Mulla Nasruddin memiliki seekor kuda. Tidak diketahui dari mana datangnya kuda tersebut. Yang jelas si kuda datang sendiri. Mungkin saja dikirim oleh Tuhan. Who knows? Yang jelas kudanya bagus dan pasti mahal harganya. Banyak orang yang sudah menawar dengan harga tinggi. Ada seorang tetangganya yang iri terhadap keberuntungan si Mulla. Ia berkata kepada Mulla: “Kenapa tidak dijual saja kudamu Mulla? Bukankah raja juga sudah berani membayar mahal kudamu?” Dengan tenang Mulla menjawab: “Saya tidak akan menjual kuda ini. Berapapun orang akan membayar”. Si tetangga tambah dongkol terhadap Mulla. ” Dasar dungu” Kata si tetangga.
Suatu ketika, si kuda menghilang. Dan si tetangga pun kembali mendatangi Mulla untuk mencemooh. “Nah rasain lu Mulla…. Coba dari kemarin kudamu di jual. Bakalan dapat uang banyak kamu” Mulla hanya diam tidak membalas cemooh si tetangga.
Di lain bulan, sang kuda misterius pun datang lagi. Luar biasanya si kuda membawa teman lainnya yang memiliki kualitas yang sama. Si tetangga tambah iri terhadap keberuntungan Mulla. Mulla tetap saja diam terhadap segala kejadian.
Suatu ketika, anak si Mulla belajar naik kuda dan jatuh dari kuda. Alhasil patah lah kaki anak Mulla Nasruddin. Si tetangga pun datang dan kembali mencemooh: “Rasain lu Mulla! Seandainya saja kuda kamu jual. Tidak akan terjadi anakmu patah kaki. Apa reaksi Mulla? Tetap diam tidak menanggapi cemooh si tetangga yang iri terhadapnya.
Suatu ketika, kerajaan tempat Mulla tinggal diserbu oleh negara tetangga. Semua pemuda yang sehat tidak cacat diwajibkan militer. Karena anak Mulla cacat, maka tidak diwajibkan ikut jadi militer. Anak si tetangga terkena wajib militer dan tewas dalam pertempuran. Sementara anak si Mulla tetap sehat dan hidup mendampingi Mulla sampai tua.
Pelajaran yang dapat diambil adalah keteguhan Mulla terhadap segala pujian atau cemooh.
Adalah hanya mereka yang sudah memiliki kelebihan energi yang tidak tergoyahkan dalam pendirian. Mereka yang energinya defisit melakukan sesuatu berdasarkan penilaian tetangga atau orang lain. Seseorang yang berbuat sesuatu karena harapkan pujian sesungguhnya masih defisit energi. Mereka yang melakukan sesuatu demi harapkan perhatian orang belum layak dipuji. Mereka adalah orang yang masih bergantung pada orang lain untuk mendapatkan penghargaan.
Siapa yang bisa mengubah pola energi kita? Saya yakin anda sudah tahu jawabannya. Ya diri kita sendiri. Tiada seorangpun bisa mengubah cara berpikir kita kecuali diri sendiri. Banyak sudah utusan Tuhan dikirimkan ke bumi ini. Tidak berhenti pada nabi. Setelah Baginda Rasul pun masih banyak utusan yang datang. Yang diperlukan keterbukaan hati kita untuk menerima utusan Nya.
Hati yang tertutup atau khufur lah yang menghalangi pertemuan antara diri kita dengan utusan Nya. Peta suasana dan kondisi belantara bumi sudah banyak berubah. Sangat mungkin peta lama sudah tidak berlaku. Dan karena Dia yang maha tahu, maka Dia pun mengirimkan utusan sesuai dengan perubahan pertumbuhan hutan belantara dunia yang baru.
Kembali bahwa tiada yang baru di dunia ini. Para utusan datang hanya untuk mengingatkan. Ubahlah energi yang defisit jadi surplus. Baru kita bisa berbagi. Jika energi kita masih defisit, maka yang terjadi kekacauan.
Salam perubahan……..