Kembali bicara masalah Tuhan…
Sesungguhnya manusia yang selalu membicarakan tentang Tuhan tidak percaya tentang Tuhan. Sebagaimana halnya tiada seorangpun yang membahas matahari akan terbit atau tidak esok hari. Matahari tetap ada, tidak kemana-mana. Bumilah yang berputar sehingga seakan matahari hilang. Sesungguhnyalah mata kita yang tidak melihatnya.
Demikian juga keberadaan Tuhan. Kita yang tidak melihat keberadaan Tuhan sehingga sibuk mencari. Sibuk berbicara dan berdebat tentang adanya Tuhan ada atau tidak. Ke duanya orang yang kurang kerjaan. Sibuk berdiskusi sesuatu yang tidak dapat dipungkiri. Inilah keniscayaan. Hal seperti ini sungguh-sungguh menghabiskan energi. Akibatnya energi yang seharusnya untuk meningkatkan kualitas jiwa terbuang sehingga tiada energi lagi untuk menggali ke dalam diri. Menemukan jati diri manusia sebagai unsur keilahian.
Ketika manusia masih di dalam kandungan, dia tidak akan berbicara dimana letak rahim ibunya. Dan tiada mungkin ia menyembah atau bersujud kepada sang ibu untuk mengucapkan terima kasih. Setelah ia lepas dari rahim ibunya, baru ia bisa bersujud kepada sang ibunda menyampaikan ungkapan terima kasih karena telah di kandung selama 9 bulan. Demikian juga kita yang masih berbicara tentang ada atau tidaknya Tuhan. Benar-benar buang energi. Gunakan energi tersebut untuk menembus pemahaman yang juga masih tidak beranjak dari tempatnya. So, selama kita masih saja berbicara tentang Tuhan, tiada bakal bergerak dari tempatnya.
Tuhan tiada diperlukan dalam wacana sekedar bicara. Energi keilahian ada dalam setiap insan. Gunakan ini untuk melestarikan sesama makhluk hidup dan lestarikan alam sekitar. Karena sesungguhnya tiada seorangpun membantah bahwa kita bisa hidup tanpa bergantung dengan tumbuhan dan hewan sekitar kita. Manusia hidup sangat bergantung dengan alam, tidak bergantung kepada Tuhan. Mungkin bahkan dapat dipastikan bahwa banyak sekali yang akan menuduh saya atheis. Tidak kenal Tuhan. Namun realita kehidupan adalah demikian…
Tetapi coba mari kita berpikir sedikit waras. Apakah hanya dengan berbicara dan menyatakan bahwa saya percaya Tuhan segalanya akan beres. No, kita harus berupaya untuk melestarikan bumi ini dan hidup selaras dengan alam. Dengan sesama serta bergandengan tangan menjaga keberlanjutan bumi ini. Disinilah kita hidup….. Inilah bukti kecintaan kita kepada Dia Sang Pencipta. Bukan hanya sekedar berdebat serta argumentasi tentang ada atau tidaknya Tuhan….
Berpikir, berucap serta berbuat selaras dengan alam serta menjaga tatanan alam merupakan implementasi bakti persembahan kepada Tuhan. Mau dibicarakan atau tidak, Dia tetap eksis. Itulan sifat Maha Pemberi, kasih. Perhatikan pandanganmu. Perhatikan ucapanmu. Perhatikan perbuatanmu. Apakah sudah menunjukkan bukti kecintaanmu kepada alam?
Kita semua, terutama saya, selalu berupaya hidup dalam dharma. Hidup dalam tatanan alam serta selaras dengan sifat alam. Kasih dan cinta. Ketidak tahuan kita dalam perbuatan yang baik dan selaras dengan semestalah merupakan bukti bahwa sesungguhnya kita tidak kenal balas budi terhadap kebaikan Tuhan. Banyak orang yang merasa bahagia jika melihat orang lain menderita. Bahkan mereka bisa tertawa jika melihat penderitaan orang lain. Sifat kasih dan sayang tertimbun oleh nafsu keinginan yang ia sendiri juga tidak sadar bahwa itu sifat aslinya.
Kita harus lepas dari sifat bentukan masyarakat sekitar yang kebanyak tidak tahu dimana ia saat ini hidup. Tidak tahu bagaimana hidup selaras dengan alam. Agama hanya sebagai sarana. Bukan tujuan. Jika masih saja menganggap agama sebagai tujuan. Tersesatlah kita…..
Saat ini kita hidup di neraka. Inilah sebabnya kita selalu minta petunjuk kepada Tuhan. Dan kita bisa mengubahnya menjadi surga dengan tidak memerlukan Tuhan.
Berpikir, berucap dan berbuat selaras dengan alam. Kasih… Kasih… dan kasih…..