March 12, 2011

Antara Ajaran Non-Violence dari Mahatma Gandhi sampai Bapak Anand Krishna Mogok Makan

Sepasang suami istri bercengkerama di beranda rumahnya. Mereka membaca dan merenung atas  sms-sms yang dikirimkan lewat hp para sahabat-sahabatnya yang berada di Jakarta yang selalu memantau kondisi Bapak Anand Krishna yang sedang melakukan mogok makan mulai tanggal 9 Maret 2011.

Sang Suami: Istriku, pernyataan Bapak Anand Krishna tentang mogok makan telah mengaduk-aduk perasaan kita dan semua sahabat-sahabat kita. Sikap mogok makan ini dikaitkan dengan ajaraan anti kekerasan kepada orang lain dari Mahatma Gandhi……….. “Saya merasa dizalimi oleh ketetapan Hakim untuk menahan saya. Padahal selama ini, kita koperatif, dan yang paling utama adalah tidak ada satu pun bukti yang membuktikan telah terjadi pelanggaran hukum. Bahkan kesaksian pihak saksi pelapor selalu berubah-ubah, dan fakta persidangan tidak sesuai dengan BAP. Di Kejati pun karena itu dan karena kesehatan, saya tidak di tahan. Di kepolisian dulu saya pernah jatuh dan collapse, dan sejak itu menderita gangguan jantung permanen sehingga kemana-mana mesti mengantongi obat jantung. Sebagai protes terhadap ketetapan yang saya anggap tidak manusiawi ini, dan bahkan tidak memikirkan kesehatan saya, di mana diet saya mesti ketat sekali karena diabetes dan tekanan darah tinggi. Maka, sebagai protes dan penolakan  terhadap kezaliman ini, saya memutuskan untuk puasa makan hingga ketetapan yang tidak manusiawi ini dicabut kembali. Semoga majelis hakim dan jaksa diberi pencerahan dan pikiran jernih oleh Yang Maha Esa. Saya juga mohon jika kondisi kesehatan saya terganggu, mohon tidak akan ada  pemaksaan makan terhadap saya.  Biarkan saya mati kalau memang itu yang dikehendaki oleh pihak-pihak yang memunculkan dan membiayai kasus ini untuk membungkam suara kebangsaan, misi keharmonisan, dan kebhinekaan saya. Saya mohon kepada rekan semisi dan sevisi untuk melanjutikan perjuangan kita, dan tidak menyerah pada kekuaan-kekuatan yg sedang menghadang kita. Salam Kasih”

Sang Istri: Aku sedih bercampur kecewa atas tindakan peradilan di Indonesia. Bapak Anand Krishna, yang ditahan atas perintah pengadilan yang diyakini Kuasa Hukum beliau sebagai cacat hukum, karena sidang masih akan menghadirkan saksi-saksi yang belum didengarkan. Kuasa Hukum menyampaikan, “dari tanggal 9 Maret Bapak Anand Krishna mogok makan, dan kondisinya dapat menjadi fatal kami mohon dukungan dan doanya”………

Sang Suami: Bangsa kita sudah terbiasa acuh tak acuh terhadap penderitaan dan penzaliman terhadap orang atau kelompok lain. Karena berpikir parsial itulah kita dipecah belah dan baru merasa sedih saat kezaliman tersebut menimpa diri kita dan kelompok kita. Memang harus ada tokoh yang berani bertindak melepaskan diri dari belenggu egoisme pribadi maupun egoisme kelompok pribadi. Pikiran kita sebenarnya hanya melakukan 3 hal, pertama apa yang kita senangi kita kejar, kedua apa yang tidak kita senangi kita jauhi dan ketiga cuek, acuh tak acuh karena merasa bukan urusan kita, “Emangnya Gue Pikirin?” Kita tidak berpikir sebagai putra-putri bangsa bahwa setiap kejadian apakah itu Ahmadiyah, Anand Krishna, persoalan kemiskinan, korupsi , kekerasan atas nama agama dan lain-lain adalah masalah bangsa, masalah kita, bukan “masalah orang lain” sehingga kita cuek……. Kita tahu persis dari ratusan buku Bapak Anand Krishna semuanya hanya berbicara tentang kebangsaan, kebhinekaan dan budaya. Beliau memberikan pandangan bagaimana mempersatukan bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, ras dan agama tanpa menggunakan kekerasan….. Beliau naik panggung tidak memakai jubah agama mana pun selain jubah keindonesiaan…….

Sang Istri: Aku ingat sebuah wejangan bijak. Berbicara masalah kedamaian dunia. Mengapa tidak ada kedamaian? Karena ada “division”, ada pembagian. Karena ada pembagian maka timbullah friksi, muncullah perkelahian. Pembagian, pengkotak-kotakan sudah terjadi menyeluruh dalam setiap kehidupan manusia, pembagian negara, agama, ras, warna kulit, geografi dan sebagainya. Semua orang menginginkan kedamaian, kebahagiaan, kemakmuran, betul demikian semuanya…… akan tetapi hanya kedamaian, kebahagiaan dan kemakmuran bagi kelompoknya. Kelompok Amerika hanya memperjuangkan bagi Amerika, demikian pula Eropa, Asia ataupun suatu agama hanya memperjuangkan kedamaian, kebahagiaan dan kesejahteraan bagi umat seagamanya saja. Dan selalu kita hanya memikirkan kelompok kita dan mengabaikan kelompok lain di luar kita, itulah sebabnya tidak pernah tercapai perdamaian……. Terlalu banyak pengkotak-kotakan dalam kehidupan, pada hal secara fundamental kita itu sama-sama manusia…… Harus ada transformasi, atau perubahan sikap mental, perubahan “attitude”. Wejangan tentang kedamaian dunia tersebut menohok telak pada ketidakdamaian yang terjadi di tengah bangsa kita……..

Sang Suami: Kita masih hidup dengan ego kita, keangkuhan dan arogansi kita, kebencian dan amarah kita, kelemahan dan kekerasan hati kita. Dengan jiwa yang masih kotor itu, kita memperoleh kekuasaan, kedudukan, dan harta, maka jelaslah kita menghalalkan segala macam cara…… Ajaran mau memenangkan diri sendiri dan kelompok sendiri  mewakili manusia primordial, di mana hukum yang berlaku adalah fight or flight, melawan untuk keluar sebagai pemenang, atau melarikan diri dari medan laga agar selamat. Dengan konsep dasar itu manusia menyusun Seni Perang, untuk memberi kemenangan. Saat ini banyak  anggota masyarakat dengan antusias menerapkannya dalam bisnis dan dalam segala bidang termasuk intrik-intrik dalam memperebutkan jabatan, kekuasaan, kekayaan dan lain-lain.

Sang Istri: Setiap negara punya masalah sendiri, di Amerika pada saat Dr. Martin Luther King Jr. hidup ada masalah ras. India di masa Gandhi ada penjajahan oleh Inggris. Sedangkan di negeri kita saat ini adalah masalah keyakinan yang berimbas menjadi kekerasan di tengah egoime diri dan kelompok di segala bidang termasuk korupsi dan berbagai rekayasa. Bila masalah egoisme diri dan kelompok masih mendominasi, maka masalah keyakinan akan semakin parah, karena para pemimpin tidak fokus dan hanya memikirkan mempertahankan kondisi kenyamanan yang dirasakannya saat ini, padahal bangsa sudah di ambang perpecahan karena perbedaan keyakinan di antara sesama saudara putra-putri Ibu Pertiwi yang belum terselesaikan secara apik.

Sang Suami: Aku ingat kisah leluhur bahwa Pandawa punya pasukan bersenjata berat, sedangkan pasukan bersenjata di negeri ini sangat netral dan tunduk kepada yang berwenang, dan bila yang berwenang membiarkan berbagai kesemrawutan dan kekerasan berlangsung, masyarakat harus punya solusi yang lain. Ada beberapa perang Bharatayudha versi baru seperti yang dilakukan Mahatma Gandhi yang berperang melawan kebatilan dengan senjata-cinta Ahimsa, sehingga setelah berhasil, India merdeka hubungannya dengan penjajah tetap baik. Demikian juga Dr. Martin Luther King Jr yang berhasil berjuang dengan senjata non violence. Hasilnya, di Amerika kurang dari setengah abad setelah Dr. King Jr meninggal, sudah ada Presiden yang berkulit hitam……. Mereka sudah tidak mempermasalahkan ras, sedangkan kita masih berkutat mempermasalahkan keyakinan pribadi…….

Sang Istri: Aku selalu ingat pesan Bapak Anand Krishna tentang penggunaan “non-violence”, senjata tanpa kekerasan……. Mahatma Gandhi telah memenangkan kebebasan bagi negaranya dari pemerintahan Inggris (1947). Dan ia melakukannya dengan cara yang sangat tidak biasa. Sejak awal, dia memberitahu masyarakat untuk tidak menggunakan kekerasan melawan Inggris. Ia menyuruh mereka melawan Inggris dengan cara damai. Mereka akan berbaris. Mereka akan duduk atau berbaring di jalanan. Mereka akan menyerang. Mereka akan memboikot, menolak untuk membeli barang-barang Inggris. Gandhi juga membaca esai Thoreau. Beliau juga percaya bahwa manusia memiliki hak untuk tidak mematuhi hukum yang tidak adil. Seperti Thoreau, ia percaya bahwa manusia dengan senang hati harus pergi ke penjara ketika mereka melanggar hukum yang tidak adil tersebut. Gandhi tidak pernah menggunakan kekerasan. Kekerasan hanya membawa kebencian dan mengundang lebih banyak kekerasan. Gandhi mengatakan kepada masyarakat untuk melawan musuh dengan kekuatan jiwa. Gandhi mengatakan kepada mereka untuk membalas benci dengan cinta. Gandhi menyebut “perang tanpa kekerasan.” Dan itu membantu India memperoleh kebebasan……..  Dr. Martin Luther King Jr. berpikir bahwa Black American dapat menggunakan cara Gandhi untuk memenangkan kebebasan mereka.

Sang Suami: Benar istriku, Bapak Anand Krishna beberapa kali mengajak teman-teman kita untuk melihat cuplikan film tentang kejadian The March of Washington, dimana Dr. Martin Luther King berpidato di tengah seperempat juta masa warga AS berkulit hitam dan putih yang berpakaian jas dan pakaian pesta yang memadati the Mall antara the Lincoln Memorial dan the Washington Monument di ibu kota AS pada 28 Agustus 1963. Peristiwa itu adalah salah satu demonstrasi terbesar dalam sejarah perjuangan HAM………… Revolusi non-violence di Amerika pada saat itu dimulai pada saat seorang tokoh kulit hitam bernama Rosa Parks diminta pindah dari tempat dia duduk di bus kota karena tempat duduk itu adalah khusus untuk warga kulit putih. Dia menolak sehingga dihukum. Tokoh-tokoh kulit hitam berkumpul untuk mengajak warga kulit hitam memprotes UU Negara Bagian Alabama yang mengharuskan pemisahan kursi bus…….. Warga kulit hitam sepakat untuk melakukan boikot terhadap bus kota di Montgomery.Warga kulit hitam melakukan boikot dengan berjalan kaki menuju tempat bekerja atau ke sekolah. Bus kota menjadi amat sepi sehingga menyulitkan perusahaan bus kota. Warga kulit hitam juga mengatur supaya yang bekerja di tempat jauh dapat diberi tumpangan oleh mereka yang punya kendaraan. Ada gerakan mengumpulkan sepatu dari kota lain untuk membantu yang sepatunya rusak akibat boikot itu…… dan berlanjut sampai The March of Washington.

Sang Istri: Aku ingat tulisan Bapak Anand Krishna dalam buku “Be The Change, Mahatma Gandhi’s Top 10 Fundamentals For Changing The World”………… Hidup adalah sebuah perjuangan. Berjuanglah terus-menerus demi penegakan dharma, demi hancurnya adharma. Kita tidak di sini untuk saling jarah-menjarah, atau saling rampas-merampas. Kita tidak mewarisi budaya kekerasan dan barbar seperti itu. Jangan berjuang untuk tujuan-tujuan kecil yang tidak berguna. Jangan berjuang untuk memperoleh kursi yang dalam beberapa tahun saja menjadi kadaluarsa. Jangan berjuang untuk memperoleh suara yang tidak cerdas. Berjuanglah untuk tujuan besar untuk sesuatu yang mulia. Berjuanglah untuk memperoleh tempat di hati manusia, ya manusia, bukan di hati raksasa. Berjuanglah untuk mencerdaskan sesama anak manusia, supaya mereka memahami arti suara mereka, supaya mereka dapat menggunakan hak suara mereka sesuai dengan tuntutan dharma. Perjuangan kita adalah perjuangan sepanjang hidup. Perjuangan kita adalah perjuangan abadi untuk melayani manusia, bumi ini dengan seluruh isinya, bahkan alam semesta……… Setiap aksi menimbulkan reaksi yang setimpal. Ini merupakan hukum alam. Setiap orang bertanggung jawab atas perbuatannya. Setiap orang bertanggung jawab terhadap alam, terhadap keberadaan – terhadap Tuhan. Janganlah sekali-kali membalas aksi kejahatan dengan kejahatan, kekerasan dengan kekerasan, karena setiap orang yang membalas kejahatan dengan kejahatan menjadi jahat. Setiap orang yang membalas kekerasan dengan kekerasan menjadi keras……..

Sang Suami: Leluhur kita mempunyai pedoman bahwa Sopo sing nandur bakal ngundhuh, barangsiapa yang menanam benih akan menuai buah tanaman tindakannya. Bagi yang melihat dari kulitnya, bertindak dengan segala cara agar berhasil tuntunan adalah semacam menanam benih, sehingga hasil akhir kemenangan adalah buah yang wajar dari sebuah tindakan yang penuh perhitungan. Akan tetapi tidak demikian, Leluhur kita mempunyai istilah panen wohing panggawe, menuai hasil akibat buah tanaman tindakan. Semua proses tindakan pun merupakan benih-benih tanaman yang akan mendatangkan hasil di belakang hari. Proses yang penuh tipu muslihat mungkin mendatangkan keberhasilan dalam jangka relatif singkat. Akan tetapi, tindakan penuh tipu muslihat akan mendatangkan akibat tersendiri dalam jangka panjang. Manusia perlu mempertimbangkan semua pikiran, ucapan dan tindakannya sehingga tidak akan kecewa ketika tiba saatnya menuai hasilnya di kemudian nanti. Setiap pikiran, ucapan dan tindakan kita adalah sebuah benih yang akan mendatangkan buah kepada kita pada suatu saat kemudian.

Sang Istri: Bagi mereka yang mau menang sendiri dengan segala cara, kemenangan harus menjadi tujuan utama. Memenangi peperangan menyangkut disiplin pantang mundur. Hasil akhir kemenangan sebagai tujuan. Manajemen yang diambil berdasarkan sasaran akhir kemenangan. Landasan perang bagi mereka adalah tipu muslihat. Mereka tidak akan memarahi anaknya yang suka menyontek saat ujian. Itu adalah kemahiran dia. Anaknya akan dimarahi dia jika tertangkap, karena hal itu menunjukkan kelalaiannya. Pertanyaannya adalah, apakah hal ini sesuai dengan nilai-nilai budaya yang ada di Nusantara? Dalam Bhagavad Gita, kebijaksanaan Sri Krishna lebih terfokus pada proses,  pada pikiran, ucapan dan tindakan, bukan pada hasil. Manajemen berdasar proses. Kalau dalam setiap proses disadari masing-masing akibat yang akan terjadi, dengan membuat cheklist tindakan yang “benar”, maka hasil akhir adalah keniscayaan yang akan terjadi sebagai akibat dari semua proses tindakan. Dalam menghadapi hidup ini, yang penting adalah menyadari setiap proses, setiap pikiran, ucapan dan tindakan yang dilakukan, apa pun hasilnya akan datang kepada manusia sebagai akibat dari proses yang telah dijalaninya…….

Sang Suami: Baginda Rasul selalu diludahi seorang perempuan tua setiap lewat di depan rumah wanita tersebut. Baginda jelas dapat membalas tetapi Baginda Rasul sangat-sangat sabar. Sampai pada suatu ketika sang perempuan yang meludahi tidak tampak, dan Baginda Rasul tahu bahwa sang perempuan tua sedang sakit, maka Baginda Rasul mendatanginya. Sang perempuan tua terharu dan memohon maaf atas segala kekerasan yang dilakukannya dan dia langsung memeluk Islam……. Seluruh tetangga perempuan tersebut mengikutinya. “Love is the only solution”…… Mungkin teladan seperti ini yang telah dilupakan oleh bangsa kita………

Sang Istri: Kembali ke penahanan Bapak Anand Krishna. Sikap mogok makan ini dikaitkan dengan ajaraan anti kekerasan kepada orang lain dari Mahatma Gandhi……. Pernyataan Bapak Anand Krishna mengaduk-aduk perasaan kita semua…… “Saya merasa dizalimi oleh ketetapan Hakim untuk menahan saya. Padahal selama ini, kita koperatif, dan yang paling utama adalah tidak ada satu pun bukti yang membuktikan telah terjadi pelanggaran hukum. Bahkan kesaksian pihak saksi pelapor selalu berubah-ubah, dan fakta persidangan tidak sesuai dengan BAP. Di Kejati pun karena itu dan karena kesehatan, saya tidak di tahan. Di kepolisian dulu saya pernah jatuh dan collapse, dan sejak itu menderita gangguan jantung permanen sehingga kemana-mana mesti mengantongi obat jantung. Sebagai protes terhadap ketetapan yang saya anggap tidak manusiawi ini, dan bahkan tidak memikirkan kesehatan saya, di mana diet saya mesti ketat sekali karena diabetes dan tekanan darah tinggi. Maka, sebagai protes dan penolakan  terhadap kezaliman ini, saya memutuskan untuk puasa makan hingga ketetapan yang tidak manusiawi ini dicabut kembali. Semoga majelis hakim dan jaksa diberi pencerahan dan pikiran jernih oleh Yang Maha Esa. Saya juga mohon jika kondisi kesehatan saya terganggu, mohon tidak akan ada  pemaksaan makan terhadap saya.  Biarkan saya mati kalau memang itu yang dikehendaki oleh pihak-pihak yang memunculkan dan membiayai kasus ini untuk membungkam suara kebangsaan, misi keharmonisan, dan kebhinekaan saya. Saya mohon kepada rekan semisi dan sevisi untuk melanjutikan perjuangan kita, dan tidak menyerah pada kekuaan-kekuatan yg sedang menghadang kita. Salam Kasih”

Sang Suami: Semoga pernyataan Bapak Anand Krishna tersebut mampu mengetuk nurani kita, ini masalah kita, masalah bangsa kita…….. Mari dukung dan berdoa untuk Beliau…..

Terima kasih Bapak Anand Krishna yang tak pernah lelah membangkitkan kesadaraan bangsa.

Situs artikel terkait

http://www.oneearthmedia.net/ind/

http://triwidodo.wordpress.com

http://id-id.facebook.com/triwidodo.djokorahardjo

Maret 2011

Share on FacebookTweet about this on TwitterShare on Google+Email this to someone