Ketika di wawancarai oleh Metro TV dalam program News Maker, Ketua Tim Rehabilitasi NII Crisis Center, Sukanto, mengatakan bahwa cara terampuh untuk melawan gerakan bawah tanah NII adalah dengan memanfaatkan ketakutan NII terhadap sorotan publik. NII adalah sebuah gerakan bawah tanah yang sangat takut dengan perhatian dari publik, oleh karenya ketakutan ini dapat dimanfaatkan untuk melawan NII. Selama ini korban-korban NII takut berbicara, karena di anggap aib, dan kemudian terjadi pemakluman. Dan hal inilah yang kemudian menyebabkan NII leluasa bergerak dan merekrut anggota, menurut Sukanto korban NII harus berani berbicara, jangan takut di ancam akan di bunuh oleh anggota NII karena ancaman itu adalah bohong, jangan untuk membunuh untuk tampil terbuka di depan publik saja mereka tidak berani. Dengan banyak korban yang berbicara terbuka, maka modus operandi NII yang sudah terstandarisasi dapat di ketahui oleh masyrakat luas dan dapat di antisipasi.
Kembali Kepada Pancasila Dan Bhineka Tunggal Ika
Mudahnya NII bergerak merekrut anggota, yang kemudian anggotanya tersebut di perintah mencari dana yang kemudian dananya itu sendiri tidak tahu di gunakan untuk apa. Adalah di karenakan kurangnya pemahanan tentang pancasila dan bhineka tunggal ika. Menurut Ketua Tim Rehabilitasi NII Crisis Center, Sukanto, bahwa pola berpikir anggota NII dalam menjaring anggota kira-kira seperti ini :
“Negara kita ini berazaskan apa ?”
“Pancasila”
“Pancasila Yah, berarti bukan Islam ya”
“Bukan pancasila”
“Berarti kafir, karena bukan Islam”
“Hah ? kok bisa ?”
“Kamu pilih Islam atau pancasila”
“Yak arena saya orang Islam saya pilih Islam dong”
“Maka berjuanglah bersama kami, mereka itu kafir”
Pola berpikir seperti itulah yang di pergunakan ketika merekrut anggota baru, ketidak pahaman tentan pancasila yang mengandung intisari keluhuran setiap agama dan juga tidak memahaminya essensi perbedaan, bahwa sesungguhnya di dalam perbedaan itu kita adalah satu, kita memiliki nilai-nilai kemanusian dan nilai-nilai kemanusiaan itulah sifat-sifat Tuhan.
Pernah seorang teman yang kebetulan telah memahami pancasila dan bhineka dengan baik mesiki dia adalah seorang muslimah yang menggunakan jilbab , pada suatu waktu di datangi oleh 2 orang yang ternyata adalah anggota NII yang sedang mencari anggota baru. Untuk beberapa hari teman tersebut meladeni untuk memuaskan rasa ingin tahunya terhadap modus oprandi anggota NII dalam menjading anggota baru, bahkan sempat sholat berjamaan di sebuah mesjid. Namun setelah arahnya jelas, teman saya langsung to the point “Segala upaya untuk menjadikan Indonesia sebagai Negara beragama (bersyariat) akan gagal, karena semanggat kepancasilaan dan kebhinekaan akan menjadi penghalangnya”
Mendengar perkataan yang tegas dan lantang tersebut kemudian ke 2 orang anggota NII tersebut menjaih dengan sendirinya, perlu ketegasan dari kita, perlu komitmen dari kita semua untuk menjaga keutuhan Indonesia, atau kita akan terpecah belah menjadi beberapa Negara bagian. Seperti yang dikhawatirkan oleh KH Hasyim Muzadi
KH Hasyim Muzadi: Paksakan Jadi Negara Agama Indonesia Pasti Terpecah
Menurut mantan Ketua Umum PBNU itu, di Indonesia harus dikembangkan sebuah konsep pluralisme sosiologis agar tidak terjadi konflik yang bisa memecahbelah NKRI. Jadi, definisi mengenai pluralisme harus diperjelas, yaitu pluralisme sosiologis bukan pluralisme teologis. “Saya berkali-kali bilang bahwa pemerintah tidak punya konsep terpadu, utuh, dan integrated memberantas terorisme. Jadi, wajar bila teroris terus muncul, dan pelakunya semakin banyak,” papar Sekjen International Conference of Islamic Scholars (ICIS), KH Hasyim Muzadi
“Pluralisme belum didefinisikan secara baik. Di sini terjadi kekacauan tentang pluralisme. MUI marah-marah karena menuduh pluralisme teologis. Sementara yang HAM menganggap teologis maupun sosiologis itu hak manusia. Pluralisme sosiologis diartikan masing-masing orang yang beragama tidak usah dicampuri imannya. Ibadahnya biarkan berjalan sendiri. Namun, hubungan antar manusia harus tetap berjalan dalam usaha membangun Negara”.
Hubungan kita sebagai hamba dengan Tuhan sebagai Tuan adalah hubungan yang sangat sakral, sangat suci, tidak boleh di umbar-umbar, hubungan yang sangat pribadi.
Hasyim menambahkan : “Mereka ingin teks agama masuk negara, hingga menjadi negara Islam. Ini memungkinkan kalau Indonesia mono-agama, seperti Saudi Arabia. Tapi kalau multi agama. Mana mungkin negaranya dimonokan dalam satu agama?.
Maindset ini awal masalahnya. Apakah NKRI selamat atau tidak, tergantung mau atau tidak menerima konstelasi seperti ini. Teman-teman dari Timur Tengah yang pemikirannya ingin membuat Indonesia sebagai negara Islam adalah pangkal dari konflik.”
Solusinya Adalah perbaikan Kesadaran
“Sekarang masih condong pada masalah security, belum pada akar masalahnya, yaitu ideologi. Hal ini bisa dilakukan dengan enlightment ideology, baru dilapisi dengan intelijen, politik, dan hukum. Seharusnya semua kalangan bisa memberikan enlightment sebagai nilai kehidupan, bukan malah mengkafirkan orang lain.” Tambah Hasyim
Tidak ada cara lain mindset kita semua harus di benahi, kita semua saat ini dan sekarang juga harus mulai mengurusi diri sendiri, harus mulai memberdaya diri sendiri, jangan sibuk mengurusi agama dan keagamaan orang, jangan hanya sibuk memperhatikan orang lain beribadah atau tidak sehingga sampai tidak dapat menyadari bahwa ibadahnya sendiri sudah tidak khusuk lagi.
Mari kita perbaiki kesadaran diri kita masing-masing seperti yang di ungkapkan oleh pak Hasyim agar terciptanya masyarakat yang berkesadaran.
= = = =
Di Publikasikan di :
http://www.surahman.com/
http://www.oneearthmedia.net/ind
http://www.facebook.com/su.rahman.full
http://www.kompasiana.com/surahman