September 22, 2014

Renungan Gita tentang Putra / Putri untuk tidak merepotkan orang tua

Orangtua telah merawat kita sejak keci, telah memberikan fasilitas kepada putra/putrinya untuk belajar sampai bisa hidup mandiri. Biarkan sisa hidupnya digunakan untuk fokus pada tujuan hidupnya.

Sebagai putra/putri kita perlu membebaskan kedua orangtua dari belenggu kewajiban duniawi, sehingga mereka bisa memfokuskan sisa hidupnya pada tujuan hidup, yaitu  – penemuan jati diri, hidup berkesadaran 24/7 dalam kasih, saling sayang-menyayangi, saling menghormati, saling peduli – tanpa keterikatan.

buku bhagavad gita

Gambar Cover Buku Bhagavad Gita

 

BG 2:72

“Wahai Pārtha (Putra Pṛthā – sebutan lain bagi Kuntī, Ibu Arjuna), inilah tingkat kemuliaan tertinggi, inilah Kesadaran Brahman yang suci; setelah berada dalam kesadaran ini, seseorang tidak pernah bingung lagi. Tetap berada dalam kesadaran ini saat ajal tiba – ia mencapai Kebahagiaan Sejati, Kasunyatan Abadi atau Brahmanirvāṇa.”

 

“Segala sesuatu dalam alam benda ini bagaikan pisau atau pedang bermata dua, dalam pengertian, pisau ini, pedang ini dapat digunakan untuk masak-memasak dan membela diri. Namun, jika tidak berhati-hati, maka pisau ini, pedang ini bisa melukai diri kita sendiri. Benda dan Hubungan Duniawi dapat dimanfaatkan sebagai bekal untuk memfasilitasi perjalanan menuju Kesadaran-Diri yang sejati. Tidak lebih dari itu. Sebaliknya, mereka yang berhubungan dengan kita dapat memanfaatkan kita untuk tujuan yang sama, menemukan Jati-Diri.”

“Berarti, dalam hal berhubungan kita mesti waspada, senantiasa sadar bahwa tujuannya bukanlah mengikat diri kita, bukanlah membelenggu Jiwa – justru untuk membebaskan kita dari belenggu. Jika Anda berada dalam keadaan terbelenggu, maka Anda butuh bantuan orang lain untuk membebaskan Anda dari belenggu, bukan untuk memperkuatnya. Bukan untuk menambah belenggu.”

“Itulah sebab seorang Anak disebut Putra – Berarti, yang ‘membebaskan’. Bukan yang mengikat.”

“Seorang putra membebaskan kedua orangtuanya dari belenggu kewajiban duniawi, sehingga mereka dapat berlanjut ke tahap berikut hidup mereka dengan tenang; yaitu sepenuhnya mendedikasikan diri bagi kepentingan masyarakat umum dan penggalian diri.”

“Sayangnya, pemahaman ini sudah terlupakan. Adanya anak, kemudian cucu, cicit – justru menambah keterikatan, bukan menyelesaikannya. Sebab itu, saat ajal tiba – hanyalah rasa kecewa yang menyelimuti hati, dan kita beraduh-aduh, sepertinya, masih banyak pekerjaan yang belum selesai.”

“Anak, pekerjaan-pekerjaan duniawi, yang sesungguhnya hanyalah sarana untuk meraih kesadaran diri, kita jadikan tujuan. Sementara itu, tujuan hidup sendiri terlupakan – sedemikian bingungnya diri kita saat ini. Jangan lupa tujuan – penemuan jati diri, hidup berkesadaran 24/7 dalam kasih, saling sayang-menyayangi, saling menghormati, saling peduli – tanpa keterikatan.” (Krishna, Anand. (2014). Bhagavad Gita. Jakarta: Pusat Studi Veda dan Dharma)

Share on FacebookTweet about this on TwitterShare on Google+Email this to someone