May 7, 2011

Renungan Kebangsaan: Figur Permaisuri Yang Ambisius Dalam Kisah Mahabharata

Kita melihat kecenderungan di negara kita, bahwa setelah seorang pejabat meletakkan jabatannya, ternyata dia telah mengusahakan kerabatnya untuk menggantikannya, dan hal itu dimungkinkan karena sistem pemilihan Kepala Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden dipilih langsung oleh masyarakat. Bahkan dalam pemilihan Kepala Desa di daerah terpencil pun, hal yang sama kerap terjadi . Dalam hal ini pengaruh istri sang mantan pejabat mungkin nampak mungkin tidak, mungkin dia yang mendorong suaminya, mungkin pula tidak. Akan tetapi para leluhur sudah menggambarkan kisah seorang permaisuri yang ambisius yang setelah beberapa generasi anak keturunannya sendiri saling bunuh dalam perang mahabesar Bharatayudha.

Dewi Durgandini mempunyai ambisi agar keturunannya menjadi Raja Hastina. Dewi Durgandini adalah seorang janda cantik dengan satu putra, dimana Raja Hastina, Prabu Santanu ingin mempersuntingnya. Dewi Durgandini telah berputra Abyasa atas perkawinan sebelumnya dengan Resi Parasara. Dewi Durgandini hanya mau kawin dengan raja Prabu Santanu, apabila anak-anaknya kelak menjadi Raja Hastina.

Dikisahkan Prabu Santanu sedang dalam kesedihan yang mendalam akibat kematian istrinya yang telah memberikan seorang putra yang meningkat dewasa bernama Dewabrata. Pemerintahan Hastina biasa diserahkan kepada sang putra karena Prabu Santanu sering berburu ke hutan untuk menghilangkan kesedihan. Dalam kesedihan itulah dia bertemu dengan Dewi Durgandini dan jatuh cinta. Permintaan Durgandini agar anaknya menjadi raja Hastina, menambah kepusingan sang raja. Sang Prabu Sentanu sangat bingung, yang berhak menjadi putra mahkota adalah Dewabrata yang nantinya dikenal sebagai Bhisma, kalaupun Bhisma bersedia mengalah, maka anak keturunan Bhisma tetap akan menuntut haknya, dan akan terjadi perang saudara pada wangsa Kuru, dinastinya.

Demi  kecintaan Bhisma terhadap negara Hastina, agar tidak terjadi perang saudara di kemudian hari, Bhisma bersumpah tidak akan kawin. Pengorbanan Bhisma yang begitu besar meningkatkan spiritual Bhisma, sehingga dia mendapat anugerah Hyang Widhi untuk bisa menentukan kapan saatnya meninggalkan jasadnya di dunia di kemudian hari. Bagi Bhisma pengabdian dan bhaktinya hanya untuk Ibu Pertiwi, untuk Hastina. Bhisma tidak melarikan diri ke puncak gunung sebagai pertapa. Dharma bhaktinya adalah mempersatukan negara. Kita melihat perbedaan nyata antara kecintaan Bhisma terhadap tanah tumpah darah dan kecintaan Dewi Durgandini terhadap ambisi pribadi.

Perkawinan Dewi Durgandini dengan Prabu Sentanu melahirkan dua orang putra, Citragada dan Wicitrawirya. Citragada seorang yang sakti, akan tetapi sombong dan akhirnya mati sebelum kawin. Sedangkan Wicitrawirya adalah seorang yang lemah dan diperkirakan akan kalah dalam sayembara untuk mendapatkan pasangan seorang putri raja. Dewi Durgandini sangat sedih melihat nasib putra-putranya, tetapi dia tidak mau menyerah, dia membujuk Bhisma untuk mencarikan jodoh bagi Wicitrawirya.

Ketika Raja Kasi mengadakan sayembara bagi tiga putrinya, demi pengabdiannya kepada kerajaan Hastina, Bhisma ikut bertanding, menang dan memboyong ketiga putri untuk diberikan kepada Wicitrawirya. Dewi Ambalika dan Dewi Ambika menerima kondisi tersebut, akan tetapi Dewi Amba menolak, Dewi Amba hanya mau kawin dengan Bhisma. Bhisma mengatakan bahwa dirinya telah bersumpah tidak akan kawin demi keutuhan Hastina. Bhisma menakut-nakuti Dewi Amba dengan anak panah yang secara tidak sengaja terlepas dan membunuh Dewi Amba. Bhisma tertegun, demi Hastina tanpa sengaja dia telah membunuh seorang wanita, Bhisma sadar dia pun nantinya harus terbunuh oleh seorang wanita juga.

Pengabdian Bhisma rupanya hampir sia-sia, karena Wicitrawirya pun meninggal sebelum memberikan putra. Dewi Durgandini yang juga tidak mau menyerah, meminta Abyasa putera Durgandini dengan Resi Parasara untuk menikahi Dewi Ambalika dan Dewi Ambika. Abyasa patuh terhadap ibunya walau sebenarnya tidak sreg memperistri mereka. Hidupnya sudah dipersembahkan kepada Hyang Widhi, dia mengumpulkan kitab-kitab Veda, dia ingin catatan-catatannya nantinya dapat mencerahkan umat manusia. Akan tetapi karena merupakan Kehendak Hyang Widhi, Abyasa melakukan Kehendak-Nya.

Alkisah, untuk menguji ketabahan Dewi Ambalika dan Ambika, konon Abyasa membuat dirinya berwajah mengerikan. Ketika berhubungan suami istri dengan Abyasa yang berwajah mengerikan, Dewi Ambalika menutup mata, dan lahirlah Destarastra yang buta. Sedangkan Dewi Amba melengoskan leher dan pucat pasi melihat wajah Abyasa yang mengerikan, sehingga lahirlah Pandu yang ‘tengeng’, lehernya miring dan pucat. Setelah memenuhi keinginan ibunya, Abyasa meneruskan pekerjaan mulianya di luar istana.

Ambisi Dewi Durgandini untuk membuat anak keturunannya menjadi raja dalam perjalanannya mengalami banyak hambatan, bahkan akhirnya telah mengakibatkan anak cucunya, putra-putra Destarastra dan putra-putra Pandu melakukan perang saudara dalam perang Bharatayuda yang menghancurkan dunia. Pandawa dan keturunannya, RajaParikesit pun sebetulnya merupakan anak keturunan Dewi Kunti yang menggunakan mantra pembuat keturunan dari Resi Durwasa tanpa hubungan suami istri dengan Pandu, cucu Dewi Durgandini. Anak keturunan Dewi Durgandini lewat Destarastra pun punah akibat perang Bharatayuda.

Di dalam diri kita pun terdapat potensi Dewi Durgandini yang tidak kenal lelah untuk merealisasikan hasrat kita. Apabila di depan kita tersedia peluang, bukan tidak mungkin kita pun akan bertindak sama seperti Dewi Durgandini. Yang diperlukan adalah sebuah perenungan yang dalam dengan penuh kesadaran…….  Perkawinan awal Dewi Durgandini dengan Parasara, yang tanpa nafsu duniawi dan penuh kasih telah melahirkan Bhagawan Abyasa yang akan dikenang sepanjang masa sebagai penulis kitab Mahabharata dan kitab Veda. Dulu keinginan Durgandini kawin dengan Resi Parasara hanya untuk menyembuhkan penyakitnya yang berupa bau tubuh yang “amis, bacin” sehingga mengganggu semua orang yang dekat dengan dirinya. Sedangkan perkawinan dengan Prabu Santanu ingin mempunyai putra seorang raja. Dewi Durgandini yang berbahagia sebagai istri seorang resi yang sederhana berubah karakternya melihat kegemerlapan seorang raja.

Kita juga melihat dalam diri Dewi Durgandini terdapat potensi yang melahirkan Abyasa yang waskita yang mengabdikan diri untuk kepentingan kemanusiaan. Dalam diri Prabu Santanu pun terdapat potensi yang diwarisi Bhisma yang bijak yang mengabdikan diri untuk kepentingan negara. Dalam diri kita semua pun terdapat potensi untuk mengembangkan diri kita dari sifat egoistis menjadi sifat penuh kasih terhadap sesama. Dan itu dapat terjadi apabila kita mencintai orang lain sama seperti mencintai diri kita sendiri. Ada sebuah nasehat yang apabila dipraktekkan setiap saat akan mengikis sifat ego kita……. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesama manusia seperti dirimu sendiri…….

Bapak Anand Krishna dalam buku “Jalan Kesempurnaan melalui Kamasutra”, Gramedia Pustaka Utama, 2004 menyampaikan……… Napsu atau passion hendaknya tidak selalu dikaitkan dengan seks. Obsesi dengan harta atau kekayaan, dengan nama atau ketenaran atau kekayaan, dengan nama atau ketenaran dan dengan jabatan atau kedudukan semuanya adalah passion, napsu. Semuanya ini terjadi apabila kita belum mengalami peningkatan kesadaran. Mereka yang terobsesi oleh seks, oleh harta, oleh nama, oleh jabatan tidak akan pernah mengalami cinta dalam kehidupan. Mereka belum tahu cinta itu apa. Mereka belum punya cinta dalam diri mereka. Dari seks, dari birahi ke cinta dan dari cinta ke kasih, peningkatan kesadaran ini yang dibutuhkan oleh dunia kita saat ini. Kasih atau compassion adalah birahi terhadap alam semesta. Bila napsu birahi, passion terhadap seorang dapat ditingkatkan menjadi birahi terhadapalam semesta maka menjadi compassion. Passion berhubungan dengan ego pribadi atau kelompok, sedangkan compassion berhubungan dengan kepentingan masyarakat luas, kepentingan bangsa, kepentingan umat manusia.

Durgandini adalah seorang istri yang ambisius yang memiliki semangat yang luar biasa. Apabila dia dapat mengubah ego pribadi berkembang menjadi kepentingan umum, mengubah dari passion menjadi compassion, maka dia menjadi rahmat bagi alam semesta. Kita tahu bahwa di belakang Baginda Nabi ada Chadijah, di belakang Gusti Yesus ada Maria Magdalena…. Di belakang Pandawa ada ibunda Kunti….. mereka adalah wanita-wanita penuh compassion. Dalam diri mereka terdapat sifat caring, loving and sharing…….

Dalam buku “Jalan Kesempurnaan melalui Kamasutra” tersebut juga disampaikan……… bahwa kita ditakdiran untuk mencicipi manisnya kasih dan untuk menyebarkannya. Itulah tugas utama kita, tetapi kita telah melupakannya. Tidak ada tujuan lain dalam hidup ini. Pembangunan kita dapat ditunda; peningkatan kesejahteraan rakyat dapat ditunda, semuanya dapat ditunda tetapi kasih tidak dapat ditunda lagi. Kita sedang menuju ambang kehancuran. Pembangunan yang kita banggakan, teknologi yang kita banggakan tidak sesuatu pun dapat menyelamatkan kita kecuali kasih. Hari ini juga, saat ini juga, detik ini juga, komitmen kita terhadap kasih harus diperbaharui!

Komitmen kasih terhadap sesama bukan berarti kita harus meninggalkan kenyamanan. Akan tetapi kita pun tidak menyetarakan kenyamanan dunia dengan kebahagiaan ilahi. Kenyamanan dunia dipergunakan untuk mencapai kebahagiaan Ilahi. Dalam buku “Jalan Kesempurnaan melalui Kamasutra”, disampaikan……… Menurut ajaran-ajaran Tantra, kita tidak usah melepaskan yang duniawi untuk mencapai kesadaran rohani. Yang duniawi dan rohani bisa jalan bersama. Dunia merupakan anak tangga yang dapat mengantar kita ke puncak kesadaran Rohani. Bagaimana kita dapat meninggalkan dunia ini? Seseorang yang dapat mencapai kesadaran spiritual adalah seseorang yang sudah puas dengan segala sesuatu yang bersifat duniawi. Kalau belum puas, kalau masih ada obsesi terhadap benda-benda duniawi, kita tidak akan berhasil meningkatkan kesadaran. Kesadaran kita akan tetap berada pada tingkat bawah. Hampir tidak ada kemungkinan untuk meningkatkannya. Akan terjadi penarikan-penarikan diri alam bawah sadar kita sendiri. Berbagai keinginan dan obsesi yang tidak terpenuhi akan menghantui kita. Perjalanan rohani hampir tidak mungkin. Karena itu, kepuasan badaniah sangat penting, kepuasan duniawi sangat penting, bahkan sangat menentukan keberhasilan kita dalam bidang spiritual. Sejak kita menganggap wayang sebagai dongeng, sejak kita mulai menghina budaya asal kita sendiri, sejak itu pula kita mengalami degradasi moral. Pelajarilah sejarah kita, sekali lagi, secara obyektif…….

Demikian bijak pandangan Bapak Anand Krishna tentang passion dan compassion. Akan tetapi justru karena pandangan bijak untuk menghargai budaya dan persatuan bangsa tersebut Pak Anand Krishna mendapatkan pengadilan yang tidak fair. Dalam pengadilan yang berlarut-larut hanya sekitar 10% yang menyangkut pelecehan seksual, yang juga tidak terbukti. Saksi-saksi yang memberatkan selalu berubah-ubah kesaksiaannya dan saling bertentangan satu dengan yang lain. TR, si pelapor juga belum melengkapi diri dengan visum sebagaimana layaknya sebuah pelecehan seksual, bahkan berhembus berita bahwa dia masih virgin. Yang diadili adalah pemikiran kebangsaan Pak Anand yang mencapai sekitar 90% dalam sidang pengadilan. Padahal pandangan Pak Anand tersebut sudah ditulis dalam 140 buku yang dijual bebas di tengah masyarakat dan tidak bermasalah. Silakan lihat http://freeanandkrishna.com

Semoga para hakim yang mengemban amanah Tuhan tidak melenceng dari amanah yang diembannya untuk menegakkan keadilan. Kita selalu mendengar bahwa hakim mempunyai wewenang memutuskan sesuai keyakinannya dan itu sah sesuai hukum. Yang kita tunggu adalah para hakim yang tidak menyalahgunakan wewenangnya, yang memutuskan dengan hati nuraninya. Yang kita tunggu adalah para wanita yang tidak meniru Dewi Durgandini untuk memenuhi hasratnya dengan segala cara, tetapi para wanita seperti Dewi Kunti yang penuh kasih terhadap sesama, atau seperti Woro Srikandi yang teguh berjuang menegakkan kebenaran……..

Situs artikel terkait

http://www.oneearthmedia.net/ind/

http://triwidodo.wordpress.com

http://id-id.facebook.com/triwidodo.djokorahardjo

http://www.kompasiana.com/triwidodo

Mei 2011

Share on FacebookTweet about this on TwitterShare on Google+Email this to someone