Mentari pagi bersinar dengan cerah sekali. Hangatnya menelusup dari balik jendela rumah. Meskipun sudah terjaga dari sejak subuh tadi, Katarina masih enggan beranjak dari tempat tidurnya.
Sempat juga dibacanya buku saku dari penulis yang selalu memberinya inspirasi dan semangat. Tadi didapatinya sebuah kutipan yang membuatnya berpikir dan merenung sesaat :
” Melakoni hidup secara spiritual bukan berarti Anda mengabaikan kesehatan fisik. Tubuh Anda adalah kuil tempat bersemayamnya Jiwa.”
Meskipun kelihatannya sesaat, namun ketika disadarinya cahaya mentari sudah terlihat lewat jendela kamarnya, Katarina menarik napas dalam-dalam. Dipenuhinya rongga dadanya dengan udara pagi yang segar.
Kicauan burung mulai riuh di puncak-puncak pohon cemara dan cengkeh di tempatnya tinggal.
“Ah…nyanyian alam selalu hadir di setiap saatnya manusia. Hanya pikiran yang sibuk saja, membuat kita lupa mencecap nikmatnya,”gumam Katarina sambil menyibakkan rambutnya yang panjang.
Selain memikirkan kutipan pagi ini, dia juga sedang merasa terkagum-kagum akan mimpi semalam. Mimpi yang membuatnya senang dan sedih sekaligus.
Dia ingat malam itu, dia bermimpi bertemu dengan Yesus, Sang Juru Selamat.
Namun sosoknya yang ini agak lain dari penggambaran yang biasa didapatnya baik dari papa atau mamanya, atau dari tempatnya dulu biasa bersekolah minggu.
Yesus yang dulu itu berbadan atletis dan berwajah timur tengah, dengan rambut panjang sebahu, dan terlihat seperti Renegade.
Kalau yang ditemuinya tadi malam, adalah Yesus juga dalam versi yang berbeda. Badannya tinggi besar, rambutnya berpotongan pendek dan wajahnya bergaya Asia dengan kulit kecoklatan. Yang membuat Katarina yakin itu adalah juga Yesus adalah tatapan matanya.
Ya, matanya begitu tajam namun penuh dengan belas kasih yang dalam. Mata yang menyiratkan keteguhan hati dan kedalaman rasa yang ada dalam setiap jiwa manusia yang sudah mengalami kehidupan spiritual yang dalam.
Badan boleh beda, sosok boleh berlainan namun pencapaian spiritual selalu memberikan hasil yang sama, bahkan mungkin sekali melampaui dari pendahulu-pendahulu yang ada yang telah menyatu dengan alam semesta raya.
Dari semesta kembali ke semesta.
Dan dalam mimpi tersebut Katarina mendengarkan wejangan-wejangan tentang kehidupan yang mirip sekali dengan apa yang pernah dibacanya dalam Injil. Dan yang menarik sekali adalah bagian ini :
” Mari, hai kamu yang diberkati oleh BapaKu, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan. Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan ; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku orang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika aku telanjang, kamu memberi aku pakaian; ketika Aku di penjara, kamu mengunjungi Aku.”
Kerajaan kebahagiaan sejati yang banyak didambakan oleh manusia, termasuk dirinya sendiri. Kerajaan yang jelas maksudnya bukan seperti kerajaan-kerajaan di dunia ini. Namun sebuah kerajaan yang megah dimana kasih sayang dan cinta menjadi rajanya. Disanalah bernaung malaikat-malaikat bercahaya.
Dan dalam lamunannya, diingatnya opa Jhon dan oma Maria yang ditemuinya ketika hadir dalam acara Bakti Sosial di Panti Jompo kemarin itu.
“Apakah mereka itu juga perwujudan dari Aku Yesus yang menjelma, yang telah diberikan oleh keluarga mereka untuk dipelihara di Panti meskipun dalam kekayaan mereka, mereka sanggup menggaji seseorang untuk melayani orang tua mereka sendiri.
Apakah kekayaan dapat menggantikan kasih dan perhatian orang tua yang pernah tercurah dari ketika mereka bayi lahir ke dunia? Tidakkah kasih itu hadir dalam rasa keterbuangan di lembah yang subur namun jauh dari keramaian ini?”
Katarina tidak habis berpikir tentang itu semua. Walau dia sangat menyadari dan mengerti betapa sulit dan susahnya mengatur dan menjaga orang-orang tua, merawat orang-orang yang terlihat kembali menjadi anak-anak, yang rapuh dan lemah.
Tiba-tiba handphonenya berbunyi. Dan ketika dilihatnya di layar monitor itu tertulis nama papanya, dan segera dipencetnya tombol penerima,
” Selamat pagi, papa….”
” Iya,papa…Katarina ingat kalau hari ini hari Minggu, hari Sabath…Ini sedang persiapan mau ke gereja.
Makasih ya papa…selalu mengingatkan. Katarina…peluk dan cium untuk mama dan adik-adik.”
Dan sambungan telpon lalu terputus. Katarina lalu beranjak berdiri, mempersiapkan diri.
” Ah…bukankah kemarin aku sudah merayakan ibadah bersama Yesus di Panti?!”
Namun tetap saja dia mempersiapkan dirinya untuk ke gereja pagi ini, sambil bibirnya menyenandungkan pujian “1000 Terima Kasih”
Bukit Pelangi,
9 November 2014