Indonesia yang selalu kita agungkan lewat tulisan-tulisan kita? Diriku tidak mengesampingkan adanya permasalahan SKB 3 Menteri. Diriku shock berat, istriku……. Dan, para pemimpin berbicara secara umum, tidakkah mereka melihat video-video yang marak beredar tersebut? Kemanusiaan bangsa kita telah tercoreng, mengapa beberapa anak bangsa bisa melakukan tindakan demikian?…… Untung diriku membaca wisdom yang menyampaikan agar semua orang harus tetap terus menebar benih kesadaran, mereka yang berhati baik dan berjiwa tulus akan mendengarnya, mereka yang berhati jahat dan berjiwa busuk akan menolaknya. Demikianlah kebenaran dharma sejak zaman dahulu kala……… tidak perlu shock…….

Sang Istri:  Betul suamiku, aku ingat buku “Think In These Things, Hal Hal Yang Mesti Dipikirkan Seorang Anak Bangsa” dan dalam buku tersebut disampaikan dengan jelas mengenai Living Consciously atau Hidup Berkesadaran. Dalam buku tersebut disampaikan……… Apa pula Living Consciously atau Hidup Berkesadaran itu?

Pertama: Pengendalian Diri. Tidak membiarkan napsu merajalela, memperbudak dan mengendalikan dirimu (seperti yang kita lihat dalam video yang terlihat oleh semua orang), tetapi menggunakan napsu untuk menggairahkan hidupmu, memberimu semangat untuk hidup dan berkarya. Dan, untuk mencapai tujuan itu, yoga memberi beberapa tips:

  1. Kenali Dirimu. Temukan Jati Dirimu – Kebenaran Diri. Yang dimaksud, menginventaris diri, kemampuanku seberapa, kelemahanku apa saja, dan meningkatkan kemampuan diri bila perlu, mengatasi kelemahan yang pasti.
  2. Menghindari kekerasan dalam segala hal. Janganlah engkau membenarkan jalan yang tidak mulia, sekalipun tujuanmu mulia. Bom bunuh diri, aksi terorisme yang membunuh dan merugikan banyak pihak tidak dapat dibenarkan, semulia apapun tujuannya (hal ini juga menjawab tayangan video tersebut).
  3. Meragukan dari ekstrimitas, karena segala sesuatu yang ekstim menegangkan jiwa secara berlebihan. Dan, dengan syaraf-syaraf yang tegang kau tidak dapat berkarya, kau tidak dapat berpikir dengan jernih. Tapi, jangan tiru ekstrimitas dalam tindakan seperti yang dilakukan oleh kawan-kawan kita para teroris yang masih bisa cengengesan-cengingisan setelah membunuh, membantai sesama manusia (di video tersebut membuktikan bahwa bukan hanya para teroris yang menganggap  masalah pembunuhan pun sebagai masalah biasa).
  4. Melampaui keserakahan (membunuh orang lain dianggap biasa untuk memuaskan keserakahan dirinya).
  5. Melampaui keterikatan. Orang yang serakah tidak segan merampas hak orang lain demi kepentingan dirinya. la tidak malu menjadi wakil rakyat dan menghamburkan uang rakyat, sementara rakyat yang diwakilinya masih kelaparan. Dan, dengan melampaui keterikatan, seseorang baru dapat mengasihi tanpa syarat. la tidak pilih kasih lagi. la juga tidak lagi mementingkan keluarga dan mertuanya di atas kepentingan rakyat jelata.

Sang Suami: Sudahlah istriku, kita tidak usah berbicara masalah tayangan video lagi, kita berbicara masalah umum. Disebutkan dalam buku “Think In These Things, Hal Hal Yang Mesti Dipikirkan Seorang Anak Bangsa” bahwa untuk hidup berkesadaran, kita harus Mawas Diri, Setelah bagian pertama tentang Pengendalian Diri.

Kedua: Mawas Diri. Tips-tips yang diberi dalam yoga masih amat sangat relevan dengan zaman kita. Misalnya:

  1. Menjaga kebersihan diri. Yang dimaksud tentu bukanlah sekadar kebersihan fisik, tetapi kebersihan jiwa, pikiran, dan lingkungan.
  2. Memelihara kesederhanaan. Hidup sederhana dengan keinginan-keinginan yang terbatas, itulah kunci hidup bahagia.
  3. Kepuasan diri, karena orang yang tidak merasa puas dengan apa yang diperolehnya secara wajar, cenderung akan menjadi korup, penyeleweng, manipulator. la menjadi perampas hak orang, perampok, pencuri – maling!
  4. Introspeksi diri, berarti tidak selalu mencari pembenaran dengan menyalahkan keadaan dan orang lain. Bertanggung jawab atas setiap tindakan, ucapan, bahkan pikiran – itu yang dimaksud dengan introspeksi diri. Terakhir, last but not least,
  5. Penyerahan diri secara total pada kehendak Ilahi. Berbuat maksimal sebatas kemampuan kita, dan yang terbaik tentunya, tetapi tidak ngotot perkara hasilnya. Serahkan perkara hasilnya pada Yang Maha Kuasa, apa pun sebutanmu bagi-Nya, Allah, Bapa di Surga, Buddha, Tao, Hyang Widhi. Atau bila suka dengan bahasa yoga: “Ia Yang Bersemayam dalam Dirimu”, karena “Dia Yang lebih Dekat dari Urat Lehermu” itu, senantiasa menjadi “Sang Saksi” akan setiap perbuatanmu, ucapanmu, pikiranmu, dan perasaanmu.

Sang Istri: Selanjutnya, yoga mengajak kita untuk melatih diri dengan berbagai cara untuk mencapai tujuan akhir yoga – yaitu Hidup Berkesadaran. Hidup Seimbang, tidak ikut terombak-ambik oleh pasang-surutnya samudera kehidupan. Hidup berkesadaran dalam pengertian seluas-luasnya berarti termasuk hidup yang peduli lingkungan, peduli tetangga, peduli nasib bangsa dan gegara – PEDULI. Tidak hidup sembrono, tetapi hidup dengan penuh kepedulian terhadap sesama, ya, sesama, bukan sekadar sesama manusia, tetapi juga sesama makhluk hidup, terhadap flora dan fauna, terhadap alam dengan seluruh isinya. Terhadap udara – tidak mencemarinya dengan asap rokok. Terhadap air – tidak mengotorinya dengan membuang sampah secara sembarang. Terhadap tanah – tidak meracuninya dengan bahan-bahan kimia termasuk pupuk buatan segala. Mungkin Lao Tze memahami betul konsep yoga ini, sehingga Beliau berkata bahwa segala upaya manusia untuk memperbaiki alam, justru merusaknya. Alam sudah balk. Tak ada yang salah dengan alam. Yang dibutuhkan justru penyelarasan diri kita dengan alam. Bagaimana hidup harmonis dengan alam – itulah HIDUP DALAM YOGA.

Sang Suami: Yoga berarti “Mempersatukan”. Yoga berarti “Mengutuhkan” – mengutuhkan manusia melalui penyelarasan diri dengan semesta. Mempersatukan ucapan dan tindakannya dengan pikirannya yang sudah terkendali, dengan perasaannya yang telah lembut. “Bila kau seorang yogi,” seorang sufi dari Sindh (Pakistan), Shah Abdul Latif berkata, “maka lampauilah segala dualitas, hiduplah dalam Yang Tunggal, Satu.”……….

Terima Kasih Bapak Anand Krishna

Situs artikel terkait

http://www.oneearthmedia.net/ind/

http://triwidodo.wordpress.com

http://id-id.facebook.com/triwidodo.djokorahardjo

Februari 2011

Share on FacebookTweet about this on TwitterShare on Google+Email this to someone