July 16, 2011

Renungan Bhagavatam: Hikayat Sungai Gangga, Perjuangan Tak Kenal Lelah Demi Leluhur

Raja Bahuka dari dinasti Surya meninggal dan salah seorang istrinya akan masuk tempat pembakaran mayat. Sang istri dihentikan para resi karena mereka mengetahui bahwa ia sedang hamil. Isteri yang lain kemudian menjadi iri karena hanya dia yang hamil. Berarti hanya istri tersebut yang akan menurunkan seorang putra mahkota. Para istri Bahuka lainnya mencampur racun dalam makanan istri Bahuka yang sedang hamil tersebut. Harapan mereka gagal, sang anak tetap lahir dan menjadi putra mahkota. Dia dinamakan Sagara, dia yang beracun.

Sagara akhirnya menjadi maharaja dan melakukan ritual Asvamedha, ritual menggunakan kuda diikuti pasukan lengkap. Para raja yang tidak berani mengganggu kuda tersebut berarti menyatakan tunduk kepada maharaja. Mereka yang berani mengganggu akan langsung diperangi pasukan raja tersebut. Alkisah kuda yang dipakai sebagai ritual tersebut dicuri Dewa Indra dan diletakkan dalam gua tempat Resi Kapila bertapa. Para putra Sagara yang berjumlah 60.000 orang mencari jejak kuda dan akhirnya sampai ke gua Resi Kapila. Para putra raja merasa sangat marah karena ada orang yang berani mencuri kuda ritual Aswamedha. Mereka tersinggung, karena orang yang mencuri kuda tersebut berarti menantang maharaja. Mereka menemukan kuda yang dicari berada di belakang Resi Kapila yang sedang bertapa. Mereka berkata, “Lihat pencuri kuda ini, berpura-pura bertapa setelah mencuri kuda, mari kita bunuh dia beramai-ramai!” Dalam keadaan marah karena ada yang mengganggu acara Asvamedha, mereka tidak dapat melihat seorang Resi Suci yang mungkin tidak tahu permasalahannya. Resi Kapila yang terganggu tapanya, membuka mata dan sorotan mata sang resi membuat 60.000 putra Sagara menjadi debu. Bhagawan Abyasa, sang penulis menyampaikan bahwa kemarahan yang tak dapat dikendalikan akan membunuh diri sendiri.

Kemarahan tanpa kendali akan menghancurkan diri sendiri. Dalam buku “Bersama J.P Vaswani, Hidup Damai & Ceria”, Anand Krishna, Gramedia Pustaka Utama, 2002 Bapak Anand Krishna menyampaikan perihal amarah……….. Saat seseorang marah, ia mengaktifkan beberapa kelenjar dalam tubuhnya. Hal ini menyebabkan terjadinya kelimpahan adrenalin dan beberapa hormon stres yang lain, dengan efek-efek yang nyata pada fisik Anda. Wajah menjadi merah, tekanan darah semakin tinggi, nada suara kita menjadi tinggi, pernafasan kita menjadi cepat, detak jantung tidak teratur dan otot-otot kaki maupun tengan mulai tegang. Seluruh tubuh kita merasakan perubahan semacam ini. Apabila seseorang sering marah, keadaan itu akan berulang terus dan pada akhirnya dapat menimbulkan masalah-masalah kesehatan yang serius. Situasi seperti ini dapat menyebabkan timbulnya penyakit-penyakit seperti tekanan darah tinggi, stroke, penyakit jantung, maag, dan lain sebagainya. Karena itu, demi kebaikan Anda sendiri, hendaknya Anda mengendalikan emosi kemarahan ini………… Ada tiga cara untuk menangani kemarahan. Yang pertama adalah dengan cara mengekspresikannya. Para ahli ilmu berpendapat bahwa ini adalah cara yang terbaik. Dengan menyatakan atau mengekspresikan kemarahan, kita membagi beban pikiran kita dengan orang lain dan karena beban atau sebagian beban itu terangkat dari kita, kita lalu merasakan ketenteraman. Pendapat itu memang benar, namun keadaan semacam ini tidak langgeng. Kita tidak pernah bebas dari kegelisahan. Pada akhirnya, kemarahan menjadi kebiasaan dan Anda menjadi budak amarah. Anda menjadi budaknya dan amarah adalah atasan yang kejam. Saya pernah mendengar tentang seorang ibu yang membakar anaknya hanya karena marah. Cara kedua adalah dengan menahan atau menekan kemarahan. Ini pun tidak bagus, karena menekan kemarahan hanya memaksanya untuk menjadi bagian dari alam bawah sadar kita, dan dapat membahayakan kita. Cara ketiga dan cara yang benar adalah dengan memaafkan. Maafkan dan bebaskan diri Anda dari kegelisahan! Setiap malam sebelum tidur, renungkan kembali sejenak kejadian-kejadian sepanjang hari yang telah Anda lalui. Apakah ada seseorang yang menipu Anda? Apakah ada yang menyinggung perasaan atau menghina Anda? Kalau ada, ucapkan namanya dan katakan, “Sdr. X, saya maafkan Anda.”

Dalam buku “Bersama J.P Vaswani, Hidup Damai & Ceria”, Anand Krishna, Gramedia Pustaka Utama, 2002 juga disampaikan saran praktis mengendalikan kemarahan. Saran Praktis Pertama. Cara yang paling baik dan paling pasti untuk mengendalikan kemarahan adalah dengan menyadari jati-diri. Begitu sadar siapa sebenarnya Anda ini, Anda tidak dapat marah lagi. Karena mengidentifikasikan diri kita dengan badan kasar ini, maka kita menjadi marah. Kesadaran yang memisahkan menjadi sebab kemarahan. Begitu Anda sadar bahwa Anda sebenarnya adalah Jiwa Yang Universal, yang berada dalam diri setiap orang, Anda tidak dapat marah lagi. Saran Praktis Kedua. Kembangkan kemauan Anda untuk mengendalikan kemarahan. Sadarlah akan kegunaan kemarahan. Dalam keadaan marah, mungkin kita tidak menyakiti orang lain, namun bagaimanapun kita menyakiti diri sendiri. Dalam Bhagavad Gita, kita baca, “Manusia adalah kawan dan musuh bagi dirinya sendiri.” Sewaktu amarah memperbudak diri saya, saya menjadi musuh bagi diri saya sendiri. Kalaupun kita tidak menyakiti orang lain, namun dengan membiarkan racun kemarahan meracuni darah kita, kita sebenarnya merugikan diri kita sendiri. Saran Praktis Ketiga. Pujilah Tuhan atas segala sesuatu yang diberikan kepada Anda. Apakah Anda pernah bertanya pada diri sendiri: Apa yang menjadi sebab utama kemarahan? Sebab utama kemarahan adalah mementingkan diri sendiri. Saya ingin sesuatu terjadi sesuai dengan keinginan saya, namun ternyata tidak terjadi demikian. Saya menjadi marah. Apabila keinginan kita tidak dapat terpenuhi, kita menjadi marah. Saran Praktis Keempat. Apabila Anda ingin mengendalikan kemarahan, Anda harus mohon bantuan kekuatan yang Paling Tinggi, yaitu Tuhan. Saran Praktis Kelima. Hindarilah kejadian-kejadian yang menimbulkan kemarahan. Kapan saja, apabila Anda berada dalam suatu situasi yang dapat menimbulkan amarah, hindarilah situasi itu. Saran Praktis Keenam. Jangan tergesa-gesa. Ketergesaan adalah ibu kemarahan, kebencian adalah ayahnya. Jangan terburu-buru untuk berbuat sesuatu. Jangan terlalu tergesa-gesa. Sewaktu bekerja, lakukanlah dengan tenang. Saran Praktis Ketujuh. Apabila Anda merasakan amarah akan datang, tutup rapat mulut Anda, jangan dibuka. Kebanyakan problem kita dapat diatasi, apabila kita tidak membuka mulut. Kita ingin menjelaskan sesuatu, namun dalam proses penjelasan, kita justru memperuncing masalah. Kebenaran mempunyai cara sendiri untuk menampakkan. Saran Praktis Kedelapan. Apabila Anda tidak dapat menutup mulut, sebaiknya bersenandung, menyanyi kecil. Saran Praktis Kesembilan. Apabila Anda dalam keadaaan marah, minumlah segelas air atau melakukan gerak jalan ataupun jogging. Yang penting energi emosi yang telah bangkit dalam diri Anda harus terbakar habis dan Anda akan tenang kembali. Saran Praktis Kesepuluh. Hitunglah sampai 10, apabila emosi tetap membara, hitung sampai 100. Bila sedang dilanda kemarahan lalu mengucapkan huruf-huruf berbicara. Saran Praktis Kesebelas. Kembangkan humor. Saran Praktis Keduabelas. Kembangkan hati yang penuh pengertian. Taruhlah diri Anda pada posisi lawan Anda, sebelum memarahinya. Berusahalah untuk memahami posisinya. Sering sekali, kita mencapai suatu kesimpulan, yang seringkali salah. Raja Sulaiman berdoa, “Tuhan, berilah aku hati yang penuh pengertian.” Seseorang yang penuh pengertian tidak akan cepat marah……….

Dari salah satu istrinya, Sagara mempunyai putra yaitu Asamanja ayahanda dari Amsuman. Setelah Asamanja meninggal dunia, Amsuman menjadi andalan kakeknya, Raja Sagara. Amsuman kemudian mencari informasi tentang nasib ke 60.000 pamannya. Akhirnya Ansuman bertemu Resi Kapila beserta kuda dan tumpukan debu yang menggunung di dekatnya. Ansuman merasakan kedamaian di depan sang resi dan segala kekacauan pikirannya tiba-tiba lenyap. Ansuman kemudian sadar bahwa Resi di depannya adalah Resi Kapila yang sangat bijak yang telah terkenal di seluruh dunia. “Bapa Resi, kami hanya dapat melihat hal-hal yang bersifat duniawi, obyek-obyek indera. Bapa Resi adalah Gusti yang mewujud untuk membimbing manusia. Tolonglah kami untuk menemukan paman-paman kami!” Amsuman menangis dan jatuh di kaki Resi Kapila. Resi Kapila berkata pelan, “Wahai anak muda, ambillah kuda kakekmu. Indra telah meninggalkan kuda tersebut ketika aku larut dalam  meditasi yoganidra. Para pamanmu mati karena terbakar oleh keangkuhan. Satu-satunya sarana yang dapat mensucikan mereka kembali adalah air sungai Gangga.”

Dalam buku “Hidup Sehat Dan Seimbang Cara Sufi”, Anand Krishna, Gramedia Pustaka Utama, 2001 disampaikan……… Kita semua pasti pernah merasakan sebuah fenomena. Bahkan sering sekali kita mengalaminya. Kadang kadang, kita bertemu dengan seseorang dan sepertinya kita diguyuri, disirami dengan air kehidupan. Bertemu dengan dia dan memandang wajahnya sudah cukup. Kita merasa begitu segar, padahal tidak terjadi dialog apa pun saling bersentuhan pun tidak. Sebaliknya pertemuan dengan orang lain bisa membuat kita merasa begitu gelisah. Tiba tiba kita menjadi lemas. Apa sebabnya? Yang memiliki kehidupan akan membagikan kehidupan. Yang memiliki kegelisahan akan membagikan kegelisahan………

Kapila Vasudewa putra Kardama dan Dewahuti adalah seorang resi yang mengajarkan tentang keilahian. Pikiran adalah penyebab perbudakan sekaligus penyebab kebebasan. Manakala pikiran dihubungkan dengan ketiga sifat alami, kemudian aku berpikir dan aku ada, maka pikiran menjauh dari dalam diri dan tertarik menuju obyek inderawi. Pikiran mencari kepuasan di luar, dan di luar diri itu tak ada batasnya. Manakala pikiran berbalik ke arah dalam. Ke pusat, Purusa, Tuhan, maka pikiran bisa bebas terhadap indera. Berpikir ke dalam diri adalah langkah pertama ke arah tujuan. Tujuan yang jelas, memusat, terfokus ke Kendra, pusat. Tujuannya satu sehingga bisa terfokus. Diri, Aku, Purusa berada di luar ketiga sifat alami. Manakala rasa “aku dan milikku” lenyap, maka pikiran bebas dari nafsu, marah dan sifat lainnya. Kesenangan dan penderitaan dunia tidak mempengaruhinya. Diri menjadi bebas dari keterikatan. Bhakti adalah cara paling tepat dan paling mudah mencapai Tuhan………..

Mendengar laporan Amsuman tentang ke 60.000 putranya, Raja Sagara merasa tak bahagia dan tak lama kemudian menobatkan Amsuman sebagai raja dan pergi bertapa. Raja Sagara tidak pernah mengira bahwa upacara Aswamedha yang direncanakannya membuat ke-60.000 arwah putranya menderita. Amsuman, kakek Bhagiratha berusaha mendatangkan Dewi Gangga ke bumi demi keselamatan para pitri, leluhurnya, tetapi sampai maut datang menjemput, keinginannya belum tercapai. Dilipa, putra Amsuman, ayahanda Bhagirata juga tidak berhasil membawa Dewi Gangga ke bumi sampai akhir hayatnya. Bhagiratha, cucu Ansuman meninggalkan kerajaannya kepada para menterinya dan bertekad untuk membawa Dewi Gangga ke bumi untuk menyelamatkan para leluhurnya.

Pada suatu ketika, Bhagiratha mendapat penglihatan tentang Dewi Gangga, “Dewi engkau lahir di kaki Narayana. Ketika Vamana menapakkan kaki tiga langkah sewaktu peristiwa dengan Raja Bali, kakinya dibersihkan tujuh resi dan  Brahma menggunakan diri-Mu. Berkahi kami dan rumah kami dengan diri-Mu.” Kemudian seakan-akan Bhagiratha mendapat jawaban dari sang dewi, “Diriku menghormati upaya leluhurmu dalam beberapa generasi untuk membawaku ke bumi. Akan tetapi kamu tidak mengetahui dampak yang terjadi kala diriku turun ke bumi. Siapa yang kuat menahan kecepatanku? Kemudian, mengapa pula aku harus turun ke bumi? Orang yang berdosa kala mandi di airku akan bersih, dan dosa mereka tertinggal dalam diriku.  Bagaimana aku dibersihkan dari kotoran mereka?” Bhagiratha menjawab, “Duhai Dewi, para resi suci, para penglihat agung, mereka telah melampaui perbudakan karma. Mereka tidak punya pikiran selain Tuhan. Manakala mereka berendam di airmu mereka akan membersihkanmu. Masalah kekuatanmu ketika turun ke bumi, kami akan minta bantuan Mahadewa.”

Dewi Gangga jujur, air bersifat mensucikan, tetapi setelah banyak orang kotor yang mandi bagaimana cara dia membersihkan dirinya. Dirinya hanya memberikan vibrasi sesuai apa yang ada dalam dirinya. Kesucian para suci itulah yang mengembalikan kesucian air. Hal tersebut tidak bertentangan dengan pemahaman air dari Dr. Masaru Emoto. Oleh karena itu manusia perlu waspada dalam melakukan ziarah atau tirtayatra. Banyak orang yang setelah ziarah di tempat tertentu malah menjadi pedagang, karena aura dagang meliputi tempat ziarah atau tirtayatra tersebut. Para sucilah yang memberikan vibrasi kesucian, berada dekat para suci meningkatkan kesucian diri.

Berdasar ilmu pengetahuan, sel telur ibu mempunyai kandungan air 96%. Saat lahir bayi mengandung air 80%. Ketika menginjak dewasa kandungan air menjadi sekitar 70%. Dr. Masaru Emoto membuktikan bahwa air dapat merespon informasi yang diberikan kepadanya. Air yang diberikan nyanyian indah, ucapan penuh kasih, ataupun doa dari segala bahasa akan membentuk sebuah kristal hexagonal yang indah. Bila air memberikan respon terhadap vibrasi intens terhadapnya, maka sudah semestinya manusia yang mempunyai kandungan 70 % air akan dipengaruhi oleh informasi terhadapnya. Apalagi bagian otak dan jantung yang mengandung sekitar 90% air. Informasi yang baik terhadap manusia akan membuat manusia menjadi baik. Beberapa acara ritual keagamaan yang memakai sarana air mempunyai dasar ilmiah yang kuat. Bumi pun mempunyai kandungan air sekitar 70%, bila manusia memberikan vibrasi yang indah tentang kedamaian dan cinta kasih, maka air di samudera dan es di kutub pun akan memberikan balasan yang sama. Akan tetapi aura kekerasan, aura ketamakan telah diberikan kepada air di bumi ini, sehingga dia pun akan memberikan balasan yang setimpal. Bapak Anand Krishna mempunyai visi Satu Bumi, Satu Langit dan Satu Umat Manusia. Seandainya banyak yang sadar dan melaksanakan visi tersebut, maka negri kita dan bahkan dunia akan menjadi damai. Sayang pandangan tersebut disalahpahami oleh beberapa kelompok yang mencoba menghambatnya. Silakan lihat…..

http://www.freeanandkrishna.com/in/

Bhagiratha melakukan tapa untuk memperoleh bantuan Shiva, Sang Mahadewa. Dan Mahadewa bersedia membantunya. Dewi Gangga dengan sedikit kesombongan turun ke bumi dan airnya hilang ditahan rambut Sang Mahadewa. Gangga tidak bisa lepas dari rambut Sang Mahadewa. Setelah itu Gangga diturunkan dengan menetes agar tidak angkuh lagi. Gangga kemudian membagi dalam tujuh aliran dan salah satu aliran mengikuti kereta Bhagirata yang diarahkan menuju gua tempat para leluhurnya yang telah menjadi debu. Dan, akhirnya tumpukan debu leluhurnya tersebut termurnikan.

Perjuangan membawa sungai Gangga ke bumi memerlukan waktu yang panjang, hingga beberapa generasi. Demikian juga perjuangan untuk memperoleh kesadaran bukan merupakan pekerjaan sambilan yang mudah dilakukan. Dalam buku “Bhaja Govindam, Nyanyian Kebijaksanaan Sang Mahaguru Shankara”, Anand Krishna, Gramedia Pustaka Utama, 2004 disampaikan……… Ada pula yang membaca karya Anand Krishna dan merasa dirinya sudah sadar. Aneh-bin-ajaib…. sekali waktu terpaksa saya harus  menulis otobiografi saya… hanya untuk menyadarkan mereka bahwa Anand Krishna pun tiada memperoleh kesadaran lewat buku atau sekadar pertemuan dengan mereka yang sadar. Kesadaran harus diraih lewat perjuangan panjang dan dipertahankan dengan segala upaya. Pengalaman seorang Anand Krishna pun tak akan membantu. Kesadarannya tak akan serta merta menyadarkan diri Anda. Kesadaran dia hanya bisa merayu Anda, menggoda Anda, menggiur Anda untuk ikut mengalami sendiri apa yang sedang dialaminya……….

Situs artikel terkait

http://www.oneearthmedia.net/ind/

http://triwidodo.wordpress.com

http://id-id.facebook.com/triwidodo.djokorahardjo

http://www.kompasiana.com/triwidodo

http://twitter.com/#!/triwidodo3

Juli 2011

Share on FacebookTweet about this on TwitterShare on Google+Email this to someone