August 9, 2015

Merayakan Kearifan Lokal

11229839_10153779402534578_1720192601265779816_o

“Dolanan” atau permainan identik sekali dengan anak-anak. Mereka bisa lupa waktu dan makan karena begitu asyik dengan hal tersebut. Dunia yang luas penuh dengan canda/tawa yang menyegarkan.
Di era kemajuan Ilmu dan teknologi saat ini, permainan dapat dikemas dalam sentuhan layar mini di genggaman tangan. Daya visualnya terpaku pada gadget di tangan-tangan mereka. Mereka bisa larut dalam permainan ‘nyata’ tanpa hirau kondisi nyata di lingkungannya.

Berbeda sekali dengan permainan zaman dulu yang lebih menitik-beratkan kebersamaan, interaksi emosional yang lebih intens dengan teman sebaya yang secara hubungan sosial hal tersebut sangat bagus sekali untuk menumbuhkan kepekaan sosial, kemampuan otak motorik anak-anak serta daya nalar menjadi berkembang.

Cublak-Cublak Suweng

Lagu dolanan anak yang lahir dari kearifan lokal itu mengema di Aula As.Salam :

Cublak-cublak suweng
Suwenge ting gelenter
Mambu ketundung gudhel
Pak gempo lerak-lerek
Sopo ngguyu ndelekakhe

Sir-sir pong dele kopong
Sir-sir pong dele kopong
Sir-sir pong dele kopong

Sekitar 200 anak sekolah dasar itu dibagi menjadi beberapa kelompok yang beranggota sekitar 15 orang. Dan dalam permainan itu, ada anak yang ditengah dalam posisi sujud dengan mata tertutup . Sambil bernyanyi, anak-anak tersebut memutar kelereng dalam genggaman, setelah selesai lagunya, maka anak yang di tengah diharapkan menebak siapa pembawa kelereng tersebut.

Banyak ragam permainan anak-anak yang dikenal di Nusantara ini. Dalam sebuah novel ” Titik Balik ” tulisan seorang mantan wartawan nasional, Rani Rahcmani Moediarta, digambarkan sebentuk keceriaan Beliau saat kecil,

” Bosan berendam di dalam air, kami pindah bermain ke darat…selain permainan engklek, gatrik, galah hadang, dan macam-macam lomba yang melibatkan campuran anak-anak perempuan dan laki-laki…pada musim layangan, misalnya, anak laki2 lebih suka membuat layang-layang, memainkan dan melombakan di lapangan, sedangkan anak perempuan memilih mengumpulkan dan meronce luruhan bunga durian pada musim durian berbunga; mengumpulkan biji-bijian atau sisa getah karet untuk dibuat bola bekel; atau bermain rumah-rumahan, membuat jadah dari tanah liat dan berpura-pura menghidangkan atau menjualnya.”
Dunia anak-anak yang asyik,bukan?!

Selain mengenalkan kearifan lokal daerah, anak-anak sekolah dasar tersebut diajarkan tentang prilaku hidup sehat antara lain bagaimana mengosok gigi yang benar, mengkonsumsi buah dan sayuran, budaya antri dan displin.
Tidak lupa juga diajarkan “Yoga for Kids” yang dilakukan dengan sebuah cerita.

Kearifan Lokal Yang Terlupakan

Cublak-cublak suweng hanyalah salah satu dari sekian banyak kearifan lokal yang diajarkan dalam acara yang rutin digelar dengan mengundang anak-anak Sekolah Dasar dari SD Gunung Geulis 1 dan 2.
Banyak dari kearifan lokal Nusantara ini yang membuat kita semestinya bangga akan budaya entah itu seni musiknya, seni tarinya, seni patungnya, seni rancang bangunnya dan lain sebagainya.

Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menetapkan tanggal 9 Agustus sebagai ” International Day of the World’s Indigenous People “. Sebagai yayasan yang telah tergabung dalam organisasi dunia tersebut, Yayasan Anand Ashram (www.anandashram.or.id) mendukung sepenuhnya perayaan tersebut.

Dunia ini menjadi kaya dan penuh warna dengan segala atribut budaya dan keanekaragaman masyarakatnya. Biarlah perbedaan itu terjadi dengan alami dan tidak perlu juga memaksakan budaya suatu negara diterapkan kepada budaya negara lain. Hormatilah perbedaan, apresiasilah keanekaragaman tersebut dengan suka cita. Pahamilah kita semua ini sebagai sebuah keluarga besar umat manusia yang mesti saling mengasihi, saling menyayangi sebagai saudara yang tinggal di ” One Earth, One Sky and One Humankind.”

Salam budaya…
Bukit Pelangi, 9 Agustus 2015

Share on FacebookTweet about this on TwitterShare on Google+Email this to someone