April 6, 2011

Anak-Anak Bangsa Hasil Program Sistem Lomba Dan Jaga Image

Sepasang suami istri kembali berbicara dari hati ke hati mengenai kondisi negri yang jauh dari istilah manusiawi.

Sang Istri: Tanpa kita sadari, rapor anak sekolah telah dipakai sebagai kriteria bahwa seorang anak sudah dapat memahami pelajaran atau belum. Sehingga masyarakat menghargai citra diri anak yang rapornya bagus, padahal banyak sekali siswa yang tidak dapat menerapkannya dalam kehidupan nyata. Anak yang nilai agamanya tinggi tidak menjamin akhlaknya pun tinggi. Anak yang nilai sejarahnya tinggi tidak menjamin dia seorang kader patriot bangsa. Hal demikian juga terjadi pada jenjang Perguruan Tinggi dimana citra mahasiswa dilihat dari kriteria IP (Index Prestasi)-nya. Akibatnya setelah mereka menjadi pemimpin, banyak para pemimpin kita yang memiliki citra banyak pengetahuan tetapi tidak terampil menerapkannya di kehidupan nyata.

Sang Suami: Program Pendidikan yang kurang tepat juga mengakibatkan anak seakan-akan selalu berada dalam arena perlombaan, sehingga anak mengalami kegelisahan. Apalagi karena banyaknya materi pelajaran, dan semua guru berlomba memberikan yang terbaik, maka beban seorang anak semakin berat. Hasilnya hanya perkembangan otak kirinya yang berkembang dengan baik, sehingga dia hampir menjadi seperti robot karena kurang kreatif…… Selama bertahun-tahun, dari TK sampai Universitas, generasi muda di kondisikan dan diprogram untuk berlomba. Dan demi memperoleh citra diri yang pintar dan berpengetahuan mereka selalu mengikuti perlombaan. Programming tersebut tidak berakhir dengan gelar sarjana yang diperoleh, tetapi berlanjut sampai akhir hayat. Apa pun yang dilakukan, di mana pun berada, kita sibuk berlomba. Dan terpengaruh oleh dunia materi, berlombalah anak-anak bangsa kita dalam bidang materi, atau lebih tepatnya mencari citra diri yang unggul dalam bidang materi.

Sang Istri: Lebih parahnya lagi, dalam Ujian Nasional beberapa tahun ke belakang nilai-nilai kelulusan siswa pun rendah, sehingga dibuatlah peraturan-peraturan kompromistis agar kelulusan lebih banyak dan nilainya lebih baik….. Mengapa demikian? Karena kita diprogram untuk menghargai citra atau penampilan. Karena program pendidikan yang lebih berat pada otak daripada hati, maka pengetahuan yang diperoleh bukan untuk memperbaiki akhlak tetapi untuk memperbaiki citra penampilan. Selama manusia belum sadar, pendidikan apa pun tidak akan mengubah sikapnya. Ia justru akan menjadi lebih licik. Ia akan menggunakan topeng. Citra mereka kelihatan moralis, tetapi dalamnya masih keropos. Tadinya masyarakat luas dapat melihat borok mereka dan dapat menghindari mereka, tetapi dengan bekal kepandaian membuat citra, sekarang mereka bisa bertopeng. Mereka dapat menutupi keburukan mereka di balik topeng itu. Kemunafikan kian bertambah……

Sang Suami: Pendidikan yang menitikberatkan kepada otak mempunyai kelemahan. Pikiran mempunyai keterbatasan pengalaman, keterbatasan ilmu pengetahuan, sehingga keputusan pikiran belum sempurna. Bahkan, keyakinan yang bersemayam dalam alam pikiran manusia pun tidaklah permanen, seperti keyakinan agama dan ideologi pun masih bisa berubah bila mendapatkan pemicu yang selaras. Sebagian orang yang merasa beriman sering hanya berupa sebuah conditioning bawah sadar saja. Karena dikondisikan atau dipengaruhi suatu pemahaman tertentu secara berulang-ulang, secara repetitif-intensif, maka pengkondisian atau doktrin tersebut masuk menjadi keyakinan dalam bawah sadarnya…… Tugas pikiran adalah melakukan perbandingan, pemilahan. Jika pikiran dikendalikan oleh subconscious, oleh alam bawah sadar, maka perbandingan dan pemilahan yang dilakukannya akan terjadi dalam “ketidaksadaran”…. Kejujuran dan akhlak tidak dapat dibina melalui peraturan-peraturan, dia harus ditanamkan sejak kecil lewat rasa, lewat hati bukan lewat otak.

Sang Istri: Dalam buku “Wedhatama Bagi Orang Modern” disampaikan….. Pengetahuan yang kita peroleh dari sistem pendidikan kita bertujuan untuk mencerdaskan kita. Tidak demikian dengan Wedhatama. Sri Mangkunagoro rupanya memiliki definisi lain. Wedha berarti “Pengetahuan”. Utama berarti “Yang Tertinggi”. Apabila dilihat dengan meminjam kacamata Sri Mangkunagoro, Pengetahuan yang Tertinggi tidak bertujuan untuk  mencerdaskan otak kita. Pengetahuan Utama tidak untuk membuat kita cerdik atau cerdas, tetapi untuk mengembangkan rasa dalam diri kita. Rasa sinonim dengan batin…… Kembangkan rasa dulu. Jangan bersikeras untuk membuat putra-putri Anda cerdas. Kecerdasan tanpa diimbangi oleh rasa akan membuat mereka manusia yang tidak utuh, manusia yang pincang jiwanya. Mereka akan membahayakan tatanan  kemasyarakatan kita. 

Sang Suami: Kita bisa melihat ciri-ciri orang-orang yang kita diskusikan dalam kaitan persidangan Pak Anand. Mereka hanya hanya butuh citra di mata masyarakat, ada berita mass media, ada warga dilecehkan, ada saksi dan saksi ahli yang memberatkan, ada penyelidikan instansi yang berwenang dan gambaran tersebut sudah cukup dipertanggung-jawabkan bagi masyarakat. Klop dengan gambaran masyarakat yang kompromistis. Semuanya akan bisa diatur, mereka yang berwenang pun bisa dikompromikan. Akan tetapi bila kita membuka mata dengan lebih jeli…..kita akan kaget:

http://www.kapanlagi.com/showbiz/selebriti/saksi-saksi-kasus-dian-mayasari-saling-menjatuhkan.html

Apakah Pelapor TR dan “Saksi lain yang memberatkan dicuci otak”, atau sebenarnya ditanamkan memori palsu karena :

(1)    Sesi Terapi yang diberikan pada Pelapor oleh Terapisnya sangat overdosis (45X dalam kurun 3 bulan) sehingga diduga bisa terjadi penanaman memori palsu secara sengaja, maupun tidak sengaja,

(2)     Terjadinya isolasi dari dunia luar selama 3-4 bulan kepada pelapor TR oleh terapisnya,

(3)    Adanya unsur pengarahan yang diakui terapis ketika melakukan terapi pada pelapor.

(4)    Pelapor TR baru mengingat adanya pelecehan seksual ketika SETELAH dilakukan hipnotherapi, sedangkan menurut American Psychological Association (APA), mereka yang baru mengingat sebuah kejadian pelecehan seksual, setelah menjalani serangkaian program terapi hipnoterapis/hipnosis, biasanya justru mengalami penanaman memori palsu atau False Memory Implant – FMI.

(5)    Terjadinya inkonsistensi pada Kesaksian Pelapor Tara, yang berbeda-beda dari BAP 1 dan BAP 2 dan kesaksiannya di dalam sidang pengadilan. Gejala berubah-rubahnya (inkonsistensi). Kesaksian/pengakuan ini merupakan dampak langsung dari terjadinya Penanaman Memori Palsu atau False Memory Implant.

(6)    Misalnya dalam Surat Dakwaan tertulis: Tempat Kejadian di Fatmawati, tapi di persidangan dikatakan oleh pelapor terjadi di Ciawi.

(7)    Waktu Kejadian antara April – Juni 2009, tapi di persidangan, pelapor ingat waktunya adalah tanggal 21 Maret 2009. Ini adalah bentuk inkonsistensi akibat Penanaman Memori Palsu.

(8)    Pelapor maupun semua saksi korban pernah dihipnoterapi.

(9)    Saksi Ahli Hipnotherapi yang ditampilkan mengaku TAAT UANG di dalam sidang pengadilan, dan sertifikat terapis-nya diragukan. Latar belakang pendidikannya juga diragukan kebenarannya.

(10)Menurut pengakuan terapis di media-media, pelapor diisolasi dari dunia luar selama 3-4 bulan selama proses terapi. Tapi ini juga merupakan langkah pertama untuk dugaan menanamkan memori palsu.

Sang Istri: Demikian pula yang terjadi pada para penyelenggara bidang hukum…… Hanya 10 % pertanyaan yang ditanya tentang Pasal 290 KUHP. Sisa 90%nya ditanya terkait kegiatan, program, pemikiran dan buku-buku A.K yang dijual bebas di toko-toko buku. Ini adalah upaya kriminalisasi pemikiran seseorang…… Kemudian Surat Penetapan Penahanan tertanggal 9 Maret 2011 yang dikeluarkan diduga sangat cacat hukum. Di Kepolisian dan di Kejaksaan, A.K tak pernah ditahan. Penetapan dikeluarkan ketika terdakwa selalu koperatif dalam menghadiri sidang pengadilan sejak Agustus 2010, dan proses pengadilan belum mendengarkan keterangan seluruh saksi. Hakim sudah berpihak ketika proses sidang masih berlangsung di tengah proses persidangan…… Dan tanpa keberanian Pak Anand melakukan mogok makan yang sudah memasuki hari ke 29 dengan berbagai dinamikanya masalah tersebut akan tenggelam sebagaimana banyak kasus ketidakadilan lainnya. Coba kita baca:

http://hukum.kompasiana.com/2011/03/22/himsa-ahimsa/

Tanpa gerakan ahimsa persoalan ketidakadilan Pak Anand tidak akan diketahui masyarakat banyak dan nama baik pak Anand sebagai pejuang kebhinekaan akan tenggelam dalam sejarah bangsa. Sulit mengharapkan pemerintah yang kompromistis menegakkan keadilan. Sekarang kita lihat gerakan puasa tidak makan pak Anand mulai bergema di seluruh Nusantara dan mass media pun mulai memuat perjuangannya…… Bagaimana pun perjuangan Pak Anand akan tercatat dalam sejarah sampai anak cucu kita nanti akan menuntut kita, apa yang kakek nenek lakukan terhadap ketidakadilan pejuang bangsa? Mengapa kita tidak melakukan upaya nyata memperbaiki negri kita. Bukankah Lama setelah penyaliban Gusti Yesus, baru masyarakat luas mengakui perjuangannya…….

Sang Suami: Semoga semakin banyak masyarakat yang bergerak untuk menegakkan kebenaran, menyembuhkan borok penyakit bangsa….. Seperti istilah leluhur bahwa tugas para satria adalah “Mangasah mingising budi, mamasuh malaning bumi  lan mamayu hayuning bawono”, meningkatkan kesadaran, membersihkan borok penyakit bangsa dan memperindah negeri kita.

Situs artikel terkait

http://www.oneearthmedia.net/ind/

http://triwidodo.wordpress.com

http://id-id.facebook.com/triwidodo.djokorahardjo

http://www.kompasiana.com/triwidodo

April 2011

Share on FacebookTweet about this on TwitterShare on Google+Email this to someone