Dikisahkan bahwa makhluk yang pertama kali mengucapkan kata “aku” dengan penuh keangkuhan adalah iblis.Tatkala Tuhan memerintahkan iblis bersujud kepada Nabi Adam, dia menolaknya dengan congkak, “Aku lebih baik darinya (Adam). Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan Engkau menciptakannya dari tanah.” (QS Al-A`raf 7: 12). Kata “aku” dari mulut iblis adalah ungkapan makhluk yang angkuh. Meskipun dia mengakui bahwa dirinya hanyalah makhluk yang diciptakan, tetapi dia membangkang, menyanjung dirinya dan melupakan karunia Penciptanya. Karena sikap iblis ini, maka manusia yang angkuh sering dikatakan mempunyai karakter iblis di dalam dirinya. Dalam QS Al-Najm 53:32 disampaikan, “… maka, janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui orang yang bertakwa.”
Pengetahuan dan teknologi yang hebat tidak dapat mengatasi kejahatan, keserakahan, dan kebohongan. Karena sifat-sifat seperti yang dimiliki iblis tersebut sudah berada dalam diri manusia. Dalam Yohanes 2:16 disampaikan, “Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia.” Dunia ini memiliki keinginan daging, “aku butuh itu”, keinginan mata, “aku ingin itu”, dan keangkuhan hidup, “aku pantas untuk itu”……..
Dalam buku “Masnawi Buku Kedua Bersama Jalaluddin Rumi Memasuki Pintu Gerbang Kebenaran”, Anand Krishna, Gramedia Pustaka Utama, 2000 disampaikan……. Renungkan sebentar: Kesalahan-kesalahan yang kita buat mungkin itu-itu juga. Lagi-lagi kita jatuh di dalam lubang yang sama. Dalam hal membuat kesalahan pun rasanya manusia sangat tidak kreatif. Karena, sesungguhnya tidak banyak kesalahan yang dapat anda buat. Pendorongnya, pemicunya pun tidak terlalu banyak. Keinginan, amarah, keserakahan, keterikatan dan keangkuhan ya Panca-Provokator – itulah yang mendorong kita untuk berbuat salah. Yang kita sebut nabi, atau avatar, atau mesias, atau buddha telah menguasai kelima-limanya. Kita belum. Menguasai kelima-limanya tidak berarti tidak pernah berkeinginan atau marah. Mereka pun masih punya keinginan-setidaknya untuk berbagi kesadaran dengan kita. Mereka pun bisa marah kalau kita tidak sadar-sadar juga, padahal sudah berulang kali kupingnya dijewer. Keserakahan dan keterikatan mereka malah menjadi berkah bagi kita semua. Sampai mereka harus menurunkan kesadaran diri untuk menyapa kita, untuk membimbing kita, untuk menuntun kita. Kenapa? Karena mereka ingin memeluk kita semua. Keserakahan kita sebatas mengejar harta dan tahta; keserakahan mereka tak terbatas. Mereka mengejar alam semesta dengan segala isinya. Mereka ingin memeluk dunia, karena “tali persaudaraan “, karena “ikatan-persahabatan” yang mereka ciptakan sendiri. Keangkuhan dalam diri mereka merupakan manifestasi Kesadaran Diri. Ketika Muhammad menyatakan dirinya sebagai Nabi, dia tidak angkuh. Ketika Yesus menyatakan dirinya sebagai Putra Allah, dia pun sesungguhnya tidak angkuh. Ketika Siddhartha menyatakan bahwa dirinya Buddha, sudah terjaga, dia pun tidak angkuh. Ketika Krishna mengatakan bahwa dirinya adalah “Manifestasi Dia yang Tak Pernah Bermanifestasi, dia pun tidak angkuh. Keakuan kita lain – Ke-”Aku”-an mereka lain. Yang tidak menyadarinya akan membatui Muhammad, akan menyalibkan Yesus, akan meracuni Siddhartha, akan mencaci-maki Krishna……
Dalam buku “Surat Cinta Bagi Anak Bangsa”, Anand Krishna, One Earth Media, 2006 disampaikan…….. Jiwa-jiwa yang beribadah kepada Yang Maha Tinggi, akan seketika menyadari kerendahannya dan kesetaraanya dengan jiwa-jiwa lain, dengan sesama manusia! Bila kau menganggap dirimu beragama dan rajin beribadah, namun tidak merasakan kesetaraan dan kebebasan macam itu, maka ibadahmu masih dangkal. Bila kau masih menciptakan “class” antar manusia, maka jiwamu belum beragama, belum beribadah. “Class” atau derajat rendah-tinggi (ketidaksetaraan) itu hanya terasa oleh kaum Asura, Daitya, Syaitan, Raksasa karena kepala mereka masih tegak. Mereka belum belajar menundukkannya di hadapan Yang Maha Kuasa dan Maha Tinggi itu! Sekali bersujud di hadapan-Nya, dirimu menjadi sadar, bahwa semut pun tidak lebih rendah (setara) dari dirimu. Semut dan cacing pun adalah makhluk-makhluk ciptaan-Nya. Namun, apa gunanya bersujud, menundukkan kepala, bila keangkuhanmu tidak ikut menunduk? Kesetaraan dan kebersamaan dalam bahasa Soekarno “Gotong Royong”, dalam bahasa Muhammad “Umma”, dalam bahasa Buddha “Sangha”, dalam bahasa Inggris “Communal Living” dalam bahasa Bali “Banjar” tidak dapat dipaksakan. Kesetaraan lahir dari kesadaran, kesadaran kita sendiri. Kesadaran manusia. Kesadaran akan kemanusiaan kita. Kesadaran akan nilai-nilai kemanusiaan yang kita warisi bersama. Kemanusiaan yang saleh, beradab. Kemanusiaan yang menerima makhluk-makhluk lain sebagai saudaranya (yang setara). Termasuk bebatuan dan pepohonan, sungai-sungai dan lingkungan. Sehingga ia tidak akan menggunakan kekerasan terhadap siapa pun jua……..
Kata manusia berasal dari bahasa Sansekerta, “manas” dan “isa”. “Manas”, pikiran. “Isa”, esa, satu. Pikiran membangun ego yang membuat keterpisahan dengan yang lain. Sedangkan isa, esa membuat kita merasa satu dengan yang lain. Bila manusia angkuh dan merasa terpisah dengan yang lain maka dia dekat dengan sifat iblis dan bila manusia rendah hati dan merasa setara dengan yang lain dia sedang menuju keilahian. Angkuh bersifat personal sedangkan rendah hati dan merasa setara sudah tidak bersifat personal, sudah menuju transpersonal.
Salah satu program e-learning dari One Earth College (http://www.oneearthcollege.com/) adalah program Neo Transpersonal Psychology (http://stponline.oneearthcollege.com/) yang membahas tentang peningkatan kesadaran dari keadaan personal, ego-based menuju keadaan transpersonal, integensia-based. Kemudian program lainnya adalah Neo Interfaith Studies (http://interfaith.oneearthcollege.com/) yang mempunyai tujuan agar para peserta program dapat memberikan apresiasi terhadap keyakinan yang berbeda. Kemudian ada satu program lagi yaitu Ancient Indonesian History And Culture (http://history.oneearthcollege.com/) yang dimaksudkan agar para peserta program dapat mengetahui dan menghargai sejarah awal Kepulauan Nusantara. Ketiga program tersebut sebenarnya saling kait-mengkait.
Mereka yang rendah hati tidak akan menyombongkan diri sebagai cendekiawan. Dalam buku “Mengikuti Irama Kehidupan Tao Teh Ching Bagi Orang Modern” disampaikan bahwa…….. Lao Tze mengatakan bahwa suara hati nurani kita berasal dari sumber sama yang menyebabkan terjadinya segala sesuatu dalam alam ini. Kebijaksanaan yang tidak dapat ditandingi, itulah suara nurani kita. Tetapi, suara hati nurani ini tidak akan terdengar oleh para cendekiawan. Mereka yang membanggakan dirinya sebagai cendekiawan akan menjadi tajam, menjadi teknokrat, birokrat. Mereka bisa menjadi apa saja. Mereka dapat menduduki jabatan-jabatan tinggi. Tetapi mereka kehilangan kontak dengan sesuatu yang tidak dapat dinilai dengan materi, suara hati mereka, kesadaran mereka. Sebaliknya, mereka yang sadar begitu percaya pada diri sendiri, sehingga tidak akan terikat pada identitas-identitas diri yang palsu. Mereka tidak akan menyombongkan diri mereka sebagai cendekiawan. Mereka akan semakin rendah hati. Pandangan mereka semakin lembut, tidak terfokuskan pada sesuatu. Mereka melihat dunia ini seutuhnya. Untuk meraih sesuatu, mereka tidak akan besikeras sedemikian rupa sampai-sampai tindakannya merugikan orang lain………
Manusia yang kesadarannya telah meningkat akan bersifat rendah hati. Dalam buku “Bersama J.P Vaswani Hidup Damai & Ceria” disampaikan…… Kerendahan hati adalah “buah kesadaran”. Kerendahan hati “terjadi” bila kita sadar akan jati diri kita. Sadar akan keunikan diri kita. Sadar akan keterkaitan diri dengan alam dan lingkungan sekitar kita. Sadar akan hubungan kita dengan Sang Maha Pengasih. Kerendahan hati terjadi bila kita sadar akan tugas serta kewajiban kita masing-masing dan, melaksanakannya dengan baik. Kerendahan hati berarti seorang ketua datang tepat waktu untuk memimpin rapat; tidak selalu terlambat. Kerendahan hati berarti seorang pekerja ikut memahami keadaan perusahaan dan pimpinannya, tidak menuntut melulu. Kerendahan hati berarti mengubah diri. Tidak mengharapkan orang lain berubah untuk dirinya. Dan, di atas segalanya kerendahan hati berarti tidak angkuh ; tidak sombong; tidak merasa “sudah” cukup rendah hati. Usahakan rendah hati, karena tidak mungkin terjadi pengertian yang sungguh-sungguh tanpa adanya sikap rendah-hati………. Hanya apabila kita rendah-hati, kita dapat mengerti. Sebaliknya keangkuhan kita selalu menjadi rintangan. Keangkuhan dan tiadanya sikap rendah hati inilah yang menjadi sebab utama kesalahpahaman. Seseorang yang rendah-hati tidak akan menganggap dirinya superior. Pembicaraan kita dengan orang lain selalu menggunakan istilah “aku” atau padanannya “saya”. Aku berbuat begini; aku berbuat begitu. Aku memberikan ini; aku menghasilkan ini. Seseorang yang rendah-hati sebaliknya tidak akan menggunakan istilah “aku” . la akan selalu menggunakan istilah “kami” kalau terpaksa tidak mengikutkan orang yang diajak bicara dan “kita” kalau juga hendak mengikutsertakan orang yang diajak bicara……..
Dalam buku “Masnawi Buku Kelima, Bersama Jalaluddin Rumi Menemukan Kebenaran Sejati” disampaikan…….. Sheikh Baba selalu berkata, kita sudah lupa tujuan utama “shalawat” berdoa dan mengucapkan salam kepada Nabi, keluarga dan sahabatnya. Kita hanya mengucapkannya seperti burung beo. Apakah nabi membutuhkan doa kita? Apakah keluarga serta sahabatnya membutuhkan “pemberkatan” dari kita? Jelas tidak. Kemudian, kenapa nabi sendiri menganjurkannya? Karena kerendahan hati beliau. Rendah hati, inilah sifat utama para nabi. Mereka tidak sombong, tidak angkuh. Seperti orang biasa saja, mereka malah minta di-“doa”kan, di-“berkat”-i. Setiap kali mengucapkan shalawat bagi para nabi, hendaknya kita mengingat kerendahan hati mereka………
Untuk Kebahagiaan Sejati, Ikuti Program Online Spiritual Trasnpersonal Psychology
http://www.oneearthcollege.com/
Situs artikel terkait
http://www.oneearthmedia.net/ind/
http://triwidodo.wordpress.com
http://id-id.facebook.com/triwidodo.djokorahardjo
http://www.kompasiana.com/triwidodo
http://blog.oneearthcollege.com/
http://twitter.com/#!/triwidodo3
Desember 2011