Para Pandawa selalu ingat wejangan Bhagawan Abyasa, Sang Kakek Agung yang menyampaikan nasehat agar mereka menggunakan waktu 12 tahun di hutan, yang telah diskenario oleh Keberadaan, untuk mengembangkan jiwa dan meningkatkan kesadaran mereka. Pengembangan jiwa dan peningkatan kesadaraan sangat penting untuk menghadapi perang Bharatayuda di luar maupun perang batin di dalam yang setiap saat selalu berkecamuk di dalam diri selama hayat masih dikandung badan..
Kala Arjuna pergi bertapa mencari senjata andalan, Bhima melindungi saudara-saudaranya dan Drupadi dalam pengembaraan di hutan. Pada suatu hari Drupadi menemukan bunga saugandhi dan minta Bhima mencarikan tanaman bunga yang sangat harum tersebut guna ditanam di hutan di tempat mereka tinggal. Bhima mengikuti bau harum bunga dan naik ke atas gunung. Dalam perjalanan, dia bertemu dengan kera raksasa berwarna putih yang sedang beristirahat. Bhima minta sang kera menepi karena dia akan melewati jalan setapak tersebut. Sang Kera sengaja menggoda dan menanyakan dirinya itu siapa yang berani menyuruh seekor kera yang sedang beristirahat untuk menepi. Bhima mengatakan bahwa dirinya adalah Bhima, saudara kedua Pandawa yang juga disebut Bayuputra, karena masih keturunan dari Bathara Bayu yang menguasai angin. Bhima juga mengatakan bahwa dia juga mempunyai saudara seekor kera, keturunan Bathara Bayu di zaman Tetra Yuga bernama Hanuman yang menjadi idola para manusia, oleh karena itu Bhima minta supaya sang kera minggir. Sang kera minta agar Bhima memindahkan ekornya agar bisa lewat. Ternyata Bhima yang perkasa tidak sanggup memindahkan ekor sang kera. Keangkuhan Bhima hancur berkeping-keping, baru kali ini Bhima menyerah dan mengakui kekuatan Sang Kera, “Wahai Kera sakti , aku mohon maaf atas kesalahanku yang memaksakan kehendakku, mulai saat ini aku tidak akan lagi memaksakan kehendak.” Sang Kera tertawa, “Bhima kutunggu 5.000 tahun untuk bertemu denganmu, akulah Hanuman saudaramu.” Hanuman memeluk Bhima dan Bhima sangat terharu bertemu saudaranya Sang Putra Bayu. Hanuman memberi petunjuk kepada Bhima bagaimana menjalani hidup dengan penuh pengabdian dan perlunya yakin kepada diri sendiri. Hanuman memberi nasehat agar Bhima berjuang menegakkan dharma tanpa pamrih dan perlunya menemukan jatidiri sehingga kita tidak akan goyah dengan berbagai prahara ataupun kegemerlapan dunia.
Semua yang dilakukan Hanuman hanyalah untuk menyenangkan Sri Rama (Dia Yang Berada Di Mana-Mana). Ego-nya telah dilampaui. Hanuman adalah bhakta, panembah yang sempurna. Hanuman melakukan devosi (bhakti) yang murni. Hanuman membantu membuat jembatan ke Alengka, berkelahi dengan para raksasa, mencari tanaman obat untuk Laksmana dan dia bekerja tanpa pamrih pribadi dan semata-mata segala perbuatannya hanyalah untuk menyenangkan Sri Rama. Oleh karena tindakan-tindakannya, Hanuman dikaruniai usia ribuan tahun (Chiranjiwin), dia akan hidup selama kebesarannya masih disuarakan di dunia. Hanuman menghubungkan antara seorang bhakta, panembah dengan Hyang Widhi. Hanuman bertugas melayani, melindungi dan memberi inspirasi kepada bhakta, panembah Hyang Widhi.
Bukan suatu kebetulan bahwa Bhima medapat “dharsan”, penampakan ilahi dengan Hanuman, kejadian tersebut adalah karunia Ilahi semata. Hanuman mengatakan bahwa dalam perang Bharatayudha dia akan berada pada bendera kereta Arjuna yang dikendalikan oleh sais Sri Krishna, Hanuman akan memberi semangat para prajurit Pandawa berperang melawan Korawa. Hanuman mengajari Bhima tentang ketakterbatasan dalam diri manusia. Hanuman memfokuskan semua energinya untuk melakukan bhakti terhadap Sri Rama. Kemudian karena rasa kebahagiaan dalam melakukan devosi tersebut, maka Hanuman bebas dari kecapaian fisik.
Dalam buku “The Hanuman Factor Life Lessons from the Most Successful Spiritual CEO”, Anand Krishna, Gramedia Pustaka Utama, 2010 disampaikan…….. Hanuman adalah putra angin, paling bijak, paling cepat dan paling kuat diantara kera. Kelemahan utama manusia adalah tidak bijak. Kita mungkin menguasai bermacam-macam pengetahuan. Kita mempunyai gelar dan penghargaan. Akan tetapi semua itu tidak menjamin kita menjadi bijak. Kebijakan adalah pengetahuan yang sudah tercerna yang telah menjadi bagian dari keberadaan kita. Angin berada di mana-mana bermakna luas, lembut dan tak terbatas. Dan, elemen angin ini ada dalam diri kita yang perlu ditumbuh-kembangkan. Elemen angin juga berhubungan dengan kekuatan, intelegensia atau kebijakan dan pengetahuan atau skill. Kekuatan angin tersebut dapat menghalau awan kebodohan dan delusi. Kuat, bijak dan skill ketiganya sangat penting. Kita tidak dapat mencapai keberhasilan bermodalkan otot saja…….
Manusia mempunyai potensi ketiga faktor tersebut, kuat, bijak dan skill yang perlu dikembangkan. Selanjutnya Hanuman juga mempunyai sifat berani. Keberanian adalah sifat alami manusia. Kita dilahirkan lewat orang tua dan para leluhur kita yang bila ditelusuri mereka bisa melahirkan putra-putri setelah selamat dari berbagai bencana, kecelakaan dan perang. Kita mempunyai warisan genetik sebagai makhluk perkasa. Bila leluhur kita tidak perkasa dan tidak selamat dari berbagai bencana, dia akan mati sebelum menurunkan putra-putrinya yang menjadi leluhur kita.
Hanuman telah berjuang meningkatkan harkat kehewanian, bahkan kemanusiaan menuju keilahian dalam dirinya. Hanuman telah memaksimalkan semua potensi dalam dirinya. Dan semua tindakannya hanya dipersembahkan kepada Sri Rama. Hanuman pasrah sepenuhnya kepada Sri Rama. Pasrah bukan berarti malas dan tidak bekerja. Mind Hanuman-lah yang tidak bekerja dengan susah payah, tetapi intelegensia ilahi membimbingnya. Seorang Guru menanam benih kesadaran pada diri sang murid. Bila sang murid telah membabat habis tanaman rumput egonya, maka yang tersisa hanyalah tanaman kesadaran Sang Guru. Sang murid bertindak atas tanaman kesadaran Sang Guru bukan bertindak atas upaya egonya.
Bhima telah mendapat darshan dengan Hanuman dan pertemuan tersebut mengembangkan benih kebijaksanaan dalam diri Bhima. Dalam buku “Soul Quest, Pengembaraan Jiwa dari Kematian Menuju Keabadian”, Anand Krishna, Gramedia Pustaka Utama, 2004 disampaikan…… Dalam tradisi India, pertemuan dengan seorang suci bukanlah pertemuan biasa. Pertemuan itu adalah darshan atau “melihat sekilas” kesucian yang sudah ada dalam diri kita melalui Sang Master. Seorang Guru bagai sebuah cermin di mana seorang pengikut dapat bisa melihat dirinya sendiri, wajah “asli”-nya sendiri. Seorang Master adalah masa depan muridnya dan seorang murid adalah masa lalu seorang Master dan mereka bertemu dalam kekinian. Kehadiran seorang Master adalah berkah yang langka. Pengenalannya akan dirimu membuatmu mengenal dirimu sendiri. Ya, ia telah membuat saya tahu siapa diri saya sebenarnya. Itulah yang dilakukan oleh seorang Master kepada pengikutnya. Seorang pengikut, seorang murid harus reseptif, kalau tidak, tidak akan terjadi apa-apa. Ada beberapa tingkat reseptivitas, seperti ada beberapa tingkat dalam Kesadaran. Kesadaran tergantung para tingkat reseptivitasnya. Master mengetahui tingkat reseptivitasnya. Bukan kau yang memutuskan. Seorang Master-lah yang mengevaluasinya. Dan kau telah menemukan seorang Master yang sesuai dengan tingkat reseptivitasmu…….
Sayang pandangan Bapak Anand Krishna tentang Guru sering disalahpahami dengan menanggap pengkultusan terhadap diri beliau. Dalam 140-an buku karyanya, belum pernah ada satu kalimat yang menyatakan bahwa beliau sebagai guru. Silakan lihat….
http://anandkrishna.org/english/index.php?isi=about%2Findex.lbi
http://www.freeanandkrishna.com/
Para leluhur kita menggambarkan persamaan antara Bhima dengan Hanuman. Mereka berdua mempunyai Kuku Pancanaka. Secara filosofis, “kuku” terkait makna “kukuh”, teguh dan kuat keyakinan; panca = lima; naka = emas. Kuku Pancanaka diartikan kekuatan yang mampu mengendalikan panca indera. Kuku Pancanaka ini adalah pusaka untuk mengalahkan musuh di dalam diri, dengan menggenggam seluruh jari di kedua tangan erat-erat, mengendalikan kelima indera. Bhima dan Hanuman juga memakai kain poleng hitam putih yang sama. Makna filosofis kain poleng rwabhineda itu adalah dua sifat yang bertolak belakang, yakni hitam-putih, baik-buruk, utara-selatan, panjang-pendek, tinggi-rendah yang melambangkan ketegasan dalam ulah spiritual.
Bhima yang kembali ke tengah-tengah Pandawa dan Drupadi membawa tanaman saugandhi adalah Bhima yang sudah menemukan jatidiri. Bhima sadar akan kebuddhaan, jatidirinya. Bhima sadar akan dharmanya, peran yang diberikan kepadanya sebagai “angin”. Dan, Bhima sadar bahwa sangha, support group yang mempertahankan kesadarannya adalah Pandawa. Kita melihat para tokoh mahasiswa yang menganggap diri mereka seperti Bhima, akan tetapi mereka belum menyadari jatidiri mereka, melupakan dharma mereka setelah mendapatkan kekuasaan, dan memilih sangha kelompok yang salah yang menurunkan tingkat kesadaran mereka. Para pemimpin perlu membaca ulang Mahabharata…….
Para leluhur kita juga menggambarkan penemuan jati diri manusia dengan perjalanan batin Bhima dalam kisah Dewaruci. Hyang Widhi adalah “Sangkan Paraning Dumadi”, asal usul dan tujuan akhir makhluk. Leluhur kita menyebutnya “tan kena kinaya ngapa”,tak dapat disepertikan, Acintya. Perjalanan manusia menemukan Tuhannya digambarkan seperti perjalanan Bhima, kesatria Pandawa mencari Tirta Perwita Suci. Sebelum bertemu dengan Dewaruci, Bhima dalam hutan belantara dunia harus menaklukkan para raksasa keduniawian, dan di samudera kehidupan harus mengalahkan naga ganas ego yang membelitnya dengan kuat dan erat. Dengan kesungguhan hatinya, semua penghalang dapat diatasi dengan kuku pancanaka, pengendalian panca indera, dan Bhima bertemu dengan Dewaruci, wujud kembarannya yang kecil. Dewaruci meminta Bhima memasuki dirinya lewat telinganya. Pada awalnya Bima ragu-ragu, wujud dirinya besar sedang wujud Dewaruci kecil. Dewa Ruci mengatakan, besar mana antara diri Bhima dengan samudera dan jagad raya, karena seluruh jagad raya ini bisa masuk ke dalam dirinya. Di sini para leluhur menggambarkan Bhima sudah melampaui logika dan masuk dalam keyakinan yang hakiki. Apa pun yang diyakini dengan sungguh pasti bisa, logika harus dilampaui.
Leluhur kita menggambarkan wadag, raga ini sebagai warangka, sarung keris, sedang ruh kita adalah curiga, kerisnya. Manusia hidup di alam ini disebut curiga manjing warangka, keris di dalam sarungnya. Setelah manusia sadar atas ketidaksempurnaan duniawi ini dan dapat melepaskan dari belitan naga ganas mind-ego dan yakin pada dirinya yang sejati, maka dia dapat memasuki dirinya yang sejati, seperti Bima yang memasuki Dewaruci. Di dalam diri Dewaruci ini ternyata sangat luas, alam pun berada pada dirinya. Leluhur kita menggambarkan peristiwa ini ibarat warangka manjing curiga, sarung keris masuk kedalam keris, kodok ngemuli lenge, katak menyelimuti liangnya, Manunggaling Kawula Gusti, bersatunya makhluk dengan Keberadaan. Selama ini manusia diibaratkan golek banyu apikulan warih, manusia mencari air sedangkan dia sendiri memikul air. Manusia tidak paham akan jati dirinya.
Dalam Bhagavad Gita 13:1-2, Sri Krishna menjelaskan: Badan kasat ini bagaikan lapangan bermain atau Kshetra dan ia yang menyadari hal ini disebut Kshetrajna. Ketahuilah bahwa “Sang Aku” itulah sebenarnya yang disebut Kshetrajna. Pengetahuan tentang Kshetra dan Kshetrajna ini yang kuanggap Pengetahuan Sejati.
Perintah Guru Drona itu sesungguhnya sanepan, simbolis untuk memahami Ilmu Kehidupan. Kayu Gung Susuhing Angin, pohon raksasa sarangnya angin di puncak Gunung Reksamuka, penguasa wajah. Artinya adalah batang hidung, sarang untuk bernapas yang terletak di wajah manusia sendiri, “reksamuka”. Tujuannya agar orang mengetahui bahwa napas itu adalah pokok hidup manusia. Bila napas berhenti maka itulah tandanya orang itu sudah mati. Bhima diminta melaksanakan meditasi, dengan memperhatikan napas. Sedangkan Tirta Perwita Suci di tengah Samudera Minangkalbu adalah sumber kehidupan yang hanya bisa dikenali dengan bantuan kalbu. Makna yang disimbolkannya adalah, untuk mengenal sumber kehidupan hanya bisa dicapai dengan bantuan kalbu atau nurani kita sendiri.
Para leluhur menggambarkan bahwa Bhima telah mencapai tingkat kesadaran yang tinggi, yang sangat diperlukan dalam menghadapi pergolakan batin yang akan terjadi pada perang besar Bharatayuda.
Bhima sangat dihormati masyarakat Nusantara, Arca Kunta Bima bahkan ditempatkan di Candi Borobudur, Kabupaten Magelang sebagai tanda bahwa Raja pembangun Candi Borobudur yang beragama Buddha pun menghormati Bhima, idola masyarakat setempat. Arca Bima atau Kunta Bima digambarkan sebagai Bhima duduk bersila dengan sikap tangan dharmacakramudra. Ini isyarat pergerakan roda dharma.
Situs artikel terkait
http://www.oneearthmedia.net/ind/
http://triwidodo.wordpress.com
http://id-id.facebook.com/triwidodo.djokorahardjo
http://www.kompasiana.com/triwidodo
http://twitter.com/#!/triwidodo3
Mei 2011