October 22, 2014

Program 9 Malam menuju Tauhid 3: Esensi Agama Katolik

12-21 November 2004

buku think on these things

Cover Buku Think on These Things

“Cukup menarik mendengarkan pendapat anda tentang Gandhi. Semalam anda katakan bahwa anda tidak setuju dengan metode berpuasa Gandhi, karena itu sebenarnya menyakiti dirinya sendiri. Jadi menurut anda, adakah cara yang lebih baik lagi untuk mencapai perdamaian? Tingkatkan kesadaran. Inilah yang menyebabkan saya mengagumi Martin King Luther. Walaupun dia mengagumi Gandhi (sepenuhnya). Luther King akan turun ke jalan dan menyampaikan pendapatnya secara jelas. Dia akan membiarkan dirinya dipenjarakan. Namun dia tidak akan melawan balik atau membalas dendam. Itulah cara yangmenurut saya baik. Kita menyampaikan pendapat kita dengan jelas, berfokus kepada kesadaran dan kita membuat masyarakat mengerti mengapa kita melakukan hal-hal tersebut. Inilah yang saya coba lakukan… berusaha menggabungkan dua manusia besar tersebut. Gandhi dan Martin Luther King.

“Inilah yang diperlukan oleh Indonesia dalam misi untuk menumbuhkan kesadaran bahwa kita adalah sebuah bangsa yang besar. Dahulu kala kita mengekspor rempah-rempah ke Madagaskar dan Afrika dengan menggunakan armada kapal sendiri. Menghilang ke manakah keagungan tersebut? Keagungan tersebut masihlah ada dalam diri kita. Mengapa kita harus mengadopsi suatu hal yang tidak sesuai dengan negara ini? Saat ini saya melihat sebagian orang Indonesia mengadopsi nilai-nilai barat, yang sebenarnya cukup baik juga . Saya tidak ada masalah dengan perihal tersebut. Namun, mungkin tidak semua budaya barat sesuai dengan negara ini. Di lain pihak, sebagian dari masyarakat Indonesia mengadaptasi cara hidup Arab. Hal ini akan menciptakan dua masyarakat dalam satu negara yang tidak baik karena akan mengundang konflik, pertengkaran, dan perang di negara kita.

“Pandangan anda tentang agama sangatkah menarik. Seperti yang anda katakan, kita memiliki begitu banyak agama. Budha, Kristen, Hindu, Islam dan sebagainya. Namun anda merasa bahwa kita dapat bersatu bersama, karena walaupun cara mengagungkan Tuhan berbeda, tetaplah ada satu Tuhan dan satu kebenaran yang kita berusaha raih dan sadari. Bagaimana cara mengatasi prasangkat-prasangka agama dan menjadi lebih terbuka dan tidak berpikiran sempit tentang konsep ketuhanan?

“Makanya saya lebih senang menggunakan kata ‘cinta’, karena jika kita bicara tentang cinta, (dan melakukannya juga), kita bahkan bisa menerima ide-ide dari orang yang tidak percaya Tuhan. Ada seorang Sufi yang bertemu seseorang lain. Orang ini berkata, ‘Saya tidak percaya Tuhan.’ Sang Sufi bertanya, ‘Apakah anda percaya pada diri sendiri?’ Orang tersebut menjawab, ‘Ya, tentu saja.’ Sang Sufi menjawab: ‘Kepercayaan itu mempertemukan kita.’ Selama kita percaya akan sesuatu apa pun itu, bisa Tuhan, bisa cinta, bisa diri sendiri. Maka kita bertemu. Dalam tradisi India, Tuhan adalah perwujudan diri kita yang lebih tinggi. Kesadaran tentang cinta inilah yang harus kita wujudkan. Mungkin banyak orang yang berpikiran, “Saya tidak ada urusan dengan Tuhan. ” Tapi pasti kita semua ada urusannya dengan cinta.
“Jadi, walaupun berabad-abad kita sudah berusaha melakukan dialog antar-agama, khususnya antara umat Kristen dan Islam sejak (lebih dari 1000 tahun) yang lalu, kita tetap bergerak di tempat karena (yang dibicarakan adalah) Tuhan yang tidak pernah muncul di hadapan kita. Ketika seorang Kristen mencintai seorang Muslim, atau seorang Buddhis mencintai seorang Hindu, atau seorang Hindu mencintai seorang Muslim, dan saat mereka sungguh-sungguh saling mencintai – hanya dua insan yang saling mencintai – maka mereka melupakan seluruh rintangan yang ada. Daripada bicara tentang Tuhan – yang menurut saya tidak tepat – kita bicara tentang cinta. Begitu kita bicara cinta, begitu kita mengembangkan rasa kesatuan dengan seluruh umat manusia, maka saat itulah (kita menyadari Kehadiran) Tuhan. Saat itulah semua masalah menghilang.” (Krishna, Anand. (2008). Think on These Things, Hal Hal Yang Mesti Dipikirkan Seorang Anak Bangsa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)

Testimoni Peserta
Walaupun retret dengan tema Tauhid ini beraroma Islami, tetapi dalam prakteknya kami semua diajak Bapak Anand Krishna untuk mengapresiasi dan mencicipi esensi dari setiap agama. Berbagai tokoh agama diundang ke Padepokan One earth untuk berbagi ilmu dan pengalamannya kepada peserta retret.
Kami juga diaajak ke Kuil Hare Krishna untuk melihat cara mereka melakukan berbagai macam ritual. Setelah saya sadari dan mengalami apa yang kami dapat dari retret, ternyata bila kita mau terbuka dan mengapresiasi agama lain, pemahaman kita akan agama yang kita yakini menjadi semakin kaya. karena segala wujud ritual dan kitab suci yang berbeda tersebut adalah bentuk ke-kreatifan manusia dalam mengekspresikan cinta mereka kepada sang Pencipta.segala doktrin, konsep dan intimidasi dari ajaran-ajaran yang sangat fanatik selama ini ternyata membuat saya berjalan di tempat, buta akan kekayaan yang begitu luar biasa dari setiap ajaran agama, takut untuk belajar sesuatu di luar agama yang saya yakini.
Padahal justru sebaliknya, semakin saya didiajak mengapresiasi agama lain, semakin saya menjadi yakin dan kreatif dalam mewujudkan cinta, atau menjalin hubungan yang mesra, romantis dan sangat pribadi dengan Tuhan.
Tidak bisa tidak, saya otomatis akan juga mencintai dan menghormati agama lain dengan segala macam perbedaannya. Pertengkaran agama yang terjadi selama ini karena kita tidak berhasil mengapresiasi satu sama lain sehingga komunikasi yang terjadi bukan terjalin dengan bahasa hati, melainkan bahasa ucapan di bibir saja.
Menuju Tauhid ya ya ya ya menuju Dia yang Satu adanya diperlukan kepasrahan yang luar biasa, total. Saya melihat ke dalam diri ternyata kepasrahan diri saya belum apa-apa. Saya masih harus terus belajar dari setiap kejadian dan setiap pengalaman.

Bukan merupakan sebuah Kebetulan bahwa saya, istri dan 100 teman-teman memperoleh kesempatan mengikuti Retret ‘Program 9 Malam Menuju Tauhid’.
Disampaikan oleh Zeembry (Jakarta)

Sumber: anandkrishna@yahoogroups.com
Buddha (Husin Wijaya), Hindu (Putu Oka), Islam (Ahmad Yulden Erwin), Katolik (Erwin Thomas), Khonghucu (Rudy Winata), Kristen Protestan (Tunggul), Perangkum (Wayan Suriastini)

Esensi Agama Katolik
“Kesadaran Musa dan Kesadaran Muhammad dan Kesadaran Yesus tidak berbeda. Tidak ada yang kelasnya lebih rendah atau lebih tinggi. Apabila bahasa mereka berbeda, apabila cara penyampaiaan mereka berbeda, hal itu disebabkan karena tingkat kesadaran para pendengar mereka.
“Anda mungkin seorang doktor, seorang professor, tetapi sewaktu berdialog dengan seorang anak yang masih duduk di bangku SD, Anda harus menyederhanakan bahasa Anda. Cara Anda bicara dengan pembantu dan dengan presiden pun sangat berbeda.
“Perbedaan yang terlihat antara Taurat, Injil dan Al-Quran, tidak akan terlihat lagi, apabila Anda menemukan esensinya. Selama Anda masih bergulat pada tingkat syariat, pada tingkat ‘peraturan’ agama, kulit agama, ya, Anda hanya melihat perbedaan saja. Tetapi begitu Anda memasuki esensi agama, begitu Anda menemukan nilai spiritual yang terkandung dalam agama itu, perbedaaan akan lenyap seketika.” (Krishna, Anand. (1999). Telaga Pencerahan Di Tengah Gurun Kehidupan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)

Pembicara Romo Frans Magnis Suseno, Dosen Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta. Menurut belau, Katolik tidak merupakan sebuah agama. Kalaupun agama paling-paling adalah Kristiani. Katolik, Protestan dan Ortodoks berbeda sedikit dalam hal-hal yang tidak hakiki. Perbedaannya tidak relevan, kita menganggap saudara Protestan maupun Ortodoks tentu kita anggap Kristen sepenuhnya. Beliau menceritakan pecahnya kekristenan. Agama Kristiani bercabang keluar dari agama Yahudi. Meskipun yang sangat disesalkan dari kalangan kristiani sendiri membenci Yahudi. Masalah Islam dan Yahudi berangkat dari masalah Palestina dan Israel, sebelumnya tidak ada masalah. Agama Kristiani dan Yahudi memiliki kitab suci bersama, orang Kristiani menamakannya Kitab Perjanjian Baru sedangkan Yahudi menyebutnya Kitab Perjanjian, dalam Islam disebut Taurat.
Agama Kristiani dan Yahudi memiliki iman yang sama pada Allah yang akan menyelamatkan umatnya. Sosok kunci pribadi Yesus Kristus sebagai inti iman agama Kristiani, yang mana Allah sendiri menyatakan diri, maka Yesus disebut Sabda Allah.
Gereja bermakna umat mereka yang percaya pada Yesus, dalam bentuk kehidupan bersama dan terbentuk dalam 200 tahun pertama. Kitab Suci Perjanjian Baru terdiiri berbagai tulisan dari umat Kristiani dalam 70 tahun pertama, termasuk Injil Matius, Lukas, Yohanes serta beberapa suratlain. Mereka percaya Allah dengan rohnya ada di dalam Gereja sehingga tidak akan sesat. Dan Gereka itulah yang menentukan mana tulisan yang layak disebut otentik.
Gereja memiliki struktur internal kepemimpinan hierarkis misalkan di suatu daerah dikepalai oleh Uskup kemudian dibantu oleh Pastor/Imam yang untuk umat merayakan Ekaristi atau Misa Kudus, yaitu perayaan wafat dan kebangkitan Yesus diperingati dan orang-orang menerima Roti yang dikuduskan sebagai tanda kehadiran Yesus sendiri.
Sewaktu pergolakan besar kekristenan pada abad ke-16 terjadi reformasi yang memunculkan Kristen Protestan.Tokoh-tokoh seperti Martin Luther dan Calvin menentang penyelewengan yang terjadi di Gereja Katolik, mengembalikan kekristenan awal, menolak Paus, memiliki pandangan lain mengenai Imamat dan beberapa sakramen lain. Sejarah mencatat masa pencerahan dimana yang sangat terkenal Frederick Agung, Raja Prusia menulis sebuah dekrit isinya bahwa orang Kristen diperbolehkan membangun Gerejanya, orang Yahudi membangun Sinagoga dan orang Islam membangun Masjid asal mereka mau membawa diri (tidak berkelahi).
Bagaimana Gereja Katolik bergulat dengan modernitas, muncul di Eropa mulai abad 17 dan 18. Salah satunya Revolusi di Perancis tahun 1789, dimana pihak Gereja menutup diri tidak mengakui gerakan radikal yang menggulingkan kekuasaan mutlak para Raja Perancis. Peristiwa yang terjadi kurang lebih 5 tahun, mereka yang menjadi musuh revolusi menjadi korban pembantaian terutama para pastor-pastor dan suster-suster, sejak itu Gereja menutup diri. pada akhir abad 19 dan awal abad 20 berhasil keluar dari tidur panjang melalui jalan demokrasi seperti keterlibatan partai-partai Katolik.
Pada tahun 1962-1965 Gereja menyelenggarakan peristiwa penting Konsili Vatikan II di Roma untuk memikirkan bagaimana Gereja berubah, di situ praktis Gereja berdamai dengan demokrasi, hak asasi, dan dengan sekularisasi. Agama Kristiani tidak bicara segala macam hal tetapi tentang Allah, dan hubungan manusia dengan Allah. Sedangkan hal-hal yang berhubungan dengan penyusunan ekonomi, pengembangan pengetahuan maupun kenegaraan, Allah memberikan nalar kepada manusia supaya ia memakainya. Dalam kenyataan itu berarti Gereja melepaskan anggapan bahwa ada negara Katolik maupun tataanan Katolik.
Yang penting secara Teologis hasil yang dicapai di Konsli Vatikan II tersebut adalah penerimaan pluralitas agama sebagai sesuatu yang positif. Romo memberikan contoh pemikiran di abad pertengahan orang Kristen berpendapat bahwa orang yang tidak dibaptis tidak bisa masuk surga. Kemudian di abad 19 sudah mulai diragukan karena mulai disadari di seluruh dunia bagitu banyak orang dari agama lain yang juga baik, sulit dibayangkan bahwa Allah menolak mereka karena mereka tidak dibaptis. Itu menjadi ajaran resmi Gereja Katolik bahwa setiap orang meskipun tidak percaya bisa masuk surga asal hidup sesuai dengan suara hatinya.

Share on FacebookTweet about this on TwitterShare on Google+Email this to someone