March 8, 2011

Sikap Mau Menang Sendiri, Tindakan Kekerasan Dan Mind Programming Di Tengah-Tengah Bangsa

Renungan Ke-73 Tentang Berguru

Sepasang suami istri baru membaca berita di koran-koran tentang aksi kekerasan dan sikap mau menang sendiri, baik yang terjadi di negeri kita maupun di seluruh belahan dunia.

Sang Istri: Penyerangan terhadap kelompok minoritas, tawuran antar preman, tawuran antar warga, telah mengisi lembaran sejarah bangsa dalam beberapa tahun terakhir. Kejadian kekerasan di Pakistan, di Mexico, di Irak dan Afghanistan, kejadian demo berdarah di negara-negara Afrika dan Timur Tengah menunjukkan kekerasan dan sikap mau menang sendiri pun telah merajalela di dunia.

Sang Suami: Dalam psikologi adalah istilah “Bigot”. “Bigot” adalah orang yang sangat kuat dan merasa dirinya anggota dari kelompok tertentu, agama, ras, etnik, partai politik, sekolah, kampus, kampung dan sebagainya. Dia sama sekali tak punya toleransi terhadap golongan lain yang yang tidak sepaham dengannya. Berbagai kerusuhan dan kekerasan di tanah air dan di seluruh dunia semuanya berawal dari loyalitas kelompok yang sangat kuat. Benar atau salah kelompoknya harus benar. Dalam hal ini seperti debat kusir tak mau kalah tetapi ini menggunakan kekerasan.

Sang Istri: Dalam cerita sejarah bercampur legenda pada zaman Singhasari kira-kira 1milenia yang lalu juga mengungkapkan adanya orang yang merasa benar sendiri, dan menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuan……… Dikisahkan, Ken Arok meminta Empu Gandring untuk membuat Keris Sakti yang amat berbisa. Agar Empu Gandring tidak dapat membuka rahasia maka dia dibunuhnya untuk menjaga kerahasiaan agar tertutup rapat. Empu Gandring memberikan kutukan yang selaras dengan hukum alam semesta, keris ini akan meminta tumbal tujuh nyawa. Keris ini adalah wujud dari pikiran yang penuh ambisi yang menghalalkan segala cara termasuk dengan darah pembuatnya. Selaras dengan buku “The Secret”, maka pikiran yang mempunyai bentuk yang luar biasa kuat ini akan menarik gelombang pikiran serupa. Dan pikiran kuat ini mampu mempengaruhi beberapa generasi sesudahnya. Korban kedua adalah Akuwu Tunggul Ametung yang dibunuh oleh Ken Arok menggunakan keris Empu Gandring. Korban ketiga adalah Kebo Ijo yang selalu memamerkan keris tersebut sebagai miliknya. Aura keris yang haus darah merasuk ke dalam hidupnya dan dia dibunuh Ken Arok untuk menutupi rahasianya. Korban keempat adalah Ken Arok sendiri, yang walau telah berhasil menjadi Raja Singasari yang jaya bergelar Sri Rajasawardana terbunuh dengan keris yang sama oleh Anusapati, putra Ken Dedes dengan Tunggul Ametung  sebelum kawin dengan Ken Arok. Anusapati pun tidak menyadari pengaruh aura keris yang haus darah dan dia pun menyukai sabung ayam yang berdarah-darah. Pada suatu kesempatan dia lengah dan menjadi korban kelima, dia dibunuh dengan keris yang sama oleh Tohjaya, putera Ken Arok dengan istri Ken Umang. Setelah Tohjaya memerintah sebagai raja, maka terjadilah kemelut  di istana dan terjadilah perebutan kekuasaan dengan saudara-saudaranya sehingga dia pun terbunuh oleh keris yang sama……..

Sang Suami: Maksudmu, sifat kekerasan yang dilakukan para leluhur kita seribu tahun lalu masih terbawa dalam diri manusia Indonesia saat ini? Kekerasan yang dilakukan oleh para leluhur kita memang tetap tercatat dan dibawa oleh diri kita semua, sebelum kita sadar dan mau mengubah sifat itu…….. Genetik kita diwariskan dari leluhur sejak zaman dahulu kala secara turun temurun. Dalam DNA kita terdapat catatan pengalaman leluhur-leluhur kita zaman Sriwijaya, zaman Majapahit, genetik bawaan dari pembangun Candi Monumental Borobudur dan juga genetik pelaku kekerasan Ken Arok . Zaman dulu dan zaman sekarang ini adalah satu rangkaian yang tidak bisa dipisahkan. Bahkan dalam genetik seseorang terdapat catatan evolusi panjang kehidupannya sampai saat ini…… Kita perlu mengkoreksi klasifikasi sejarah yang mengkotak-kotakkan Sejarah Bangsa menjadi Zaman Pra Hindu, Zaman Hindu, Zaman Islam, Zaman Penjajahan dan seterusnya. Genetik kita pada saat ini ada kaitannya dengan masa lalu, tidak dapat dipisah-pisahkan atas dasar kepercayaan yang dianut pada beberapa masa. Leluhur kita pernah beragama tersebut dan genetiknya telah terwariskan kepada kita…….. Oleh karena itu kita harus mulai hidup berkesadaran. Pertama kita sadari bahwa potensi genetik kekerasan masih berada dalam diri. Keributan dalam sepakbola, tawuran antara kelompok, penyerangan terhadap kelompok yang kita benci adalah bukti masih adanya potensi kekerasan dalam diri. Latihan meditasi atau olah batin dapat melembutkan diri. Selanjutnya kita harus berjuang membuang potensi genetik lama yang kurang baik dan menggantinya dengan kebiasaan baru, karakter baru dan akhirnya membuat perbaikan genetik. Dari studi genetika terbukti bahwa kita telah mengalami evolusi yang luar biasa, maka perbaikan karakter sudah pasti dapat dicapai dengan suatu perjuangan……. Kita harus mulai hidup berkesadaran, membuang kebiasaan lama yang kurang baik dan menggantinya dengan kebiasaan baru, membuat ‘created mind’ yang benar untuk memperbaiki ‘conditioning mind’ yang salah.

Sang Istri: Suamiku sistem pendidikan memegang peranan penting dalam perbaikan karakter putra-putri bangsa. Aku ingat buku “Neospirituality & Neuroscience, Puncak Evolusi Kemanusiaan” yang menyampaikan bahwa…….. Ketika kita masih kanak-kanak, di bawah usia lima tahun, hal-hal yang diajarkan oleh orang tua atau masyarakat menjadi bagian dari Neo-Cortex. Apa saja yang diamati atau sekadar dilihat oleh seorang anak dalam usia itu akan terekam dengan sendirinya. Kemudian antara usia 5 hingga 12 tahun terjadi muatan-muatan baru lewat sistem pendidikan. Hingga usia 12 tahun disebut Golden Years, Usia Emas, karena banyak sekali muatan ditambahkan pada Neo-Cortex yang kelak digunakan hingga akhir hayat. Pengertian “manipulasi” di sini hendaknya tidak dikaitkan dengan sesuatu yang bersifat negatif atau jelek karena manipulasi bisa juga untuk sesuatu yang baik. Dan sesungguhnya kita semua telah mengalami “manipulasi” serupa ketika masih berusia di bawah 12 tahun………

Sang Suami: Berbicara masalah “mind programming” aku ingat buku “Tetap Waras di Jaman Edan, Visi Ronggowarsito Bagi Orang Modern” yang menyampaikan……. Kepastian itu sangat mekanis. Kepastian membuat manusia menjadi mesin, persis seperti robot. Kepastian membuat Anda menjadi komputer. Program yang diberikan dapat menentukan setiap tindakan, ucapan, pikiran, perasaan dalam diri Anda. Komputerisasi umat manusia sudah terjadi sejak ribuan tahun yang lalu. Mereka yang berkuasa, mereka yang menjadi pemimpin, mereka yang berada pada pucuk pemerintahan telah melakukan programming. Tentu saja, programming ini harus menguntungkan mereka, Anda hidup dalam ketidaksadaran. Sepertinya dibawah pengaruh hipnotis massa. Tindakan, ucapan, pikiran bahkan perasaan anda pun sesuai dengan programming yang telah diberikan kepada Anda…….

Sang Istri: Benar suamiku. Dalam buku “Dari Syari’at Menuju Mohabbat, Sebuah Dialog” disampaikan…… Kebiasaan menerima “kebenaran siap-saji” dapat disalahgunakan oleh penguasa, oleh imam agama apa saja. Kemudian, manusia menjadi robot. Ia dapat “disetel”, dapat “diprogram”, dapat diarahkan untuk berbuat sesuai dengan program yang diberikan kepadanya. Ini yang dilakukan oleh “para otak teroris”. Lewat lembaga-lembaga pendidikan agama yang mereka gelar di mana-mana, sesungguhnya mereka memprogram otak-otak yang masih segar, dan mematikan kemampuannya untuk ber-ijtihad. Kemudian, dengan sangat mudah mereka memasukkan program Jihad versi mereka”. Dan terciptalah sekian banyak pelaku bom bunuh diri yang siap membunuh siapa saja yang menurut programming mereka bertentangan dengan agama, dengan syariat, dengan apa yang mereka anggap “satu-satunya kebenaran.”

Sang Suami: Aku ingat nasehat bijak dalam buku “Kehidupan, Panduan Untuk Meniti Jalan Ke Dalam Diri” yang menyampaikan…….Biarkanlah anak-anak Anda tumbuh bersama. Terlepas dari latar belakang keuangan, keluarga, kepercayaan, warna kulit dan suku bangsa mereka, biarkanlah mereka ke sekolah bersama. Jangan pisahkan mereka dalam ruangan yang terkotak-kotak. Singkirkan sistem pendidikan yang membuat anak-anak Anda menjadi fanatik. Sistem pendidikan seperti itu akan membahayakan persatuan bangsa. Ingat akan hal ini!……. Biarkan sistem pendidikan berorientasi pada budi perkerti, nilai-nilai manusia yang luhur, bukan pada kepercayaan Anda yang beraneka ragam, yang selama ini telah mengotak-kotakkan Anda dan membuat Anda terpecah belah. Ajarkan budi pekerti tidak hanya sebagai satu mata pelajaran. Ini sudah Anda lakukan dan Anda tidak berhasil. Cara Anda salah. Seluruh sistem pendidikan kita, semua mata pelajaran yang diajarkan harus berorientasi pada budi pekerti. Jika Anda telah melakukan hal ini, yakinlah bahwa Anda telah berhasil menunjukan jalan yang mulia kepada anak-anak Anda. Biarkan mereka ke sekolah dengan standar yang sama. Biarkan seorang Khalid tumbuh bersama seorang Krishna. Biarkan seorang Robert tumbuh bersama dengan seorang Rahman. Biarkan seorang Anita tumbuh bersama seorang Achmad. Biarkan mereka saling mencintai, menghormati kepercayaan orang lain sebagaimana mereka menghormati kepercayaan mereka sendiri. Tanpa meninggalkan kepercayaan masing-masing, biarkan mereka menghargai pendirian dan pola hidup orang lain. Biarkan terjadi interaksi antar-golongan, antar-suku! Bukankah agama, religi, diharapkan untuk dapat mempersatukan kita semua?………

Sang Istri: Benar suamiku, dalam buku “Menemukan Jati Diri I Ching Bagi Orang Modern” disampaikan……… Seorang anak kecil di bawah usia lima tahun memperoleh conditioning dari orang tua, mendapatkan programming dari masyarakat. Lalu, berdasarkan conditioning dan programming yang diperolehnya ia menjadi Hindu atau Muslim atau Kristen atau Katolik atau buddhis, atau entah apa. Ia mulai melihat Kebenaran dari satu sisi, dan seumur hidup ia melihat Kebenaran dari satu sisi saja. Kebiasaan dia melihat Kebenaran dari satu sisi ini yang berbahaya.  Dan, karena kebiasaan ini ditanamkan lewat conditioning agama, solusinya harus lewat agama pula………. Seseorang yang bisa menerima setiap agama sebagai jalan sah menuju Tuhan telah terbebaskan dari conditioning. Sekarang, ia bisa menerima Kebenaran seutuhnya. Pandangan dia sudah mengalami perluasan. Telah terjadi revolusi dalam dirinya. Membebaskan diri dari conditioning agama juga tidak berarti bahwa anda melepaskan agama. Kenapa dilepaskan kalau agama itu memang merupakan jalan menuju Tuhan? Kenapa pula mempertahankannya  kalau sudah sampai tujuan? Tiba-tiba Anda akan memiliki wawasan baru tentang jalan dan tujuan, tentang agama dan Tuhan. Orang-orang yang berwawasan baru inilah yang kita butuhkan. Sekali lagi deconditioning agama hanyalah sarana. Tujuannya adalah revolusi diri, kelahiran manusia baru. Dan manusia baru yang didambakan itu tidak akan lahir dari universitas yang berkiblat pada salah satu agama. Ia tidak akan menjadi alumni salah satu universitas. Ia akan  berkiblat pada universe – pada semesta! la akan menjadi alumni universe – alumni semesta! Biarkan terjadi revolusi dalam diri anda. Biarkan kepercayaan anda berkembang. Biarkan kesadaran anda meningkat. Demikian, anda akan selalu jaya, selalu berhasil!……

Sang Suami: Aku ingat petuah seorang bijak……. Masalah terbesar yang dihadapi oleh bangsa kita bukan masalah agama. Tetapi masalah conditioning, masalah programming. Dan, masalah ini pula yang dihadapi oleh setiap bangsa, oleh seluruh umat manusia.  Kita sudah terkondisi, terprogram untuk mempercayai hal-hal tertentu……. Semoga kita sadar, semoga kita membuka diri terhadap perubahan yang lebih baik…….

Terima Kasih Bapak Anand Krishna


Situs artikel terkait

http://www.oneearthmedia.net/ind/

http://triwidodo.wordpress.com

http://id-id.facebook.com/triwidodo.djokorahardjo

Maret 2011

Share on FacebookTweet about this on TwitterShare on Google+Email this to someone