“Agama mengajarkan pesan-pesan damai tapi ekstrimis memutarbalikkannya.”
~ Gus Dur
Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai sebuah organisasi dunia telah menetapkan tanggal 2 Oktober sebagai peringatan “International Day of Non Violence”.
Sebuah pengingat kepada kita semua untuk tetap berusaha dengan segala daya upaya untuk terus menggaungkan kedamaian serta persabahatan antar bangsa ditengah dunia yang masih terus penuh dengan sentimen kekerasan dan perlombaan senjata yang menyiratkan persaingan dan unjuk gigi tentang kekuatan militer yang selalu siap digunakan.
Al Zastrow Bicara Islam Nusantara
Dalam rangka memperingati hal tersebut, Yayasan Anand Ashram (www.anandashram.or.id) mengundang seorang aktivis yang pernah dekat sekali dengan Gus Dur, Ngatawi Al Zastrow.
Ngatawi Al Zastrow ( umur 49 tahun) adalah Ketua Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia (Lesbumi) PBNU periode 2004-2009.
Dalam sharing pengalamannya dalam kehidupannya yang dekat sekali dengan dunia Islam dan pondok pesantren ini, bahkan ketika usianya 8 tahun, adalah sorotannya tentang perkembangan Islam yang telah melenceng jauh dari apa yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Yang Mulia. Misi Kenabian Sang Nabi yaitu menata serta menyempurnakan aklhlak manusia — Timur Tengah/Arab saat itu — dan menjadikan agama sebagai jalan pembawa rahmat bagi semua mahluk.
Wajah Islam sekarang ini lebih banyak menunjukkan kekerasan dan kebengisannya alih-alih menjadikan agama sebagai pembawa berkah.Bahkan ada yang berteriak “Allah Hu Akbar” tapi tega merusak, membikin kaca tempat ibadah lain pecah. Apakah benar-benar hal ini yang diajarkan oleh Islam?
Menurut Al Zastrow, pria kelahiran Pati yang memiliki ciri khas selalu memakai blangkon ini mengungkapkan :
” Terjadinya kekerasan agama itu berawal dari kurangnya para pelaku agama tersebut memahami sejarah lahirnya agama secara benar dan tepat.
Agama Islam saat awal masuknya ke bumi Nusantara sekitar Abad ke 7 belum bisa diterima oleh sebagian besar rakyat Nusantara yang masih berkeyakinan pada agama Kapitayan yang merupakan perwujudan kepercayaan Animisme dan Dinamisme.
Baru pada Abad ke 14 ketika Wali Songo melakukan syiar agama dengan cara yang lebih merakyat. Seperti yang digunakan oleh Sunan KaliJogo lewat media gamelan serta tembang, maka Islam mulai bisa diterima oleh masyarakat Nusantara.
Dahulu para ulama kita (misal: Mbah Ahmad Dahlan dll) belajar di Timur Tengah, namun sekembalinya dari sana tidak menjadi keArab-Araban, tetap berpegang pada tradisi Nusantara.
Melupakan tradisi leluhur inilah yang menjadikan mereka menjadi kehilangan akar hidupnya. Tradisi Arab yang dipaksakan menjadi sebuah pertentangan karena adanya perbedaan kebiasaan serta adat istiadat. Ini yang seringkali menjadikan pertentangan yang menimbulkan konflik serta kekerasan.”
Dan ketika agama dan kepentingan pribadi— yang belum bersih dari pamrih bagi kesenangan pribadi senata — bersinergi maka akan memunculkan penyelewengan pesan dengan mengatasnamakan perintah Tuhan. Al Zastrow mengambarkan dengan sebuah cerita yang menarik sekali yang terkenal dalam kalangan pesantren :
” Kang Jasman sedang jatuh cinta berat dengan Fatima, dan sering sekali mengintip Fatima. Ingin rasanya dia mencolek pipi gadis manis tersebut. Namun apa daya ada larangan di pondok untuk melakukan hal tersebut. Dalam taffakurnya, ada muncul sebuah ide cemerlang.
Sehabis kotbah Jumat, disembunyikanlah sandal Sang Kyai.
” Lagi cari apa, Kyai?” Tanya Jasman pura-pura.
” Saya cari sandal saya dimana ya Man?” Kata Kyai Sepuh kebingungan.
“O, sandalnya diambil Fatima,Kyai ” kata Jasman menerapkan strateginya.
“Ya sudah…tolong diambilkan Man!” Perintah Kyai.
Segera saja Jasman mendatangi pondok putri, ditemuinya Fatima,
” Fatima, saya membawa pesan dari Kyai untuk menowel pipi kamu.”
“Ah, masak sih perintah Kyai demikian?! “Ragu Fatima
“Baiklah, tapi hanya yang sebelah kiri ya,”katanya.
Gak bisa, mesti dua-duanya,”Kata Jasman sudah mulai senang.”
Maka untuk meyakinkan Fatima,” Jasman berteriak pada Kyai Sepuh,” Ini Fatima hanya kasih yang sebelah kyiai, mestinya khan dua-duanya ya!!”
Kyai Sepuh yang memang sudah “sepuh” menjawab “Iya, dua-duanya Man!”
Demikianlah akhirnya ide cemerlang itu membuat Jasman bisa mencolek pipi Fatima yang manis.
Inilah sebuah gambaran bagaimana agama bisa menjadi “kuda tunggangan” untuk tujuan pribadi. Demikian agama menjadi kehilangan nilai kebaikan, digadaikan oleh kepentingan-kepentingan sempit pelakunya, lebih celaka lagi jika pelaku agama tersebut memiliki kekuasaan yang besar dalam pemerintahan.
Islam Nusantara
Dalam kesempatan sarasehan bertempat di Aula Al-Salam pada Jumat (2/10/2015) di One Earth Retreat Centre (www.oneearthretreat.com) yang indah ini, Al Zastrow juga menjelaskan tentang pro kontra tentang Islam Nusantara. Pernah dirinya dianggap memecah-belah umat Islam dengan membawa-bawa embel-embel Nusantara pada Islam. Namun lewat penjelasan serta pemahaman yang baik, maka hal tersebut bisa diminimalisir.
Gerakan Islam Nusantara ini ingin mengembalikan khitah Islam yang tetap setia dengan akar hidup manusia Nusantara. Agama diambil essensi ajarannya disinergikan dengan kebiasaan dan adat istiadat yang sesuai dan alami dari masyarakat Nusantara, misalnya dalam cara berpakaian seperti yang sering digunakan oleh Al Zastrow dengan Baju lurik serta blangkon di kepala. Agama mesti dijalani dan dilakoni untuk memunculkan wisdom dalam diri. Beragamalah yang baik, untuk bisa membagikan kebaikan bagi sesama, bukan hanya kukuh dengan kebenarannya sendiri serta main paksa. Janganlah syariat itu menjadi tujuan. Syariat mesti mengantar pelakunya menjadi insan khamil. Manusia yang berguna bagi manusia serta mahluk hidup lainnya.
Pendidikan Anak-Anak
Hal ini menjadi sangat penting sekali untuk memberikan pemahaman yang benar tentang agama Islam — dalam hal ini Islam Nusantara — kepada anak-anak kita. Jangan sampai anak-anak belajar agama secara kaku dan rigid.Hanya hapal teks Al-Quran tapi bisa mengkafirkan teman-teman sebaya yang berbeda keyakinan.
Untuk itulah mulai digodog sebuah kurikulum yang membahas hal tentang Islam Nusantara ini di Kementrian Agama untuk bisa masuk ke pesantren-pesantren/ madrasah-madrasah.
Semestinya anak-anak itu dibebaskan dari kotak sempit pemahaman agama seperti yang telah diterapkan di One Earth School. Mereka diajarkan sejarah berdiri dan berkembangnya agama-agama besar di dunia mulai dari Hindu, Budha, Kristen,Islam juga agama-agama lain yang ada.
Agama tanpa pemahaman yang benar hanya menyebabkan keangkuhan dan keserakahan yang merupakan benih utama munculnya kekerasan.
Sindhi Sufi Mehfil
Kedamaian di luar diri lahir dari mereka yang juga memiliki kedamaian dalam diri. Agama menjadi jalan bagi manusia untuk dapat meniti kehidupan yang penuh dengan rintangan ini.
Lewat media lagu dan tarian, spirit dari agama dilakoni untuk terus menerus berusaha mengajak setiap individu melihat perwujudan Tuhan sebagai sebuah entitas yang suka berdamai, suka bercanda, bukan sebagai entitas yang keras, kejam dan bengis.
Ajakan menari dan menyanyikan kebesaran Tuhan lewat program acara Sindhi Sufi Mehfil merupakan salah satu solusi serta sebuah ajakan untuk selalu ceria dan bergembira dengan segala perbedaan yang ada. Dunia yang indah dan ceria adalah dunia yang diinginkan oleh Sang Pencipta. Keserakahan atau kemaruk ingin menyeragamkan perbedaan adalah bertentangan dengan hukum alam, dan hanya menyebabkan penderitaan bagi manusia.
Hiduplah alami dan gunakan agama sebagai wadah untuk berbagi air kehidupan yang menyegarkan. Biarkan bunga kamboja, melati, kenanga tumbuh bersama dengan alami. Taman sari dunia ini menjadi indah dengan bunga yang berwarna-warni.
Rahayu…
Bukit Pelangi, 5 Oktober 2015