Sejenak pikiran saya membuka lembaran ingatan lalu ketika saya terbaring di rumah sakit, ada pada satu titik dimana ketakutan saya terhadap kematian tiba di puncak,waktu itu saya sedang mendapatkan transfusi darah, masih di dalam ketakutan itu saya mengingat perjalanan hidup saya, satu hal yang melegakan adalah pada sebuah persimpangan saya dapat duduk dan mendengarkan wejangan para bijak, dari mereka inilah saya mulai menyadari bahwasanya manusia datang ke dunia ini untuk kembali menemukan kemanusiaannya.
Saya mendesah panjang, teringat saya akan wajah pak War, teringat saya akan wajah bapak Anand Krishna. Banyak waktu yang terbuang, namun setidaknya saya sudah memulai perjalanan menuju rumah kemanusiaan, pikir saya waktu itu, dan meski dengan masih adanya ketakutan saya siap untuk mati. Namun ternyata tidak, setelah mendapat transfusi darah saya dapat tidur dan bangun ke esokannya, dan saya menyapa dunia dengan lebih gembira, ah, ternyata masih di sini masih di dunia. Meski pada malam harinya kembali terjadi pendarahan karena ada pembuluh darah di paru-paru yang kembali pecah, dan sewaktu pendarahan itu saya kembali berpikir tentang kematian, dan setelah di berikan suntikan, pendarahan itu berhenti dan saya tertidur. Ke esokannya bangun, dengan perasaan yang sama, ah, ternyata saya masih di dunia, Puji Tuhan, Alhamdulillah.
Saat ini saya masih di dunia yang sama, namun dengan pemahaman yang berbeda. Dulu saya menyalahkan dunia karena begitu banyak hal yang tidak beres di dunia ini, mulai dari kekerasan hingga kemunafikan. Namun sekarang saya tidak melihat ada yang salah pada dunia, yang salah adalah pola pikir kita sendiri. Pola pikir inilah yang kemudian membentuk dunia kita seperti sekarang ini. Kesemerawutan yang kita buat dengan dunia ini adalah merupakan proyeksi dari kesemerawutan diri kita sendiri, kesemerawutan itu di karenakan kita kian jauh dari kemanusiaan diri. Kita telah melupakan nilai-nilai kemanusiaan di dalam diri kita sendiri, oleh sebab itu jikalau ada yang ingin menginggatkan akan nilai-nilai kemanusiaan itu kita berang, kita berupaya membungkam dengan aneka cara.
Upaya-upaya pembungkaman tersebut memperlihatkan jati diri kita yang sesungguhnya, mungkin jika kita bercermin saat ini kita tidak akan mengenali bayangan yang ada di dalam cermin, karena saat ini kita sudah bukan manusia lagi.
“Siapa Aku ?
Darimana Asalku ?
Mau Kemana Tujuanku ?
Sudah seberapa Dekat Aku Dengan Tujuanku?”
Berwujud manusia, namun jauh dari nilai-nilai kemanusiaan. Sehingga kita dapat melakukan apa saja demi membungkam suara-suara kemanusiaan yang diteriakan untuk membangkitan kemanusiaan manusia, karena jika nilai-nilai kemanusiaan bangkit tidak ada tempat bagi pemalas, tidak ada tempat bagi yang licik, tidak ada tempat bagi pendosa. Dan kita takut, karena kita malas untuk berubah, karena kita sudah merasa nyaman dengan kondisi kita pada saat ini, kondisi dengan wujud manusia namun tiada memiliki nilai-nilai kemanusiaan.
“Siapa Aku ?
Darimana Asalku ?
Mau Kemana Tujuanku ?
Sudah seberapa Dekat Aku Dengan Tujuanku?”
Ketahuilah tiada akan pernah ada yang dapat membungkam nilai-nilai kemanusiaan tersebut, segala upaya untuk membungkam suara kemanusiaan akan kandas, mungkin sesaat terlihat berada di puncak, namun hanya sesaat, ombak-ombak kemanusiaan akan kembali menggerusnya dan mendaur ulang menjadi kemanusiaan yang hakiki.
= = = =
Di Publikasikan di :
http://www.surahman.com/
http://www.oneearthmedia.net/ind
http://www.facebook.com/su.rahman.full
http://www.kompasiana.com/surahman